Fenomena korupsi politik yang menjangkiti lembaga negara mengindikasikan betapa praktek korupsi telah berlangsung secara sistemik. Kemauan politik dan pelaksanaan pemberantasan korupsi dalam pandangan ahli hukum diisyaratkan tetap dalam kerangka negara hukum. Kita melakukan perang terhadap korupsi, begitulah teriakan sebagian besar rakyat Indonesia. Namun, perang terhadap korupsi dan koruptor, terhadap premanisme, dan lain-lain, tidak boleh dilakukan di jalan-jalan atau di sembarang tempat. Identitas negara hukum menanggung konsekuensi diberlakukannya prosedur-prosedur hukum dalam upaya mensikapi, merespon, menanggulangi dan memberantas korupsi.
Kajian korupsi dan perlawanan terhadapnya dalam perspektif hukum Islam masih amat langka. Padahal sesungguhnya dalam khazanah syariah terhadap rujukan-rujukan mengenai masalah korupsi yang kiranya layak untuk menjadi bahan renungan. Pengembangan pemahaman tentang korupsi dan pemberantasannya dari perspektif hukum syariah sebagai salah satu dari kajian banyak cara yang harus digunakan secara simultan untuk melakukan pemberantasan korupsi memberikan beberapa keuntungan.
Materi lain yang dikaji adalah tentang urgensi judicial review dalam tata hukum Indonesia. Untuk menjaga agar kaidah-kaidah konstitusi yang termuat dalam Undang-Undang Dasar dan peraturan perundang-undangan konstitusional lainnya tidak dilanggar atau disimpangi  perlu ada badan serta tata cara mengawasinya. Dalam UUD 1945 telah ditegaskan bahwa ada dua lembaga yang bertanggungjawab untuk menjaga konstitusi dan peraturan perundang-undangan di bawahnya melalui mekanisme judicial review, yakni Mahkamah Konstitusi yang bertugas menjaga konstitusi (UUD) dan Mahkamah Agung untuk menjaga peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang.
Pasca otoritarianisme Orde Baru, harapan mendudukkan relasi kekuasaan secara ideal melalui amandemen UUD 1945 menjadi muara harapan, namun semangat untuk memperbaiki sistem yang ada dengan satu persatu melucuti kekuasaan eksekutif menjadi rancu ketika kita masih sepakat pada bentuk sistem Presidensiil, tetapi perubahan yang terjadi justeru mengarah kepada “quasi-Presidensiil†dengan semakin memperkuat positioning parlemen. Inilah yang menjadi pekerjaan rumah kita sekarang.
Akhirnya, kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada mitra bestari yang telah berkenan mengoreksi artikel Jurnal Hukum, dan kepada penulis yang telah berpartisipasi  menyumbangkan pemikiran dalam  menyikapi persoalan-persoalan hukum yang muncul di tengah kehidupan masyarakat.
Semoga jurnal hukum ini memberikan manfaat dan menambah khasanah mengenai perkembangan hukum di Indonesia.

Published: February 24, 2009