Main Article Content

Abstract

Salah satu aspek monitoring dan evaluasi pelayanan kesehatan terkait persepan obat. Peresepan obat tidak rasional seperti polifarmasi, penggunaan antibiatik yang berlebih serta pemberian suplemen obat telah lama diketahui sebagai salah satu permasalahan kualitas pelayanan kesehatan. Sebagai badan kesehatan dunia, WHO sendiri telah memBerikan guidance terhadap mekanisme evaluasi ini sejak tahun 1993, mengingat dampak negatif baik secara klinis maupun sosio-ekonomi yang ditimbulkan. Sistem persepan elektronik yang akhir-akhir ini banyak diimplementasikan di beberapa fasilitas kesehatan berpotensi dalam memudahkan proses evaluasi ini. Bahkan, jika dikembangkan lebih lanjut, peresepan obat elektronik dapat ditingkatkan dengan mengkombinasikan sistem pendukung keputusan seperti peringatan terhadap alergi, penyesuaian dosis obat, peringatan interaksi obat dan atau kesesuaian jenis obat dengan formularium. Salah satu pendekatannya adalah kecerdasan buatan melalui konsep knowledge discovery from database (KDD). Untuk melihat potensi tersebut, paper ini menilai pola peresepan obat dengan bantuan aplikasi datamining Alphaminer dari E-business Technology Institute, the University of Hongkong. Terdapat 52.572 kunjungan pasien yang teridentifikasi pada 3 fasilitas kesehatan primer dalam kurun waktu 2010 sampai 2012. Sebanyak 8.580 (16,3%) kunjungan tidak diresepkan obat. Selebihnya, diberikan resep dengan variasi jumlah obat antara 1 sampai 18 obat dengan nilai median 4. Walaupun dibatasi pada 10 besar penyakit (karena keterbatasan aplikasi datamining yang digunakan), dapat dilihat pola pemberian obat pada diagnosis yang dimaksud. Banyaknya warna pada tiap-tiap bar menunjukkan jenis obat yang sering diresepkan, sedangkan lebar/tebal warna menunjukan seringnya obat tersebut diresepkan pada kasus diagnosis yang sama. Dengan pola tersebut, decision support system untuk peresepan obat dapat dikembangkan, namun terbatas pada fungsi suggestion. Fungsi lain seperti pengecekan dosis obat, interaksi antar obat, interaksi antar obat dan kondisi fisik umpamanya belum dapat dilakukan dan lebih tepat jika menggunakan pendekatan role-based (knowledge-based). Selain itu, nonknowledge-based ini juga terkendala validitas peresepan obat yang dilakukan di fasilitas kesehatan primer. Namun demikian, evaluasi terkait pola persepan obat tetap dapat dilakukan dan bahkan diperluas dengan variabel-variabel lainnya seperti kelompok umur, jenis jaminan kesehatan pasien dan dokter yang memberikan resep. Konsep datamining memiliki potensi dalam mengembangkan sistem pendukung keputusan klinis pada peresepan elektronik. Namun demikian, potensi ini harus diimbangi dengan pengetahuan peresepan obat yang rasional, dalam upaya peningkatan validitas sistem.

Article Details