POTRET DASAR KEBIJAKAN EKONOMI UTSMANIYAH: SUATU SOROTAN LITERATUR

(Basic Portrait Ottoman Economic Policy: A Literature Review)

Anggoro Sugeng

Jabatan Sharia and Economics, Akademi Pengkajian Islam, University of Malaya, Malaysia

E-mail: [email protected]

 

Abstract

Economic policy of the state is a process to achieve certain goals implemented by the government of a country. The existence of a country's economic goals, means of support necessary to achieve it. Guidelines and state policy directions can be budget plan, capital improvements formulated by the state for use in the future. In economic studies, economic policy of a country is divided into two parts, namely monetary policy and fiscal policy. This article aims to understand the issues from both the Ottomans basic economic policies, both monetary and fiscal. While the methodology used is to look at the literature of the researchers highlight different perspectives and views, which of all the literature is intended to complement and add to the treasures of knowledge in the basic scope Ottomans policy. As for the results of this study are the determination of money Akce evidence and found that the money was not used during the reign of Ottomans. While the existence of trade relations between the Ottomans and the European economy is a factor increasing Ottomans and a cause of the decline in currency values ​​Akce, Ottomans were in short supply in addition to gold and silver as a money it self. The results of the study of fiscal policy shows that the fiscal deficit is not a political matter but due to a mistake in policy Ottomans empire, either in the form of debt, delivery of various rich region, reduced state revenues, the department 's financial plan swells each year, the lack of audit and account, corruption and differences in the pattern of the budget of the Islamic calendar and the AD were used simultaneously.

Keywords : Policy, Monetary, Fiscal, Economic and Ottomans.

I.  PENGENALAN

Kebijakan ekonomi negara merupakan proses untuk mencapai tujuan tertentu yang dilaksanakan oleh pemerintah sebuah negara.(Board, pp. 1-2) Adanya tujuan ekonomi suatu negara, diperlukan sarana pendukung untuk mencapainya. Pedoman maupun arah kebijakan negara bisa berupa rencana anggaran, peningkatan modal yang dirumuskan oleh negara untuk digunakan pada masa yang akan datang.(Policy Definition: An introduction, pp. 1-3) Dalam kajian ekonomi, kebijakan ekonomi suatu negara terbagi menjadi dua bagian, yaitu kebijakan moneter dan kebijakan fiskal. Isu-isu terkait kebijakan kerajaan Ustmaniyah pada kajian ekonomi menjadi salah satu fokus penyelidikan mendalam oleh para peneliti. Hal ini disebabkan karena kerajaan Ustmaniyah merupakan salah satu kemajuan dan kejayaan Islam sebagai suatu negara yang diakui dunia, sehingga banyak sekali hasil kajian terkait kebijakan ekonomi kerajaan Ustmaniyah. Adapun beberapa kajian menjelaskan proses terjadinya kekeliruan dari pengambilan kebijakan ekonomi kerajaan Ustmaniyah, sehingga menjadi penyebab hancurnya Ottoman Empire.(Agoston & Masters, 2009, p. 19) Berkenaan tentang isu diatas, kajian ini berangkat dan difokuskan kepada kebijakan ekonomi kerajaan Ustmaniyah dengan melihat sorotan literatur dari para peneliti yang berbeda sudut pandang dan tinjauan dalam menyikapi isu-isu diatas.

II.               POTRET KEBIJAKAN MASA KERAJAAN USTMANIYAH

Isu-isu kebijakan ekonomi yang muncul pada masa kerajaan Ustmaniyah adalah seputar panduan dan arah kebijakan moneter dan kebijakan fiskal, agar sesuai dan berjalan sebagai mana mestinya. Pada kajian kebijakan moneter dijelaskan secara detail mata uang yang telah digunakan dan dijadikan alat pembayaran, pertukaran dan untuk mempermudah segala macam bentuk pembayaran terutamanya pajak kepada negara, hal ini ditegaskan dengan adanya sejarah berlakunya mata uang itu sendiri.(Mujani, 2009, p. 25) Disamping adanya isu kebijakan moneter, kebijakan fiskal Ustmaniyah tidak kalah ramai dibincangkan. Perbincangan dan perdebatan seputar isu kebijakan fiskal defisit dan penyebab terjadinya. Beberapa peneliti berpendapat bahwa defisit anggaran kebijakan fiskal disebabkan adanya kekeliruan pemerintahan Ustmaniyah dalam merancang anggaran yang bersumber dari uang hasil pinjaman luar negeri.(Kiyotaki, 2005, pp. 1-5) Pada bagian lain para sarjana berhipotesis bahwa defisit anggaran kebijakan fiskal disebabkan isu politik dan kurangnya kemampuan pemimpin Ustmaniyah masa itu, ditambah lagi adanya revolusi industri Inggris dan Perancis. Isu-isu dasar kebijakan ekonomi pada masa kerajaan Ustmaniyah adalah sebagai berikut:

A.     KEBIJAKAN MONETER USTMANIYAH

1.       Penemuan Uang Akce

Ekonomi Islam masa Ustmaniyah sering dikaitkan dengan isu kebijakan negara yang digunakan pada pemerintahan Ustmaniyah. Studi kasus kebijakan moneter masa Ustmaniyah ditemukan pada tahun 2000 M, berupa ditemukannya 60.000 koin Akce,[1] tepatnya di wilayah Becin Kalesi Turki oleh Prof Unal, Ege University Of Izmir. (Agoston & Masters, 2009, p. 616) Arkeologi berhipotesis bahwa koin ini merupakan uang Akce pada masa pemerintahan Ustmaniyah yang diproduksi pada abad ke-16 dan ke-17 M.

Marta Rodrigues, M. Melcher, Zich, Wernisch and Monica Waas, J. Salomon and M. Guerra, M. Radtke and B. Muller, M. Alram and N. Schindel[mee1] , merupakan pihak yang mengambil bagian untuk penelitian lebih lanjut terkait penemuan uang Akce diatas. Adapun landasan teori yang digunakan dalam penentuan standar/ kadar uang Akce berasal dari Savket Pamuk dengan bukunya yang berjudul A Monetary History of the Ottoman Empire bab 8 Debasement and Disintegration yaitu:

�Economic historians generally agree that the fortunes of the Ottoman economy and state finances took a sharp turn for the worse during the closing decades of the sixteenth century. Stability and expansion were replaced by stagnation and crisis, if not constraction. The growing fiscal difficulties culminated in the largest debasement to date and one of the largest in Ottoman history that reduced the silver content of the Akce by 44 percents. The precise date of this operation has not been established. It was undertaken after 1584, most probably in 1585.�

dari kutipan diatas kita bisa memahami bahwa pada abad ke-16 telah terjadi penurunan nilai serta kehancuran-kehancuran pada sistem keuangan kerajaan Ustmaniyah. Lebih lanjut dalam projek penelitian ini ingin membuktikan dan mengetahui tentang uang Akce yang ditemukan dengan alat pembuktian berupa XRF[2], PIXE[3], Sy-XRF[4], SEM/EDX[5], XRD[6] dan ND[7].(Schreiner & Rodrigues, 2009, p. 13) Alat pembuktian ini semua terkait erat dengan teori pembuktian kebenaran para arkeolog dalam menentukan validitas/ kebenaran suatu penemuan. Lebih detail, apakah uang Akce yang ditemukan benar-benar uang orisinal atau hanya sekedar pemalsuan (uang copy-an) dari uang orisinal tersebut.

Satu hal yang sangat penting sebelum menentukan apakah uang temuan tersebut masuk kategori orisinal atau hanya sebatas uang yang dipalsukan. Ada kadar dan ukuran uang Akce yang digunakan pada periode tersebut adalah berkadar 92%-97%. Lebih detail penggunaan uang Akce pada masa khalifah Ustmaniyah abad ke-16 dan 17 adalah sebagai berikut:

  Murad 3 (1574-1595M)������������ berkadar 93.39%.

  Mehmad 3 (1595-1603M)�������� ����������� berkadar 93.80%.

  Ahmed 1 (1603-1617M)���������������������� berkadar 93.05%

Dengan adanya standar uang Akce diatas dapat disimpulkan bahwa setiap koin Akce itu memiliki berat dan ukuran berupa silver adalah 0.68g/ koin. Setelah adanya standar diatas, penentuan temuan uang Akce akan lebih mudah ditentukan. Adapun hasil kesimpulan dari kajian lepas diatas ialah bahwa satu koin/ syiling yang ditemukan memiliki berat dan ukuran 0.38g/ syiling.(Schreiner & Rodrigues, 2009, p. 46) Hal ini sesuai dengan pengurangan kadar silver sebesar lebih kurang 44%, seperti yang diungkap oleh Sevket Pamuk dalam bukunya.

Dalam perkara ini, penulis sependapat akan hasil rumusan yang diungkap oleh para peneliti. Uang yang ditemukan bukanlah tergolong uang asli karena adanya penyusutan dari standar uang abad ke-16 dan ke-17M. Dengan alat analisa yang detail oleh para arkelog rumusan diatas terselesaikan dan mampu menjawab ketidakbenaran hipotesis beberapa pihak, sehingga uang temuan tersebut merupakan copy-an dan bukan uang orisinal dari uang Akce pada kurun ke-16 dan ke-17M.

Savket Pamuk, Manfred Schreiner and Marta Rodrigues, M. Mader, M. Melcher, M. Huerra, J. Salomon, M. Radtke, M. Alram, N. Schindel, W. Kocklemann, S. Siano, and XXV European Crystallographic Metting sependapat dan setuju bahwa uang Akce yang ditemukan bukanlah uang yang telah digunakan pada masa pemerintahan Ustmaniyah abad ke-16 dan 17M, uang Akce hasil temuan bukanlah uang bersifat orisinal, akan tetapi uang Akce temuan bersifat palsu atau hanya sekedar tiruan dari uang Akce abad ke-16 dan 17.

2.      Kemerosotan Mata Uang Ustmaniyah

Ermy Azziaty Rozali menulis artikel berjudul Sistem Mata Wang Dawlah Uthmaniyah: Aspek Pembuatan, Nilai dan Transaksi pada Abad ke-16 M, menjelaskan bahwa Abad ke-16 merupakan era kecemerlangan daulah Ustmaniyah sebagai sebuah daulah Islam yang besar dan dianggap sebagai pemimpin dunia Islam. Pada masa itu pula kita bisa menyaksikan pencapaian daulah Ustmaniyah dalam perluasan kuasa politik yang meliputi benua Asia dan Eropa, pembangunan sosial dan juga ekonomi. Skop ekonomi terfokus membincangkan sejarah mata uang daulah Ustmaniyah dari segi pembuatan, penggunaan material, nilai mata uang dan juga transaksi yang dilakukan. Di samping itu, tinjauan juga dilakukan terhadap penggunaan mata uang daulah Ustmaniyah serta hubungannya terhadap perkembangan sistem mata uang Eropa.

Lebih lanjut Ermy Azziaty Rozali, Anwar Zainal Abidin dan Savket Pamuk menjelaskan adanya hubungan antara Ustmaniyah dengan Eropa merupakan elemen penting dalam sektor ekonomi jiran dan juga membawa dampak kemerosotan mata uang Ustmaniyah pada akhir periode. perkembangan sistem mata uang Eropa dan faktor geografi daulah Ustmaniyah yang berada di antara jalur perdagangan di antara Asia dan Eropa juga menjadi faktor yang menyumbang kepada ketidakstabilan sistem mata uang daulah tersebut. Berbeda dari sebagian pandangan sarjana diatas, Rodrigues bertutur tentang kemerosotan uang Ustmaniyah yang disebabkan adanya penyusutan dan penyelewengan pada saat penempaan mata uang Ustmaniyah tersebut. Hal ini terlihat dari karya Rodrigues yang menyatakan kemerosotan uang Ustmaniyah ialah kesalahan pemerintahan Ustmaniyah dengan mengurangi kadar uang saat penempaan. Jika merujuk kepada kasus pertama terkait penemuan uang Akce yang kadarnya berkurang, boleh jadi sesuai dengan pemaparan dari Rodrigues ini.

Wan Kamal Mujani, Anwar Zainal Abidin, dan Philip Grierson menambahkan bahwa terdapat pelbagai faktor yang menyebabkan kemerosotan mata uang Ustmaniyah, salah satunya ialah menukarkan uang emas dan perak kepada uang kertas karena seringnya keterlibatan Ustmaniyah dalam peperangan yang mengakibatkan kekurangan stok emas waktu itu. Pada tahun 1343H/ 1924M di bawah pemerintahan Abdul al-Majid II, kerajaan Ustmaniyah mengalami kehancuran. Bahkan, pada tahun itu juga uang Dinar dan Dirham tidak lagi menjadi uang resmi Ottoman Empire.

Pada kasus ini, penulis tidak ingin menafikan pelbagai faktor penyebab kemerosotan mata uang Ustmaniyah dan bersikap sependapat terhadap kemerosotan mata uang Ustmaniyah. Jika melihat kepada sebab-sebab terjadinya kemerosotan, maka peristiwa diatas bisa dianggap masuk akal. Sebab pertama kemerosotannya adalah karena Ustmaniyah terletak pada jalur dagang Asia Eropa, hal ini didukung fakta bahwa Istanbul merupakan pusat bertemunya rempah-rempah dan juga pedagang dari seluruh pelosok negeri. Pada saat terjadinya konversi/ tukaran uang, maka ada sedikit penyusutan nilai yang ditambah lagi uang Akce selalu mengikut standar uang Ducat.(Mujani, 2009, p. 26) Untuk pernjelasan Rodrigues terkait kemerosotan mata uang Akce merupakan kesalahan Ustmaniyah saat penempaannya, penulis mencoba untuk menghubungkan dengan pandangan Wan Kamal Mujani dan pihak yang sependapat terkait kekurangan stok emas. Jadi adanya penyusutan saat penempaan merupakan sebab dari kurangnya stok emas kerajaan Ustmaniyah.

B.    KEBIJAKAN FISKAL USTMANIYAH

1.       Sebab-sebab Fiskal Defisit dan Hutang Negara Ustmaniyah

Keiko Kiyotaki, Tevfik Guran, Charles Issawi, Donald C dan Blaisdell, The National Archives of the UK, Quataert, Du Velay, Owen, dan Birdal, sepakat bahwa terjadinya defisit fiskal bukanlah disebabkan perkara politik melainkan adanya kesalahan pada kebijakan kerajaan Ustmaniyah terutamanya kebijakan moneter. Hutang negara menumpuk karena meningkatnya pinjaman luar negeri. Peristiwa ini terkait erat terhadap keperluan yang mendesak antara konversi mata uang dinar kepada uang kertas serta kebutuhan pengeluaran fiskal pada saat Perang Crimean yang mendesak sehingga pinjaman merupakan cara yang dianggap paling tepat pada masa itu. Sebuah catatan hutang pertama kerajaan Ustmaniyah berjumlah 5 Juta Euro dengan bunga sebesar 6%. Dengan adanya hutang ini, permasalahan terkait kebutuhan uang bukannya terselesaikan melainkan bertambah karena pemasukan uang tidak bisa membayar hutang negara, sehingga kerajaan Ustmaniyah meminjam dana luar negeri. Tercatat pada beberapa periode setelahnya, pinjaman luar negeri mencapai 8 juta Euro dengan bunga 4%. Adanya pemasukan uang hasil pajak hanya mampu membayar bunga dari jumlah pinjaman luar negeri saja.

Adapun sumber pemasukan uang hasil pajak pada pemerintahan Ustmaniyah bersumber dari 3 sektor, yaitu: pajak langsung, pajak tidak langsung dan keuntungan ekonomi. Pajak langsung merupakan pendapatan utama kerajaan Ustmaniyah yang diperoleh dari pajak sektor pertanian, pendapatan, kambing Agnam dan lain sebagainya. Sedangkan pajak tidak langsung hanya mampu dijadikan sebagai pemasukan tingkat ketiga, yang mana pajak ini bersumber dari biaya masuk petani tembakau selain penduduk Istanbul. Pajak terakhir dari keuntungan ekonomi bersumber dari produksi garam, penjualan hasil tambang, hutan dan perikanan. Pada hakikatnya pendapatan dari ke 3 sektor ini akan bertambah, apabila pada masa bersamaan kerajaan Ustmaniyah mampu menguasai wilayah baru, sehingga pendapatan akan bertambah.(Kiyotaki, 2005, pp. 6-11)

Pada waktu bersamaan kerjaan Ustmaniyah mengeluarkan uang kertas/ Kaime,(Agoston & Masters, 2009, p. 75)[8] yang mana pada periode ini ternyata uang Kaime tidak digunakan oleh seluruh provinsi dari kerajaan Ustmaniyah. Hal ini sangatlah berdampak terhadap pendapatan pajak, dimana masyarakat membayar dengan uang koin. Uang koin tetap digunakan di beberapa wilayah Ustmaniyah dan mayoritas membayar pajak masih menggunakan uang koin. Pendapatan yang diterima kerajaan Ustmaniyah harus ditukarkan kepada uang kertas untuk membayar pinjaman hutang luar negeri. Adanya pertukaran uang koin/ syiling kepada uang kertas menyebabkan kerugiaan yang cukup dalam karena uang koin berada dibawah nilai uang Kaime.(Kiyotaki, 2005, pp. 6-11)

Stefania Ecchia, Roger Owen, Birdal, Blaisdell, dan Tezel sependapat dengan pandapat diatas dan mereka menambahkan keterangan bahwa pemerintahan Ustmaniyah benar-benar mengalami kemunduran yang sangat hancur pada sistem keuangan negara. Peristiwa ini disebabkan karena penyerahan pelbagai wilayah yang kaya sumber dayanya, sehingga berpengaruh terhadap pengurangan pendapatan pemerintah. Hal ini diperparah dengan adanya rancangan keuangan departemen yang membesar setiap tahunnya, disamping belum adanya badan audit dan pengakunan, sehingga menyebabkan korupsi terjadi di masa itu.

Permasalahan yang menghinggap di akhir periode Ustmaniyah tidak berhenti sebatas itu, melainkan ada permasalahan lain berupa uang kertas yang telah digunakan mengalami penurunan nilai serta pinjaman dengan bunga tinggi menambah kesulitan pemerintahan kerajaan Ustmaniyah. Pada kasus ini pula dijelaskan tentang pemerintahan dari Abdul Hamid II yang mendapati adanya kebangkrutan yang disebabkan oleh depresi besar oleh 2 elemen penting yaitu: permasalahan pada sektor ekspor yang tidak bisa menutupi pembayaran utang tahun lalu dan penurunan permintaan terhadap sektor pertanian kerajaan Ustmaniyah.(Stefania, 2010, p. 3) Inilah gambaran umum terkait kesalahan fatal hutang/ pinjaman luar negeri.

Sahillioglu, Tobakoglu, Mehmet Genc dan Guran dalam melengkapi sebab terjadinya defisit fiskal, yang mana peristiwa ini cukup menarik untuk disimak bahwa mereka menyebutkan adanya dualisme kalender/ tarikh pemerintahan Ustmaniyah. Dua tanggalan tersebut ialah Masehi dan Hijriyah. Lalu dimana letak permasalahan dengan kedua penanggalan diatas. Patut difahami seksama bahwa jumlah hari penanggalan Masehi adalah 365 hari sedangkan Hijriyah ialah 354 hari. Adanya perbedaan jumlah hari dalam 1 tahun ialah 11-12 hari. Kajian yang terjadi pada pemerintahan Ustmaniyah ialah adanya kalender masehi digunakan sebagai waktu pembayaran pajak ke negara, sedangkan kalender hijriyah adalah waktunya belanja negara. Peristiwa ini mengakinatkan terjadinya defisit keuangan 11 hari setiap tahun yang harus dipenuhi. Lebih lanjut lagi bahwa 33 tahun untuk masehi berarti negara memiliki pendapatan/ pemasukan 33 kali, bersamaan dengan 34 tahun hijriyah dengan pengeluaran 34 kali. Adanya perbedaan ini mengakibatkan pemrintahan Ustmaniyah wajib memenuhi anggaran belanja sebanyak 34 kali dengan total pendapatan sebanyak 33 kali.(Kiyotaki, 2005, pp. 11-12) Perbedaan dan permasalahan ekonomi di atas disebut sebagai masa/ waktu Skip. Dengan adanya permasalahan diatas, pemerintahan Ustmaniyah mengambil kebijakan dalam upaya menutupi kekurangan anggaran perbelanjaan, yakni dengan cara pajak paksa dan pembayaran pajak dimuka untuk tahun depan. Inilah kiranya kebijakan yang digunakan untuk menutupi kekurangan anggaran belanja pada masa kerajaan Ustmaniyah.(Kiyotaki, 2005, pp. 13-23)

Adanya deskripsi yang berbeda-beda terkait sebab defisit fiskal Ustmaniyah diatas, merupakan kelengkapan dari isu kebijakan fiskal yang menjadi fokus kajian. Pada hal ini penulis tidak ingin menolak beberapa pandangan diatas, karena menurut hemat penulis, adanya perbedaan diatas merupakan khazanah ilmu untuk memahami kajian fiskal defisit Ustmaniyah. Disamping itu, adanya sudut pendang yang berbeda serta pendekatan penelitian akan menghasilkan luaran penelitian yang berbeda. Secara umumnya penulis sependapat terkait sebab-sebab terjadinya defisit fiskal diatas.

C.    TABULASI ISU-ISU KEBIJAKAN MONETER DAN FISKAL MASA USTMANIYAH

Adanya tabulasi dari isu-isu dasar kebijakan masa Ustmaniyah pada hakikatnya untuk mempermudah dalam penarikan dan pengambilan kesimpulan. Singkat kata tabulasi dijadikan arahan dan rumusan untuk lebih memahami uraian yang telah disampaikan, dengan harapan adanya tabulasi ini lebih mengkerucutkan lagi isu-isu yang menjadi fokus kajian yakni kebijakan monetar dan fiskal pemerintahan Ustmaniyah.



No

Isu-isu Dasar Ustmaniyah

Sektor Kajian

Uraian

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

I.

 

 

 

 

 

 

 

 

M

O

N

E

T

E

R

 

 

 

 

 

 

Penemuan Uang Akce

Marta Rodrigues, M. Melcher, Zich, Wernisch and Monica Waas, J. Salomon and M. Guerra, M. Radtke and B. Muller, M. Alram and N. Schindel merupakan pihak yang ambil bagian dalam projek penentuan keaslian uang Akce.

Adanya standar dan ukuran uang Akce koin yang digunakan pada masa itu adalah berkadar 92%-97% atau 0,68gram/ koin.

Adapun hasil kesimpulan dari kajian lepas diatas ialah bahwa satu koin yang ditemukan memiliki berat dan ukuran hanya 0.38g/ koin.

Savket Pamuk, Manfred Schreiner and Marta Rodrigues, M. Mader, M. Melcher, M. Huerra, J. Salomon, M. Radtke, M. Alram, N. Schindel, W. Kocklemann, S. Siano, and XXV European Crystallographic Metting sependapat dan setuju bahwa uang Akce yang ditemukan memang bukan uang yang telah digunakan pada masa pemerintahan Ustmaniyah abad ke-16 dan 17 M.

 

 

 

 

Kemerosotan Nilai Mata Uang Ustmaniyah

Ermy Azziaty Rozali, Anwar Zainal Abidin dan Savket Pamuk dalam penjelasannya mengemukakan adanya hubungan antara Ustmaniyah dengan Eropa merupakan elemen penting dalam sektor ekonomi jiran dan juga membawa kepada kemerosotan mata uang Ustmaniyah pada akhir periode.

Wan Kamal Mujani, Anwar Zainal Abidin dan Philip Grierson menambahkan penjelasan, bahwa terdapat pelbagai faktor yang menyebabkan kemerosotan mata uang Ustmaniyah, salah satunya ialah menukarkan uang emas dan perak kepada uang kertas karena seringnya Ustmaniyah berperang yang mengakibatkan kekurangan stok emas pada masa itu.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

II

 

 

 

 

 

 

 

 

F

I

S

K

A

L

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sebab-sebab Fiskal Defisit dan Hutang Negara Ustmaniyah

Keiko Kiyotaki, Tevfik Guran, Charles Issawi, Donald C dan Blaisdell, The National Archives of the UK, Quataert, Du Velay, Owen, dan Bridal, bersepakat bahwa terjadinya defisit fiskal bukanlah disebabkan perkara politik melainkan adanya kesalahan pada dasar kebijakan kerajaan Ustmaniyah terutamanya kebijakan moneter. Hutang negara menumpuk karena meningkatnya pinjaman luar negeri.

Stefania Ecchia, Roger Owen, Bridal, Blaisdell, dan Tezel bersepakat dengan pandapat diatas dan mereka menambahkan bahwa Ustmaniyah benar-benar mengalami kemunduran yang sangat hancur pada sistem keuangan negara. Hal ini disebabkan karena penyerahan pelbagai wilayah kaya sehingga berdampak terhadap pengurangan pendapatan pemerintah. Hal ini diperparah dengan adanya rancangan keuangan departemen yang membesar setiap tahunnya, disamping tidak adanya badan audit dan pengakunan, sehingga menyebabkan banyaknya terjadi korupsi pada masa itu.

Sahillioglu, Tobakoglu, Mehmet Genc dan Guran dalam melengkapi sebab terjadinya defisit fiskal, yang mana faktor yang satu ini cukup menarik disimak bahwa mereka menyebutkan adanya dualisme kalender/ penanggalan masaUstmaniyah. Dua kalender tersebut ialah kalender Masehi dan Hijriyah yang keduanya digunakan dengan fungsi yang berbeda-beda.

 

 

 


 

D.    EFEKTIFITAS DASAR KEBIJAKAN KERAJAAN USTMANIYAH DI MASA MENDATANG

Telah diuraikan secara terperinci pandangan para sarjana, peneliti maupun steakholder terkait ekonomi Islam masa Ustmaniyah, baik berupa kasus dari kajian-kajian lepas. Ekonomi Islam kerajaan Ustmaniyah memfokuskan kajian kepada kajian dasar kebijakan moneter dan fiskal, karena dengan memahami kedua dasar kebijakan diatas kita bisa mengambil gambaran secara menyeluruh terhadap ekonomi masa Ustmaniyah secara detail serta melengkapi gambaran berupa permasalahan-permasalahan yang telah terjadi pasa masa itu. Tulisan yang penulis susun ini memang difokuskan tentang kekurangan pemerintahan Ustmaniyah, karena pada bagian ini penulis menguraikan perkara-perkara yang bisa kita jadikan pelajaran, manfaat dan acuan yang bisa digunakan guna menuju perekonomian yang maju di masa mendatang.

Banyak kata mutiara berisikan pentingnya suatu pengalaman, Pengalaman Ialah Guru Terbaik. Maka penulis berkeyakinan bahwa sejarah merupakan salah satu guru terbaik, karena dari sejarah kita bisa memahami permasalahan yang telah terjadi pada waktu itu dan agar tidak berulang untuk kedua kalinya. Dasar kebijakan moneter memberikan informasi dan berita terhadap ketidakstabilan keuangan serta nilai mata uang yang digunakan pada masa Ustmaniyah dan apa yang berlaku pada waktu itu. Dasar kebijakan fiskal memberikan gambaran sistem ekonomi Ustmaniyah beserta kerusakkan yang terjadi waktu itu dan bagaimana mengurusi permasalahan-permasalahan tersebut. Dasar fiskal pun memberikan pandangan terkait kestabilan ekonomi masa Ustmaniyah dengan beberapa pendekatan kajian.

Adapun beberapa perkara yang masih bisa dan layak digunakan dimasa modern sekarang ini, salah satunya adalah penggunaan mata uang demi mencapai tujuan hidup. Kaedah ini lebih terkhusus kepada penggunaan uang dinar dan dirham di masa modern. Akan tetapi perkara ini harus disiapkan dengan baik, agar tidak terjadi kerusakan hingga konversi kepada uang kertas kembali. Kiranya perlu disiapkan Blue Print bagi siapa saja yang ingin menggunakan kaedah ini. Analisis yang dalam dan tajam amatlah diperlukan demi keberlangsungan uang dinar dan dirham, terutama sekali sumber emas dan perak yang digunakan dalam bahan pencetakan uang dinar dan dirham. Standarisasi mata uang juga tak kalah penting dalam perkara ini dan layak dikaji pada masa mendatang tentang siapa yang mengatur nilai emas dan perak itu sendiri.

Berkaitan dengan efektifitas dasar kebijakan moneter, maka dasar kebijakan fiskal juga bisa memberikan sedikit arahan untuk kejayaan di masa mendatang. Tentu perkara pertama adalah investasi untuk hal-hal dasar dan penguasaan jalur dagang layak digunakan agar mampu meningkatkan pendapatan negara di masa mendatang. Disamping itu pula melihat akan pentingnya fungsi badan audit dan pengakunan ditambahkan dengan transparansi lebih mendukung pentingnya bersifat hemat pada pengeluaran negara serta mengurangkan angka korupsi yang terjadi pada pemerintahan dimanapun berada. Itulah kiranya beberapa perkara yang bisa kita contoh demi mencapai kejayaan suatu bangsa dimasa mendatang.

E.    KESIMPULAN

Dari hasil penjelasan diatas, maka dapat diambil kesimpulan diantaranya adalah sebagai berikut:

1.      Efektifitas dasar kebijakan moneter dan fiskal dengan adanya kaedah berupa penggunaan uang dinar dan dirham, penguasaan berbagai jalur perdagangan dan pentingnya badan audit serta pengakunan demi kemajuan suatu negara. Dari semua perkara yang diajukan, jelas sekali hubungan antara Ekonomi Islam dengan ekonomi umum, yang membedakan hanyalah kaedah uang dinar dan dirham saja. Bukan perkara yang mustahil untuk menggunakan beberapahasil penjelasan diatas. Hal ini sama dengan peristiwa perbankan syariah sebelum didirikan dan dikenal secara umum.

2.      Adanya badan audit dan pengakunan berupa transparansi merupakan suatu keharusan untuk menghematkan anggaran negara, agar tidak dirasa oleh sedikit pihak saja dalam konsep korupsi yang banyak merugikan negara karena penyalahgunaan jabatan yang diembannya. Jika perkara ini diterapkan banyak sekali manfaat yang akan diperoleh dari kajian ini.

 

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Anwar Zainal, �Sejarah penggunaaan mata wang dinar,��Ulum Islamiyyah 1, No 1 �������� (2002).

Abidin Anwar Zainal. Sejarah penggunaan matawang Dinar. Seminar Dinar Peringkat �������� Kebangsaan. KUIM. 16 March 2002.

Agoston Gabor and Masters Bruce, Facts On File Library On World History: Encyclopedia Of The Ottoman Empire (New York: An imprint of Infobase Publishing, 2009M).

Alram M. and N. Schindel (Numismatic Commission).

Azziaty Ermy, Prosiding Seminar Antarabangsa, Sistem Matawang Dawlah Uthmaniyyah: �������� Aspek Pembuatan, Nilai dan Transaksi pada Abad ke-16M (Selangor: Jabatan���� Pengajian Arab dan Tamadun Islam, Fakulti Pengajian Islam, Universiti Kebangsaan ���� Malaysia, Bangi, 2009).

Birdal Murat, The Political Economy of Ottoman Public Debt, (New York: Tauris Academic Studies, 2010).

CDM-Executive Board, �Deffinitions of Policy and Programme of Activities,� (Annotated ��� Agenda, UNFCCC/ CCNUCC).

Donald C. Blaisdell, European Financial Control in the Ottoman Empire, (New York: Columbia University Press 1966).

Ecchia Stefania, The Economic Policy of the Ottoman Empire 1876-1922, (Italy: University ��� Of Salerno, 2010).

Gen� Mehmet, �Osmanlı Maliyesinde Malikane Sistemi�, in �nal Nalbantoğlu and Osman ������� Okyar ����������� (eds.), T�rkiye Iktisat Semineri (Ankara: hacettepe universitesi, 1975).

Grierson Philip, �The monetary reforms of �Abd al-Malik.� Journal of the Economic and �� Social History of the ����������� Orient. 3 (1960).

G�ran Tevfik, Tanzimat D�neminde Osmanlı Maliyesi: B�t�eler ve Hazine Hesapları, 1841-1861, �������� (Ankara: T�rk Tarih Kurumu Basımevı 1989).

Issawi Charles, The Economic History of Turkey 1800�1914, (Chicago and London: The ��� University of Chicago Press, 1980).

Kiyotaki Keiko, Ottoman State Finance: A Study of Fiscal Defisits and Internal Debt in 1859-1863, (United Kingdom: Department of Economic History, London School of ���������� Economics, 2005).

Kocklemann W., S. Siano, M. Schreiner: Time Of Light Neotron Diffraction (TOF-ND) for characterising ����������� archaeological artefacts. Studio e Conservazione Manufatti archeologici, Nardini Editore, Firenza 2004.

Melcher M., Statistical Analysis.(Melcher)

Mujani Wan Kamal, Sejarah Dinar Menyusuri Zaman (Malaysia: Portal Resmi Muamalat ��� dan Kewangan Islam, 2009).

Owen Roger, The Middle East in the World Economy 1800-1914, (London: I.B.Tauris, 2002).

Pamuk Sevket, A Monetary History of the Ottoman Empire (United Kingdom: Cambridge �� University Press, 2000M).(Radtke & Muller)

Pamuk Savket, �In the absence of domestic currency: Debased european coinage in the ���������� seventeenth-century Ottoman empire�. Journal of Economic History 57, (1997).

Pamuk Sevket, The disentegration of the Ottoman monetary system during the seventeenth ��� century, Dennis O. Flynn & Arturo Giraldez (sunt.), Metals and monies in an ���������� emerging global economy, Variorum, London, (1997).

�Policy Definition� (An Introduction, Council Policy Manual).

Quataert Donald, The Ottoman Empire, 1700-1922, (United Kingdom UK: Cambridge �� University Press, 2000).

Radtke M. and B. Muller, Lab BAM (Federal Institute for Materials Research and Testing, ������ Bessy) ����������� Berlin (SR-XRF).

Rodrigues M., M. Schreiner, M. Mader, M. Melcher, M. Huerra, J. Salomon, M. Radtke, M. ���� Alram, N. Schindel, the hoard of becin-non-destructive analysis of the silver coins. ������ Appl. Phys. 2009 in press.

Rodrigues Marta, PhD Student at the Institute of Science and Technology in Art, Academy of ���������� Fine Arts Vienna.

Salomon J. and M. Guerra, Laboratory AGLAE in Louvre, C2RMF, Paris (PIXE).

Schreiner Manfred, Marta Rodrigues, The Silver Content Of The Akce Coins During The ����� Reigns Of Murad 3, Mehmad 3 and Ahmed 1, (Austria: Institute of Science and Technology in Art Academy of Fine Arts Vienna, 2009M).

S Tezel Y., �Notes on the Consolidated Foreign Debt of the Ottoman Empire: the servicing of �������� the loans�, The Turkish Year Book of International Relations, (1972).

The National Archives of the UK (TNA): Public Record Office (PRO) FO 424/24, Re-size:13.0pt;line-height:150%;font-family:"Garamond"port on ��������� the Financial Condition of Turkey.

Tabakoğlu Ahmet, Osmanlı Maliyesi, (Turki: Dergah Yayinlari Istanbul, 1985).

Velay A Du, Essai sur l'Histoire financi�re de la Turquie, (Hongkong: Forgotten Books, ����� 2013), (Original Work Published, 1903).

Wernisch and Monica Waas, Institute of Solid State Physics, Vienna University of ������� Technology (SEM/EDX).

XXV European Crystallographic Meeting, Satellite Conference, Symmetry and Crystallography in Turkish art and Culture, Istancul, Turkey, 14-16 August 2009. ������� Organized by: The IUCr Commission on Mathematical and Theoretical ��������� Crystallography (MaThCryst) and The IUCr Commission on Crystallography in Art ��������� and Cultural Heritage (CrysAC).

Zich, �-XRF Measurements.



[1]������ Akce is A Small Ottoman silver coin that also served as a unit of account.

[2]������ XRF ialah X-ray Fluorescance Analysis.

[3]������ PIXE mean Particle (Proton) Induced X-Ray Emission.

[4]������ Sy-XRF mean XRF by using Synchrotron radiation.

[5]������ SEM/EDX mean energy dispersive X-Ray Microanalysis in a scanning Electron Microscope..

[6]������ XRD mean X-Ray Diffraction Analysis.

[7]������ ND mean neutron Diffraction Analysis.

[8]������ Modernization and reform campaigns that began at the end of the 18th century in the Ottoman Empire ������������ initially applied to the military During the 19th century they expanded into administrative and financial areas. These ideas were first declared in 1839 in the Imperial Rescript of Gulhane (Tanzimat). The Imperial ������ Rescript of 1856 recognized the existence of banks in a modern sense for the first time in the Ottoman ����������� Empire. These financial reforms were driven by four primary needs: to stabilize exchange rates; to ������������� withdraw debased coins and standardizecoin currency; to withdraw unstable kaime (paper money); and to �� establish a state bank to control the issue and circulation of paper money and provide stability in the money ���� markets. Government reform efforts, borrowing requirements, and increasing international trade, particularly with European countries, accelerated the process of establishing modern banks.


 [mee1]Footnote saya hapus semua, karena hanya menjelaskan siapa orang2 ini: like this [1]������������� Marta Rodrigues, PhD Student at the Institute of Science and Technology in Art, Academy of Fine Arts �������� Vienna.

[1]������ M. Melcher, Statistical analysis.

[1]������ Zich, �-XRF Measurements.

[1]������ Wernisch and Monica Waas, Institute of Solid State Physics, Vienna University of Technology ������������� (SEM/EDX).

[1]������ J. Salomon and M. Guerra, Laboratory AGLAE in Louvre, C2RMF, Paris (PIXE).

[1]������ M. Radtke and B. Muller, Lab BAM (Federal Institute for Materials Research and Testing, Bessy) Berlin ����������� (SR-XRF).

[1]�������������� M. Alram and N. Schindel (Numismatic Commission).