POTRET
DASAR KEBIJAKAN EKONOMI UTSMANIYAH: SUATU SOROTAN
LITERATUR
(Basic Portrait Ottoman Economic Policy: A
Literature Review)
Anggoro Sugeng
Jabatan Sharia and Economics, Akademi Pengkajian
Islam, University of Malaya, Malaysia
E-mail: [email protected]
Abstract
Economic policy of the state is a process to achieve
certain goals implemented by the government of a country. The existence of a
country's economic goals, means of support necessary to achieve it. Guidelines
and state policy directions can be budget plan, capital improvements formulated
by the state for use in the future. In economic studies, economic policy of a
country is divided into two parts, namely monetary policy and fiscal policy.
This article aims to understand the issues from both the Ottomans basic
economic policies, both monetary and fiscal. While the methodology used is to
look at the literature of the researchers highlight different perspectives and
views, which of all the literature is intended to complement and add to the
treasures of knowledge in the basic scope Ottomans policy. As for the results
of this study are the determination of money Akce evidence and found that the
money was not used during the reign of Ottomans. While the existence of trade
relations between the Ottomans and the European economy is a factor increasing
Ottomans and a cause of the decline in currency values Akce, Ottomans were in
short supply in addition to gold and silver as a money it self. The results of
the study of fiscal policy shows that the fiscal deficit is not a political
matter but due to a mistake in policy Ottomans empire, either in the form of
debt, delivery of various rich region, reduced state revenues, the department
's financial plan swells each year, the lack of audit and account, corruption
and differences in the pattern of the budget of the Islamic calendar and the AD
were used simultaneously.
Keywords : Policy, Monetary, Fiscal, Economic and
Ottomans.
I.
PENGENALAN
Kebijakan ekonomi negara merupakan proses
untuk mencapai tujuan tertentu yang dilaksanakan oleh pemerintah sebuah negara.
II.
POTRET KEBIJAKAN MASA KERAJAAN USTMANIYAH
Isu-isu kebijakan ekonomi yang muncul pada
masa kerajaan Ustmaniyah adalah seputar panduan dan arah kebijakan moneter dan
kebijakan fiskal, agar sesuai dan berjalan sebagai mana mestinya. Pada kajian
kebijakan moneter dijelaskan secara detail mata uang yang telah digunakan dan
dijadikan alat pembayaran, pertukaran dan untuk mempermudah segala macam bentuk
pembayaran terutamanya pajak kepada negara, hal ini ditegaskan dengan adanya
sejarah berlakunya mata uang itu sendiri.
A.
KEBIJAKAN MONETER USTMANIYAH
1.
Penemuan Uang Akce
Ekonomi Islam masa Ustmaniyah sering dikaitkan dengan
isu kebijakan negara yang digunakan pada pemerintahan Ustmaniyah. Studi kasus
kebijakan moneter masa Ustmaniyah ditemukan pada tahun 2000 M, berupa ditemukannya
60.000 koin Akce,[1]
tepatnya di wilayah Becin Kalesi Turki oleh Prof Unal, Ege University Of Izmir.
Marta Rodrigues, M. Melcher, Zich, Wernisch and Monica
Waas, J. Salomon and M. Guerra, M. Radtke and B. Muller, M. Alram and N.
Schindel[mee1] , merupakan pihak yang mengambil
bagian untuk penelitian lebih lanjut terkait penemuan uang Akce diatas. Adapun landasan
teori yang digunakan dalam penentuan standar/ kadar uang Akce berasal dari
Savket Pamuk dengan bukunya yang berjudul A Monetary History of the Ottoman
Empire bab 8 Debasement and Disintegration yaitu:
�Economic historians generally agree that the
fortunes of the Ottoman economy and state finances took a sharp turn for the
worse during the closing decades of the sixteenth century. Stability and
expansion were replaced by stagnation and crisis, if not constraction. The
growing fiscal difficulties culminated in the largest debasement to date and
one of the largest in Ottoman history that reduced the silver content of the
Akce by 44 percents. The precise date of this operation has not been
established. It was undertaken after 1584, most probably in 1585.�
dari kutipan diatas kita bisa memahami bahwa pada abad
ke-16 telah terjadi penurunan nilai serta kehancuran-kehancuran pada sistem keuangan
kerajaan Ustmaniyah. Lebih lanjut dalam projek penelitian ini ingin membuktikan
dan mengetahui tentang uang Akce yang ditemukan dengan alat pembuktian berupa
XRF[2],
PIXE[3],
Sy-XRF[4],
SEM/EDX[5],
XRD[6]
dan ND[7].
Satu hal yang sangat penting sebelum menentukan apakah
uang temuan tersebut masuk kategori orisinal atau hanya sebatas uang yang
dipalsukan. Ada kadar dan ukuran uang Akce yang digunakan pada periode tersebut
adalah berkadar 92%-97%. Lebih detail penggunaan uang Akce pada masa khalifah Ustmaniyah
abad ke-16 dan 17 adalah sebagai berikut:
� Murad 3 (1574-1595M)������������ berkadar 93.39%.
� Mehmad 3 (1595-1603M)�������� ����������� berkadar
93.80%.
� Ahmed 1 (1603-1617M)���������������������� berkadar 93.05%
Dengan adanya standar uang Akce diatas dapat disimpulkan
bahwa setiap koin Akce itu memiliki berat dan ukuran berupa silver adalah
0.68g/ koin. Setelah adanya standar diatas, penentuan temuan uang Akce akan lebih
mudah ditentukan. Adapun hasil kesimpulan dari kajian lepas diatas ialah bahwa
satu koin/ syiling yang ditemukan memiliki berat dan ukuran 0.38g/ syiling.
Dalam perkara ini, penulis sependapat akan hasil
rumusan yang diungkap oleh para peneliti. Uang yang ditemukan bukanlah tergolong
uang asli karena adanya penyusutan dari standar uang abad ke-16 dan ke-17M.
Dengan alat analisa yang detail oleh para arkelog rumusan diatas terselesaikan
dan mampu menjawab ketidakbenaran hipotesis beberapa pihak, sehingga uang
temuan tersebut merupakan copy-an dan bukan uang orisinal dari uang Akce pada
kurun ke-16 dan ke-17M.
Savket Pamuk, Manfred Schreiner and Marta Rodrigues,
M. Mader, M. Melcher, M. Huerra, J. Salomon, M. Radtke, M. Alram, N. Schindel, W.
Kocklemann, S. Siano, and XXV European Crystallographic Metting sependapat dan
setuju bahwa uang Akce yang ditemukan bukanlah uang yang telah digunakan pada
masa pemerintahan Ustmaniyah abad ke-16 dan 17M, uang Akce hasil temuan bukanlah
uang bersifat orisinal, akan tetapi uang Akce temuan bersifat palsu atau hanya
sekedar tiruan dari uang Akce abad ke-16 dan 17.
2.
Kemerosotan Mata Uang Ustmaniyah
Ermy Azziaty Rozali menulis artikel berjudul Sistem
Mata Wang Dawlah Uthmaniyah: Aspek Pembuatan, Nilai dan Transaksi pada Abad
ke-16 M, menjelaskan bahwa Abad ke-16 merupakan era kecemerlangan daulah
Ustmaniyah sebagai sebuah daulah Islam yang besar dan dianggap sebagai pemimpin
dunia Islam. Pada masa itu pula kita bisa menyaksikan pencapaian daulah Ustmaniyah
dalam perluasan kuasa politik yang meliputi benua Asia dan Eropa, pembangunan
sosial dan juga ekonomi. Skop ekonomi terfokus membincangkan sejarah mata uang
daulah Ustmaniyah dari segi pembuatan, penggunaan material, nilai mata uang dan
juga transaksi yang dilakukan. Di samping itu, tinjauan juga dilakukan terhadap
penggunaan mata uang daulah Ustmaniyah serta hubungannya terhadap perkembangan
sistem mata uang Eropa.
Lebih lanjut Ermy Azziaty Rozali, Anwar
Zainal Abidin dan Savket Pamuk menjelaskan adanya hubungan antara Ustmaniyah dengan
Eropa merupakan elemen penting dalam sektor ekonomi jiran dan juga membawa dampak
kemerosotan mata uang Ustmaniyah pada akhir periode. perkembangan sistem mata
uang Eropa dan faktor geografi daulah Ustmaniyah yang berada di antara jalur perdagangan di antara Asia
dan Eropa juga menjadi faktor yang menyumbang kepada ketidakstabilan sistem
mata uang daulah tersebut. Berbeda dari sebagian pandangan sarjana diatas,
Rodrigues bertutur tentang kemerosotan uang Ustmaniyah yang disebabkan adanya penyusutan dan penyelewengan
pada saat penempaan mata uang Ustmaniyah tersebut. Hal ini
terlihat dari karya Rodrigues yang menyatakan kemerosotan uang Ustmaniyah ialah kesalahan pemerintahan Ustmaniyah dengan mengurangi kadar uang saat penempaan. Jika
merujuk kepada kasus pertama terkait penemuan uang Akce yang kadarnya
berkurang, boleh jadi sesuai dengan pemaparan dari Rodrigues ini.
Wan Kamal Mujani, Anwar Zainal Abidin, dan
Philip Grierson menambahkan bahwa terdapat pelbagai faktor yang menyebabkan
kemerosotan mata uang Ustmaniyah, salah satunya ialah menukarkan uang emas dan
perak kepada uang kertas karena seringnya keterlibatan Ustmaniyah dalam
peperangan yang mengakibatkan kekurangan stok emas waktu itu. Pada tahun 1343H/
1924M di bawah pemerintahan Abdul al-Majid II, kerajaan Ustmaniyah mengalami
kehancuran. Bahkan, pada tahun itu juga uang Dinar dan Dirham tidak lagi
menjadi uang resmi Ottoman Empire.
Pada kasus ini, penulis tidak ingin
menafikan pelbagai faktor penyebab kemerosotan mata uang Ustmaniyah dan
bersikap sependapat terhadap kemerosotan mata uang Ustmaniyah. Jika melihat
kepada sebab-sebab terjadinya kemerosotan, maka peristiwa diatas bisa dianggap
masuk akal. Sebab pertama kemerosotannya adalah karena Ustmaniyah terletak pada
jalur dagang Asia Eropa, hal ini didukung fakta bahwa Istanbul merupakan pusat
bertemunya rempah-rempah dan juga pedagang dari seluruh pelosok negeri. Pada
saat terjadinya konversi/ tukaran uang, maka ada sedikit penyusutan nilai yang ditambah
lagi uang Akce selalu mengikut standar uang Ducat.
B.
KEBIJAKAN FISKAL USTMANIYAH
1.
�Sebab-sebab Fiskal Defisit dan Hutang Negara Ustmaniyah
Keiko Kiyotaki, Tevfik Guran, Charles
Issawi, Donald C dan Blaisdell, The National Archives of the UK, Quataert, Du Velay,
Owen, dan Birdal, sepakat bahwa
terjadinya defisit fiskal bukanlah disebabkan perkara politik melainkan adanya
kesalahan pada kebijakan kerajaan Ustmaniyah terutamanya kebijakan moneter.
Hutang negara menumpuk karena meningkatnya pinjaman luar negeri. Peristiwa ini
terkait erat terhadap keperluan yang mendesak antara konversi mata uang dinar kepada
uang kertas serta kebutuhan pengeluaran fiskal pada saat Perang Crimean yang
mendesak sehingga pinjaman merupakan cara yang dianggap paling tepat pada masa
itu. Sebuah catatan hutang pertama kerajaan Ustmaniyah berjumlah 5 Juta Euro
dengan bunga sebesar 6%. Dengan adanya hutang ini, permasalahan terkait
kebutuhan uang bukannya terselesaikan melainkan bertambah karena pemasukan uang
tidak bisa membayar hutang negara, sehingga kerajaan Ustmaniyah meminjam dana
luar negeri. Tercatat pada beberapa periode setelahnya, pinjaman luar negeri
mencapai 8 juta Euro dengan bunga 4%. Adanya pemasukan uang hasil pajak hanya
mampu membayar bunga dari jumlah pinjaman luar negeri saja.
Adapun sumber pemasukan uang hasil pajak
pada pemerintahan Ustmaniyah bersumber dari 3 sektor, yaitu: pajak langsung,
pajak tidak langsung dan keuntungan ekonomi. Pajak langsung merupakan
pendapatan utama kerajaan Ustmaniyah yang diperoleh dari pajak sektor pertanian,
pendapatan, kambing Agnam dan lain sebagainya. Sedangkan pajak tidak
langsung hanya mampu dijadikan sebagai pemasukan tingkat ketiga, yang mana
pajak ini bersumber dari biaya masuk petani tembakau selain penduduk Istanbul.
Pajak terakhir dari keuntungan ekonomi bersumber dari produksi garam, penjualan
hasil tambang, hutan dan perikanan. Pada hakikatnya pendapatan dari ke 3 sektor
ini akan bertambah, apabila pada masa bersamaan kerajaan Ustmaniyah mampu
menguasai wilayah baru, sehingga pendapatan akan bertambah.
Pada waktu bersamaan kerjaan Ustmaniyah
mengeluarkan uang kertas/ Kaime,
Stefania Ecchia, Roger Owen, Birdal, Blaisdell, dan
Tezel sependapat dengan pandapat diatas dan mereka menambahkan keterangan bahwa
pemerintahan Ustmaniyah benar-benar mengalami kemunduran yang sangat hancur
pada sistem keuangan negara. Peristiwa ini disebabkan karena penyerahan
pelbagai wilayah yang kaya sumber dayanya, sehingga berpengaruh terhadap
pengurangan pendapatan pemerintah. Hal ini diperparah dengan adanya rancangan
keuangan departemen yang membesar setiap tahunnya, disamping belum adanya badan
audit dan pengakunan, sehingga menyebabkan korupsi terjadi di masa itu.
Permasalahan yang menghinggap di akhir
periode Ustmaniyah tidak berhenti sebatas itu, melainkan ada permasalahan lain berupa
uang kertas yang telah digunakan mengalami penurunan nilai serta pinjaman dengan
bunga tinggi menambah kesulitan pemerintahan kerajaan Ustmaniyah. Pada kasus
ini pula dijelaskan tentang pemerintahan dari Abdul Hamid II yang mendapati
adanya kebangkrutan yang disebabkan oleh depresi besar oleh 2 elemen penting
yaitu: permasalahan pada sektor ekspor yang tidak bisa menutupi pembayaran
utang tahun lalu dan penurunan permintaan terhadap sektor pertanian kerajaan Ustmaniyah.
Sahillioglu, Tobakoglu, Mehmet Genc dan
Guran dalam melengkapi sebab terjadinya defisit fiskal, yang mana peristiwa ini
cukup menarik untuk disimak bahwa mereka menyebutkan adanya dualisme kalender/
tarikh pemerintahan Ustmaniyah. Dua tanggalan tersebut ialah Masehi dan
Hijriyah. Lalu dimana letak permasalahan dengan kedua penanggalan diatas. Patut
difahami seksama bahwa jumlah hari penanggalan Masehi adalah 365 hari sedangkan
Hijriyah ialah 354 hari. Adanya perbedaan jumlah hari dalam 1 tahun ialah 11-12
hari. Kajian yang terjadi pada pemerintahan Ustmaniyah ialah adanya kalender
masehi digunakan sebagai waktu pembayaran pajak ke negara, sedangkan kalender
hijriyah adalah waktunya belanja negara. Peristiwa ini mengakinatkan terjadinya
defisit keuangan 11 hari setiap tahun yang harus dipenuhi. Lebih lanjut lagi
bahwa 33 tahun untuk masehi berarti negara memiliki pendapatan/ pemasukan 33
kali, bersamaan dengan 34 tahun hijriyah dengan pengeluaran 34 kali. Adanya
perbedaan ini mengakibatkan pemrintahan Ustmaniyah wajib memenuhi anggaran
belanja sebanyak 34 kali dengan total pendapatan sebanyak 33 kali.
Adanya deskripsi yang berbeda-beda terkait
sebab defisit fiskal Ustmaniyah diatas, merupakan kelengkapan dari isu
kebijakan fiskal yang menjadi fokus kajian. Pada hal ini penulis tidak ingin
menolak beberapa pandangan diatas, karena menurut hemat penulis, adanya perbedaan
diatas merupakan khazanah ilmu untuk memahami kajian fiskal defisit Ustmaniyah.
Disamping itu, adanya sudut pendang yang berbeda serta pendekatan penelitian akan
menghasilkan luaran penelitian yang berbeda. Secara umumnya penulis sependapat
terkait sebab-sebab terjadinya defisit fiskal diatas.
C.
TABULASI ISU-ISU KEBIJAKAN MONETER DAN FISKAL MASA USTMANIYAH
Adanya tabulasi dari isu-isu dasar
kebijakan masa Ustmaniyah pada hakikatnya untuk mempermudah dalam penarikan dan
pengambilan kesimpulan. Singkat kata tabulasi dijadikan arahan dan rumusan
untuk lebih memahami uraian yang telah disampaikan, dengan harapan adanya
tabulasi ini lebih mengkerucutkan lagi isu-isu yang menjadi fokus kajian yakni
kebijakan monetar dan fiskal pemerintahan Ustmaniyah.
No |
Isu-isu Dasar
Ustmaniyah |
Sektor Kajian |
Uraian |
I. |
M O N E T E R |
Penemuan Uang Akce |
Marta Rodrigues, M.
Melcher, Zich, Wernisch and Monica Waas, J. Salomon and M. Guerra, M. Radtke
and B. Muller, M. Alram and N. Schindel merupakan pihak yang ambil bagian
dalam projek penentuan keaslian uang Akce. |
Adanya standar dan
ukuran uang Akce koin yang digunakan pada masa itu adalah berkadar 92%-97%
atau 0,68gram/ koin. |
|||
Adapun hasil
kesimpulan dari kajian lepas diatas ialah bahwa satu koin yang ditemukan
memiliki berat dan ukuran hanya 0.38g/ koin. |
|||
Savket Pamuk, Manfred
Schreiner and Marta Rodrigues, M. Mader, M. Melcher, M. Huerra, J. Salomon,
M. Radtke, M. Alram, N. Schindel, W. Kocklemann, S. Siano, and XXV European
Crystallographic Metting sependapat dan setuju bahwa uang Akce yang ditemukan
memang bukan uang yang telah digunakan pada masa pemerintahan Ustmaniyah abad
ke-16 dan 17 M. |
|||
Kemerosotan Nilai
Mata Uang Ustmaniyah |
Ermy Azziaty Rozali,
Anwar Zainal Abidin dan Savket Pamuk dalam penjelasannya mengemukakan adanya
hubungan antara Ustmaniyah dengan Eropa merupakan elemen penting dalam sektor
ekonomi jiran dan juga membawa kepada kemerosotan mata uang Ustmaniyah pada
akhir periode. |
||
Wan Kamal Mujani,
Anwar Zainal Abidin dan Philip Grierson menambahkan penjelasan, bahwa
terdapat pelbagai faktor yang menyebabkan kemerosotan mata uang Ustmaniyah,
salah satunya ialah menukarkan uang emas dan perak kepada uang kertas karena
seringnya Ustmaniyah berperang yang mengakibatkan kekurangan stok emas pada
masa itu. |
|||
II |
F I S K A L |
Sebab-sebab Fiskal
Defisit dan Hutang Negara Ustmaniyah |
Keiko Kiyotaki,
Tevfik Guran, Charles Issawi, Donald C dan Blaisdell, The National Archives
of the UK, Quataert, Du Velay, Owen, dan Bridal, bersepakat bahwa terjadinya
defisit fiskal bukanlah disebabkan perkara politik melainkan adanya kesalahan
pada dasar kebijakan kerajaan Ustmaniyah terutamanya kebijakan moneter.
Hutang negara menumpuk karena meningkatnya pinjaman luar negeri. |
Stefania Ecchia,
Roger Owen, Bridal, Blaisdell, dan Tezel bersepakat dengan pandapat diatas
dan mereka menambahkan bahwa Ustmaniyah benar-benar mengalami kemunduran yang
sangat hancur pada sistem keuangan negara. Hal ini disebabkan karena
penyerahan pelbagai wilayah kaya sehingga berdampak terhadap pengurangan
pendapatan pemerintah. Hal ini diperparah dengan adanya rancangan keuangan
departemen yang membesar setiap tahunnya, disamping tidak adanya badan audit
dan pengakunan, sehingga menyebabkan banyaknya terjadi korupsi pada masa itu. |
|||
Sahillioglu,
Tobakoglu, Mehmet Genc dan Guran
dalam melengkapi sebab terjadinya defisit
fiskal, yang mana faktor yang satu ini cukup menarik disimak bahwa mereka
menyebutkan adanya dualisme kalender/ penanggalan masa� Ustmaniyah. Dua kalender tersebut ialah
kalender Masehi dan Hijriyah yang keduanya digunakan dengan fungsi yang
berbeda-beda. |
D.
EFEKTIFITAS DASAR KEBIJAKAN KERAJAAN USTMANIYAH DI
MASA MENDATANG
Telah diuraikan secara
terperinci pandangan para sarjana, peneliti maupun steakholder terkait ekonomi
Islam masa Ustmaniyah, baik berupa kasus dari kajian-kajian lepas. Ekonomi
Islam kerajaan Ustmaniyah memfokuskan kajian kepada kajian dasar kebijakan
moneter dan fiskal, karena dengan memahami kedua dasar kebijakan diatas kita bisa
mengambil gambaran secara menyeluruh terhadap ekonomi masa Ustmaniyah secara
detail serta melengkapi gambaran berupa permasalahan-permasalahan yang telah
terjadi pasa masa itu. Tulisan yang penulis susun ini memang difokuskan tentang
kekurangan pemerintahan Ustmaniyah, karena pada bagian ini penulis menguraikan
perkara-perkara yang bisa kita jadikan pelajaran, manfaat dan acuan yang bisa digunakan
guna menuju perekonomian yang maju di masa mendatang.
Banyak kata mutiara
berisikan pentingnya suatu pengalaman, Pengalaman Ialah Guru Terbaik.
Maka penulis berkeyakinan bahwa sejarah merupakan salah satu guru terbaik,
karena dari sejarah kita bisa memahami permasalahan yang telah terjadi pada
waktu itu dan agar tidak berulang untuk kedua kalinya. Dasar kebijakan moneter
memberikan informasi dan berita terhadap ketidakstabilan keuangan serta nilai
mata uang yang digunakan pada masa Ustmaniyah dan apa yang berlaku pada waktu
itu. Dasar kebijakan fiskal memberikan gambaran sistem ekonomi Ustmaniyah
beserta kerusakkan yang terjadi waktu itu dan bagaimana mengurusi
permasalahan-permasalahan tersebut. Dasar fiskal pun memberikan pandangan
terkait kestabilan ekonomi masa Ustmaniyah dengan beberapa pendekatan kajian.
Adapun beberapa perkara
yang masih bisa dan layak digunakan dimasa modern sekarang ini, salah satunya
adalah penggunaan mata uang demi mencapai tujuan hidup. Kaedah ini lebih
terkhusus kepada penggunaan uang dinar dan dirham di masa modern. Akan tetapi
perkara ini harus disiapkan dengan baik, agar tidak terjadi kerusakan hingga
konversi kepada uang kertas kembali. Kiranya perlu disiapkan Blue Print
bagi siapa saja yang ingin menggunakan kaedah ini. Analisis yang dalam dan
tajam amatlah diperlukan demi keberlangsungan uang dinar dan dirham, terutama
sekali sumber emas dan perak yang digunakan dalam bahan pencetakan uang dinar
dan dirham. Standarisasi mata uang juga tak kalah penting dalam perkara ini dan
layak dikaji pada masa mendatang tentang siapa yang mengatur nilai emas dan
perak itu sendiri.
Berkaitan dengan efektifitas
dasar kebijakan moneter, maka dasar kebijakan fiskal juga bisa memberikan sedikit
arahan untuk kejayaan di masa mendatang. Tentu perkara pertama adalah investasi
untuk hal-hal dasar dan penguasaan jalur dagang layak digunakan agar mampu
meningkatkan pendapatan negara di masa mendatang. Disamping itu pula melihat
akan pentingnya fungsi badan audit dan pengakunan ditambahkan dengan transparansi
lebih mendukung pentingnya bersifat hemat pada pengeluaran negara serta mengurangkan
angka korupsi yang terjadi pada pemerintahan dimanapun berada. Itulah kiranya
beberapa perkara yang bisa kita contoh demi mencapai kejayaan suatu bangsa
dimasa mendatang.
E.
KESIMPULAN
Dari hasil penjelasan diatas,
maka dapat diambil kesimpulan diantaranya adalah sebagai berikut:
1.
Efektifitas dasar kebijakan moneter dan fiskal dengan
adanya kaedah berupa penggunaan uang dinar dan dirham, penguasaan berbagai
jalur perdagangan dan pentingnya badan audit serta pengakunan demi kemajuan
suatu negara. Dari semua perkara yang diajukan, jelas sekali hubungan antara
Ekonomi Islam dengan ekonomi umum, yang membedakan hanyalah kaedah uang dinar
dan dirham saja. Bukan perkara yang mustahil untuk menggunakan beberapa� hasil penjelasan diatas. Hal ini sama dengan
peristiwa perbankan syariah sebelum didirikan dan dikenal secara umum.
2.
Adanya badan audit dan pengakunan berupa transparansi
merupakan suatu keharusan untuk menghematkan anggaran negara, agar tidak dirasa
oleh sedikit pihak saja dalam konsep korupsi yang banyak merugikan negara karena
penyalahgunaan jabatan yang diembannya. Jika perkara ini diterapkan banyak sekali
manfaat yang akan diperoleh dari kajian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin Anwar Zainal, �Sejarah penggunaaan mata wang
dinar,��Ulum Islamiyyah 1, No 1 �������� (2002).
Abidin Anwar Zainal. Sejarah penggunaan matawang
Dinar. Seminar Dinar Peringkat �������� Kebangsaan.
KUIM. 16 March 2002.
Agoston Gabor and Masters Bruce, Facts On File
Library On World History: Encyclopedia � Of
The Ottoman Empire (New York: An imprint of Infobase Publishing, 2009M).
Alram M. and N. Schindel (Numismatic Commission).
Azziaty Ermy, Prosiding Seminar Antarabangsa,
Sistem Matawang Dawlah Uthmaniyyah: �������� Aspek
Pembuatan, Nilai dan Transaksi pada Abad
ke-16M (Selangor: Jabatan���� Pengajian
Arab dan Tamadun Islam, Fakulti Pengajian Islam, Universiti Kebangsaan ���� Malaysia, Bangi, 2009).
Birdal Murat, The Political Economy of Ottoman
Public Debt, (New York: Tauris Academic � Studies,
2010).
CDM-Executive Board, �Deffinitions of Policy and
Programme of Activities,� (Annotated ��� Agenda,
UNFCCC/ CCNUCC).
Donald C. Blaisdell, European Financial Control in
the Ottoman Empire, (New York: Columbia
University Press 1966).
Ecchia Stefania, The Economic Policy of the Ottoman
Empire 1876-1922, (Italy: University ��� Of
Salerno, 2010).
Gen� Mehmet, �Osmanlı Maliyesinde
Malikane Sistemi�, in �nal Nalbantoğlu and Osman ������� Okyar ����������� (eds.),
T�rkiye Iktisat Semineri (Ankara: hacettepe universitesi, 1975).
Grierson Philip, �The
monetary reforms of �Abd al-Malik.� Journal of the Economic and �� Social � History
of the ����������� Orient. 3 (1960).
G�ran Tevfik, Tanzimat
D�neminde Osmanlı Maliyesi: B�t�eler ve Hazine Hesapları, 1841-1861, �������� (Ankara: T�rk Tarih Kurumu Basımevı 1989).
Kiyotaki Keiko, Ottoman State Finance: A Study of
Fiscal Defisits and Internal Debt in 1859-1863,
(United Kingdom: Department of Economic History, London School of ���������� Economics, 2005).
Kocklemann W., S. Siano, M. Schreiner: Time Of Light
Neotron Diffraction (TOF-ND) for characterising
����������� archaeological artefacts.
Studio e Conservazione Manufatti archeologici,
Nardini Editore, Firenza 2004.
Melcher M., Statistical Analysis.
Mujani Wan Kamal, Sejarah Dinar Menyusuri Zaman
(Malaysia: Portal Resmi Muamalat ��� dan Kewangan
Islam, 2009).
Owen Roger, The Middle East in the World Economy
1800-1914, (London: I.B.Tauris, 2002).
Pamuk Sevket, A Monetary History of the Ottoman
Empire (United Kingdom: Cambridge �� University
Press, 2000M).
Pamuk Savket, �In the absence of domestic currency:
Debased european coinage in the ���������� seventeenth-century
Ottoman empire�. Journal of Economic History 57, (1997).
Pamuk Sevket, The disentegration of the Ottoman
monetary system during the seventeenth ��� century,
Dennis O. Flynn & Arturo Giraldez (sunt.), Metals and monies in an ���������� emerging global economy,
Variorum, London, (1997).
��Policy
Definition� (An Introduction, Council Policy Manual).
Quataert Donald, The Ottoman Empire, 1700-1922,
(United Kingdom UK: Cambridge �� University
Press, 2000).
Radtke M. and B. Muller, Lab BAM (Federal Institute
for Materials Research and Testing, ������ Bessy)
����������� Berlin (SR-XRF).
Rodrigues M., M. Schreiner, M. Mader, M. Melcher, M.
Huerra, J. Salomon, M. Radtke, M. ���� Alram,
N. Schindel, the hoard of becin-non-destructive analysis of the silver coins.
������ Appl. Phys. 2009 in press.
Rodrigues Marta, PhD Student at the Institute of
Science and Technology in Art, Academy of ���������� Fine
Arts Vienna.
Salomon J. and M. Guerra, Laboratory AGLAE in Louvre,
C2RMF, Paris (PIXE).
Schreiner Manfred, Marta Rodrigues, The Silver
Content Of The Akce Coins During The ����� Reigns
Of Murad 3, Mehmad 3 and Ahmed 1, (Austria: Institute of Science and � Technology in Art Academy of Fine Arts Vienna,
2009M).
S Tezel Y., �Notes on the Consolidated Foreign Debt of
the Ottoman Empire: the servicing of �������� the
loans�, The Turkish Year Book of International Relations, (1972).
The National Archives of the UK (TNA): Public Record
Office (PRO) FO 424/24, Re-size:13.0pt;line-height:150%;font-family:"Garamond"port on ��������� the
Financial Condition of Turkey.
Tabakoğlu Ahmet, Osmanlı
Maliyesi, (Turki: Dergah Yayinlari Istanbul, 1985).
Velay A Du, Essai sur l'Histoire financi�re de la
Turquie, (Hongkong: Forgotten Books, ����� 2013),
(Original Work Published, 1903).
Wernisch and Monica Waas, Institute of Solid State
Physics, Vienna University of ������� Technology
(SEM/EDX).
XXV European Crystallographic Meeting, Satellite
Conference, Symmetry and Crystallography
in Turkish art and Culture, Istancul, Turkey, 14-16 August 2009. ������� Organized by: The IUCr Commission on
Mathematical and Theoretical ��������� Crystallography
(MaThCryst) and The IUCr Commission on Crystallography in Art ��������� and Cultural Heritage (CrysAC).
Zich, �-XRF Measurements.
[1]������ Akce is A
Small Ottoman silver coin that also served as a unit of account.
[2]������ XRF ialah
X-ray Fluorescance Analysis.
[3]������ PIXE mean
Particle (Proton) Induced X-Ray Emission.
[4]������ Sy-XRF
mean XRF by using Synchrotron radiation.
[5]������ SEM/EDX
mean energy dispersive X-Ray Microanalysis in a scanning Electron Microscope..
[6]������ XRD mean
X-Ray Diffraction Analysis.
[7]������ ND mean
neutron Diffraction Analysis.
[8]������ Modernization and reform campaigns that began at the end of the 18th
century in the Ottoman Empire ������������ initially
applied to the military During the 19th century they expanded into administrative
and financial � areas. These ideas were
first declared in 1839 in the Imperial Rescript of Gulhane (Tanzimat). The
Imperial ������ Rescript of 1856 recognized
the existence of banks in a modern sense for the first time in the Ottoman ����������� Empire. These financial reforms were
driven by four primary needs: to stabilize exchange rates; to ������������� withdraw debased coins and standardizecoin
currency; to withdraw unstable kaime (paper money); and to �� establish
a state bank to control the issue and circulation of paper money and provide
stability in the money ���� markets.
Government reform efforts, borrowing requirements, and increasing international
trade, � particularly with European
countries, accelerated the process of establishing modern banks.
[mee1]Footnote saya hapus semua, karena hanya
menjelaskan siapa orang2 ini: like this [1]������������� Marta
Rodrigues, PhD Student at the Institute of Science and Technology in Art,
Academy of Fine Arts �������� Vienna.
[1]������ M.
Melcher, Statistical analysis.
[1]������ Zich,
�-XRF Measurements.
[1]������ Wernisch
and Monica Waas, Institute of Solid State Physics, Vienna University of
Technology ������������� (SEM/EDX).
[1]������ J. Salomon
and M. Guerra, Laboratory AGLAE in Louvre, C2RMF, Paris (PIXE).
[1]������ M. Radtke
and B. Muller, Lab BAM (Federal Institute for Materials Research and Testing,
Bessy) Berlin ����������� (SR-XRF).
[1]�������������� M.
Alram and N. Schindel (Numismatic Commission).