@article{Mu’alim_2022, title={POTRET MAQASID SYARIAH PERSEPEKTIF ABU HAMID MUHAMMAD BIN MUHAMMAD AL-GHAZALI AT-THUSI AS-SYAFI’I}, volume={4}, url={https://journal.uii.ac.id/JSYH/article/view/24647}, DOI={10.20885/mawarid.vol4.iss2.art3}, abstractNote={<p>Maqasid syariah jika ditelusuri dari perkembangannya, sudah ada sejak sejak masa rasullullah Saw. Meskipun pada waktu itu belum menyebut secara jelas tema maqasid syari’ah, tetapi setidaknya maqasid syari’ah telah memberikan warna dan kontribusi dalam legislasi hukum Islam sesuai dengan tujuan ditetapkannya hukum Islam. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pemikiran imam al Ghazali mengenai maqasid Syariah. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan dan termasuk dalam penelitian deskriptif serta termasuk jenis penelitian bibliografi karena berusaha mengumpukan data, mendeskripsikan dan menganalisis pemikiran Imam al Ghazali mengenai maqashid syariah. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa Pemikiran maqasidul syrari’ah Imam al-Ghazali dapat ditelusuri dari kitab-kitab karyanya, terutama dalam kitab <em>al-Mustasfa min Ilmi al-Usul</em><em>. </em>Ia mengklasifikasikan maslahat berdasarkan diterima atau tidak diterimanya syara’ menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu <em>Maslahat al-mu’tabarah</em> (maslahat yang dibenarkan syara’), <em>Maslahat mulgah</em> (kemaslahatan yang ditolak oleh nashsyara’), dan <em>Maslahah mursalah</em> (maslahat yang tidak dibenarkan dan tidak pula dibatalkan oleh syara’). Al Ghazali juga membagi tingkatan maqasid syari’ah menjadi 3 (tiga) yaitu tingkatan daruriyah (kebutuhan primer)<em>, al-hajjiyat</em> (kebutuhan sekunder) dan <em>tahsiniyat</em> (kebutuhan tersier). Dari ketiga tingkatan tersebut, hanya dalam tingkatan <em>darutat</em> saja yang dapat menjadi pedoman dalam penetapan hukum Islam. Sedangkan pada tingkatan <em>hajiyat</em> dan <em>tahsiniyat</em> tidak dapat dijadikan pedoman dalam penetapan hukum kecuali diperkuat dengan adanya dalil.</p> <p><em>Maqasid sharia if traced from its development, has existed since the time of the Messenger of Allah. Although at that time the theme of maqasid shari’ah had not been clearly stated, at least maqasid shari’ah had given color and contributed to the legislation of Islamic law in accordance with the objectives of establishing Islamic law. This study aims to describe the thoughts of Imam al Ghazali regarding maqasid Syariah. This research is a literature research and is included in descriptive research and is included in the type of bibliographic research because it seeks to collect data, describe and analyze Imam al Ghazali’s thoughts on maqashid sharia. In this study it was concluded that Imam al-Ghazali’s maqasidul syarari’ah thought can be traced from his books, especially in the book al-Mustasfa min Ilmi al-Usul. He classifies maslahat based on the acceptance or rejection of syara’ into 3 (three) types, namely Maslahat al-mu’tabarah (benefits that are justified by syara’), Maslahat mulgah (benefits that are rejected by texts’), and Maslahah mursalah (benefits that are not justified and not canceled by syara’). Al Ghazali also divides the levels of maqasid shari’ah into 3 (three) namely daruriyah (primary needs), al-hajjiyat (secondary needs) and tahsiniyat (tertiary needs). Of the three levels, only at the emergency level can be a guide in determining Islamic law. Meanwhile, at the hajiyat and tahsiniyat levels, it cannot be used as a guide in determining the law unless it is strengthened by the evidence.</em></p>}, number={2}, journal={al-Mawarid Jurnal Syariah dan Hukum (JSYH)}, author={Mu’alim, Aris Nur}, year={2022}, month={Sep.}, pages={111–120} }