Main Article Content

Abstract

Deteksi puncak QRS Kompleks sangat dibutuhkan untuk mengetahui variabilitas denyut jantung. Hal ini dikarenakan variabilitas denyut jantung merupakan parameter yang penting untuk mengetahui keadaan fisiologis seseorang. Banyak algoritma telah dikembangkan untuk mendeteksi puncak QRS Kompleks. Algoritma-algoritma yang telah ada belum pernah diujikan pada kasus stroke. Mengingat stroke juga berkaitan dengan kinerja jantung, maka penelitian ini dilakukan untuk membandingkan unjuk kerja dari ketiga algoritma deteksi puncak QRS Kompleks, yaitu Algoritma Pan-Tompkins (PT), Two Moving Average (TMA), dan Stationary Wavelet Transform (SWT) pada kasus stroke iskemik. Persentase uji sensitivitas, positif prediksi, dan akurasi dari Algoritma PT adalah 97,11%, 96,73%, dan 94,02%. Algoritma TMA sebesar 98,56%, 98,83%, dan 97,42%. Sedangkan pada Algoritma SWT adalah 93,88%, 89,54%, dan 84,60%. Algoritma PT membutuhkan waktu rata-rata eksekusi selama 2,21 detik pada frekuensi sampling 500 Hz dan 8,61 detik pada frekuensi sampling 1.000 Hertz. Algoritma TMA dan SWT berturut-turut membutuhkan waktu 3,87 detik dan 0,37 detik pada frekuensi sampling 500 Hertz, dan untuk frekuensi sampling 1.000 Hertz memerlukan waktu eksekusi selama 13,96 detik dan 1,18 detik. Berdasarkan hasil tersebut, Algoritma Two Moving Average menjadi algoritma yang paling baik diantara ketiga algoritma yang dibandingkan, meskipun memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengeksekusi algoritmanya.

Article Details