Main Article Content
Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh Ghazali dan politik kekuasaan terhadap kemunduran falsafah di dunia Islam abad pertengahan. Kajian yang dilakukan dalam penelitian ini mengambil pendekatan sosiologi ilmu pengetahuan. Pendekatan ini diharapkan dapat menjelaskan masalah secara jernih dan memberikan klarifikasi terhadap asumsi besar yang menempatkan Ghazali sebagai faktor utama dari kemunduran falsafah di dunia Islam. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode analisis diskriptif. Hasil analisis menunjukkan bahwa ssumsi tentang Ghazali sebetulnya bisa dianggap berlebihan untuk memahami sejarah ilmu pengetahuan yang melibatkan dinamika masyarakat muslim dalam ruang dan waktu yang amat luas. Nizamiyah sebagai lembaga pendidikan yang didirikan oleh Nizham al-Muluk, dimana Ghazali menjalankan karir intelektualnya yang sangat berpengaruh setelah Juwaini, menjadi lembaga ilmu pengetahuan yang memiankan peran yang tidak bisa diabaikan dalam memediasi pertemuan antara kepentingan politik penguasa dan kepentingan-kepentingan religious para ulama. Terlibatnya Ghazali dalam polemic dengan berbagai kelompok seperti polemiknya dengan kaum Syi’ah melalui “Fadhaih al-Bathiniyah wa Fadhail al-Mustazhiriyah” lalu melebar berpolemik dengan para filosof melalui “Tahafut al-Falasifah” meski pada akhir kehidupannya Ghazali meninggalkan rasionalisme ke mistisisme, beliau tidak kehilangan kritisismenya yang kuat. Semua polemiknya menjadi kepanjangan tangan kekuasaan dalam meneguhkan keamanan, kestabilan negara dan keteguhan ideologi negara. Menjadikan Ghazali satu satunya faktor kemandegan perkembangan falsafah tidaklah relevan. Faktor yang paling menentukan sebetulnya adalah kekuasaan yang otoriter yang memanfaatkan fatwa ulama sebagai alat legitimasi kekuasaan.
Keywords: Ghazali, otoritarianisme, falsafah dunia Islam, patronase ulama dan negara