Main Article Content

Abstract

Latar belakang: Pandemi COVID-19 telah menyebabkan peningkatan angka pernikahan anak tertinggi dalam dua dekade terakhir dan mengancam kemajuan Sustainable Development Goal (SDG) 5 tentang kesetaraan gender.


Tujuan: Untuk lebih memahami faktor-faktor penentu pernikahan anak selama pandemi, makalah tinjauan ini menyajikan gambaran yang komprehensif tentang kondisi tersebut dan memberikan strategi untuk mencegahnya.


Metode: Kami melakukan pencarian literatur pada Maret 2023 di PubMed dan Cochrane Library untuk mengumpulkan studi tentang masalah ini. UNICEF memperkirakan adanya tambahan 10 juta remaja perempuan yang menghadapi risiko pernikahan anak akibat pandemi. Namun, prevalensi nasional tingkat pernikahan anak selama pandemi COVID-19 masih terbatas.


Hasil: Studi ini menemukan bahwa angka pernikahan anak tertinggi secara global terjadi di Afrika Sub-Sahara (35%) dan Asia Selatan (29%), serta India dengan jumlah absolut pengantin anak perempuan tertinggi (15,6 juta). Bukti-bukti tersebut mendukung beberapa faktor yang berkontribusi terhadap pernikahan anak: alasan ekonomi, penutupan sekolah, pengaruh sosial budaya, dan kurangnya kesadaran akan konsekuensinya.


Simpulan: Perkawinan anak merupakan pelanggaran hak asasi manusia, mempertaruhkan kesehatan dan kesejahteraan remaja perempuan, merampas masa kecil dan kesempatan anak untuk mengenyam pendidikan, sehingga melemahkan dua generasi. Oleh karena itu, penelitian ini menunjukkan bahwa kolaborasi multidisiplin antara pemerintah, sekolah, masyarakat, dan sektor swasta sangat penting untuk mengurangi risiko pernikahan anak dalam keluarga yang rentan di masa krisis.


Kata Kunci: Perkawinan anak, COVID-19, krisis sosial-ekonomi

Article Details