Main Article Content

Abstract

This paper aims to review the changes in the role of the judiciary in the dissolution of social organizations through the enactment of Government Regulation in Lieu of Law Number 2 of 2017 on Amendments to Law Number 17 of 2013 on Community Organizations (‘Perppu on Ormas’). This study is focused and limitated to the following question: how is the human rights point of view on the abolition of the judicial process in the right to freedom of association and its implications in Government Regulation in Lieu of Law Number 2 of 2017 on Amendments to Law Number 17 of 2013 on Community Organizations? The method used in this research is normative juridical research by studying and analyzing research objects based on qualitative data. The results of the research conclude that negating the function of the judiciary can have an impact on the recognition and protection of human rights, considering the forms of limitations, especially those regulated by law, must be tested through the judiciary mechanism to prevent the violation of that human rights. With the enactment of the Perppu on Ormsa which alters the process of revocation of legal entity status which initially had to go through a judicial process and has permanent legal force (inkracht van gewijsde), to revocation of legal entity status does not require a court decision and can be carried out by the government (as executive body) on the basis of the principle contrarisu actus is a legal policy that is inappropriate according to theory of limitations on human rights. This is due to the view that rights are not an offering from the State and this concerns the right to freedom of association and gathering
Key Word: Justice, human rights, community organizations


Abstrak
Tulisan ini hendak meneliti tentang implikasi penghapusan peran peradilan dalam pembubaran organisasi kemasyarakatan melalui penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Fokus dan batasan kajiannya dirumuskan dalam pertanyaan bagaimana pandangan hak asasi manusia terhadap penghapusan proses peradilan serta implikasi terhadap hak kebebasan berserikat pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yuridis dengan mengkaji dan menganalisis obyek penelitian dengan berdasarkan pada data kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa menegasikan fungsi peradilan dapat berdampak pada pengakuan serta perlindungan hak asasi manusia, karena bentuk-bentuk pembatasan khususnya yang diatur oleh hukum harus dapat diuji melalui lembaga peradilan agar hak-hak asasi manusia tidak dilanggar. Dengan penetapan Perppu Ormas yang di dalamnya mengubah proses pencabutan status badan hukum yang awal mulanya harus melalui proses peradilan dan berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), menjadi pencabutan status badan hukum tidak memerlukan putusan pengadilan dan dapat dilakukan oleh pemerintah (eksekutif) melalui landasan asas contrarisu actus merupakan sebuah kebijakan hukum yang tidak tepat menurut teori pembatasan hak asasi manusia limitation of human right. Karena hak bukanlah sebuah pemberian dari negara dan hal itu menyangkut tentang hak kebebasan berserikat dan berorganisasi.
Kata-kata Kunci: Peradilan, hak asasi manusia, organisasi kemasyarakatan

Keywords

Justice Human Rights community organizations

Article Details

How to Cite
Irfan Rosyadi. (2023). Analisis Terhadap Penghapusan Proses Peradilan Dalam Pembubaran Organisasi Kemasyarakatan (Studi Peraturan Pengganti Undang-Undang No 2 Tahun 2017). Officium Notarium, 2(1), 185–196. https://doi.org/10.20885/JON.vol2.iss1.art20

References

Read More