Main Article Content

Abstract

This study proposes two formulations of the problem, namely, first, how to apply the precautionary principle of the Land Titles Registrar (PPAT) in formulating the deed so that it will not be cancelled, and secondly, what is the responsibility of the PPAT for canceling the deed made before them. This type of research is normative legal research supported by information from various sources. The approach used in this study is a conceptual approach (Conceptual Approach), statutory approach (Statute Approach) and case approach (Case Approach), then analyzed in a descriptive qualitative manner. The results of this study conclude that, first, one of the application of the precautionary principle that must be carried out by PPAT is by issuing a Statement of Authenticity which is approved and signed by the parties concerned. The purpose of this Statement of Authenticity is to minimize and prevent bad faith from the parties applying before the PPAT. In addition to minimizing and preventing bad faith from the parties in the form of providing false statements or fake documents, the Statement of Authenticity is also useful for providing protection for PPAT to not get involved in legal problems. Second, the responsibility of the PPAT for canceling the deed made before them is a form of consequence that must be accepted by the PPAT who is proven to have committed a violation. As a form of accountability for violations committed, the PPAT receives sanctions in accordance with the form of the violation, namely in the form of civil, criminal and administrative sanctions. Meanwhile, products made by PPAT are authentic deeds, so their status will be null and void.
Key Word: Deed Cancellation, PPAT, Responsibility


Abstrak
Penelitian ini mengajukan dua rumusan masalah yaitu, pertama, bagaimana penerapan prinsip kehati-hatian PPAT dalam membuat akta agar tidak dibatalkan, dan kedua, bagaimana tanggung jawab PPAT atas pembatalan akta yang dibuat dihadapannya. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang didukung dengan keterangan dari berbagai narasumber. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan konspetual (Conceptual Approach), pendekatan undang-undang (Statute Approach) dan pendekatan kasus (Case Approach), kemudian dianalisis secara Deskriptif Kualitatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa, pertama, penerapan prinsip kehati-hatian yang harus dilakukan PPAT salah satunya dengan cara membuat Surat Pernyataan Keaslian yang disetujui dan ditandatangani oleh para pihak yang bersangkutan. Tujuan dibuatnya Surat Pernyataan Keaslian ini bertujuan untuk meminimalisir dan mencegah adanya itikad tidak baik dari para pihak yang menghadap ke PPAT. Selain untuk meminimalisir dan mencegah adanya itikad tidak baik dari para pihak yang berupa pemberian keterangan palsu maupun dokumen palsu, Surat Pernyataan Keaslian juga berguna untuk memberikan perlindungan pada PPAT agar tidak turut serta terjerat permasalahan hukum. Kedua, tanggungjawab PPAT atas pembatalan akta yang dibuat dihadapannya adalah bentuk konsekuensi yang harus diterima oleh PPAT yang terbukti melakukan pelanggaran. Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelanggaran yang dilakukan, maka PPAT menerima sanksi sesuai dengan bentuk pelanggarannya yaitu berupa sanksi perdata, pidana maupun administratif. Sedangkan produk yang dibuat oleh PPAT yaitu akta otentik, maka statusnya akan batal demi hukum.
Kata-kata Kunci: Pembatalan Akta, PPAT, Tanggung Jawab

Keywords

Deed Cancellation PPAT Responsibility

Article Details

How to Cite
Emha Ainun Rizal. (2023). Tanggung Jawab PPAT Atas Pembatalan Akta Yang Dibuat Dihadapannya. Officium Notarium, 2(2), 354–362. https://doi.org/10.20885/JON.vol2.iss2.art17

References

  1. Adjie, Habib, Hukum Notaris Indonesia (Tafsir Tematik Terhadap Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris), Cetakan Ke-2, Refika Aditama, Bandung, 2009.
  2. ________, Sanksi Perdata dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, Refika Aditama, Bandung, 2008.
  3. Anshori Abdul Ghofur, Lembaga Kenotariatan Indonesia Perspektif Hukum dan Etika, UII Press, Yogyakarta, 2009.
  4. Darus, M. Luthfan Hadi, Hukum Notariat dan Tanggungjawab Jabatan Notaris, UII Press, Yogyakarta, 2017.
  5. Prayitno, Roesnatiti, Tugas dan Tanggung Jawab Notaris sebagai Pejabat Pembuat Akta, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2005.
  6. Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta, Mandar Maju, Bandung, 2011.
  7. Budiansyah, Ahda, “Tanggung Jawab Notaris Yang Telah Berakhir Masa Jabatannya Terhadap Akta Dan Protokol Notaris”, Jurnal IUS: Kajian Hukum dan Keadilan, Vol. 4 No. 1, April 2016.
  8. Haridhy, Fajriatul Tivani, et. al., “Perlindungan Hukum Bagi Pembeli Akibat Kelalaian PPAT Dalam Pembuatan Akta Jual Beli”, Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan, Vol. 7 No. 2, Agustus 2019.
  9. Hernando P, Kevin, “Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dalam Pembuatan Akta Jual Beli Yang Dibuat Tanpa Sepengetahuan Dan Persetujuan Pemilik Objek Dalam Putusan Nomor 347/Pdt.G/2017/PN.Jkt.Tim”, Jurnal Hukum Adigama, Vol. 4 No. 2, Desember 2021.
  10. Kristrianto, Yogi, et. al., “Tanggung Jawab Dan Wewenang Notaris/PPAT Terhadap Kekeliruan Dan Pembatalan Akta Jual Beli Tanah”, Jurnal Interprestasi Hukum, Vol. 1 No. 2, September 2020.
  11. Puspitasari S Risky, Djoni S Gozali, “Implikasi Hukum Akibat Kelalaian dalam Pembuatan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dalam Perjanjian Kredit Perbankan”, Notary Law Journal, Vol. 1 No. 2, Arpil 2012.
  12. Riyanto, Agus, “Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Perjanjian Subrogasi Dengan Jaminan Hak Atas Tanah di Kota Batam”, Jurnal Cahaya Keadilan, Vol. 5 No. 1, 2017.
  13. Sasauw, Christin, Tinjauan Yuridis Tentang Kekuatan Mengikat Suatu Akta Notaris, Jurnal Lex Privatum, Vol. III/No. 1, 2015.
  14. Syamsudin Aboebakar, “Pengarahan/Ceramah Umum Mengenai Perkembangan Hukum Perdata Tertulis di Indonesia”, Jurnal Media Notariat, Nomor 34-37, Januari-Oktober, 1995.
  15. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
  16. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
  17. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
  18. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2006 tentang Peraturan Jabatan PPAT.
  19. Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 tentang Pembinaan Dan Pengawasan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
  20. Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2017 tentang Tata Cara Ujian, Magang, Pengangkatan Dan Perpanjangan Masa Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah
  21. Keputusan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 112/Kep-4.1/Iv/2017 tentang Kode Etik Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
  22. Wawancara dengan Notaris PPAT Mulyoto, di Kabupaten Boyolali, pada 28 Juli 2022.
  23. Wawancara dengan Notaris PPAT Yeny Nurmawati, di Kabupaten Sleman, Yogyakarta, pada 29 Juli 2022.