Main Article Content

Abstract

Regarding wills, there are fundamental differences between the Civil Code and the Compilation of Islamic Law. The difference is in the will made without a Notary deed or orally which is recognized in KHI, but not recognized in the Civil Code because it is not written and not made before a Notary. Whereas the issue of wills in inheritance is very vulnerable to disputes between heirs, where later the evidentiary power of the will is very decisive for the settlement of disputes that occur. Dispute resolution is closely related to evidence. The difference makes many parties, especially heirs, a dilemma to follow the provisions of KHI or the Civil Code. Therefore, it is necessary to study the ideality of the will form in evidentiary law. This is important, because it is not uncommon for inheritance issues to become objects of dispute. Therefore, the researcher formulates a problem formulation regarding "How is the ideal form of will in the scope of evidentiary law in Indonesia?" The research method used is normative with literature study. The results of the study concluded that in general, the form of wills in KHI and the Civil Code is ideal to be used as evidence. However, the most ideal will is a will in the form of an authentic deed because it has perfect evidentiary power and in the hierarchy of evidence as regulated in Article 164 HIR / 284 RBG Jo. Article 1866 of the Civil Code, the authentic deed has the highest position.
Keywords: Proof; Legacy; Testament


Abstrak
Mengenai wasiat, terdapat perbedaan yang fundamental antara KUHPerdata dengan Kompilasi Hukum Islam. Perbedaannya pada wasiat yang dibuat tanpa akta Notaris atau secara lisan yang diakui dalam KHI, namun tidak diakui dalam KUHPerdata karena tidak tertulis dan tidak dibuat di hadapan Notaris. Padahal persoalan wasiat dalam kewarisan sangat rentan terjadinya sengketa antar ahli waris, di mana nantinya kekuatan pembuktian dari wasiat sangat menentukan untuk penyelesaian sengketa yang terjadi. Penyelesaian sengketa, sangat berkaitan erat dengan pembuktian. Perbedaan tersebut membuat banyak pihak terutama ahli waris menjadi dilema untuk mengikuti ketentuan KHI atau KUHPerdata. Oleh karenanya, perlu dilakukan kajian mengenai idealitas bentuk wasiat dalam hukum pembuktian. Hal ini penting, karena tidak jarang persoalan waris menjadi objek sengketa. Oleh karena itu, peneliti merumuskan suatu rumusan masalah mengenai ‘Bagaimanakah bentuk wasiat yang ideal dalam ruang lingkup hukum pembuktian di Indonesia?’ Metode penelitian yang digunakan adalah normatif dengan studi kepustakaan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa secara general bentuk wasiat dalam KHI dan KUHPerdata ideal untuk dijadikan alat bukti. Meskipun demikian, wasiat yang paling ideal adalah wasiat yang berbentuk akta otentik karena mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan secara hierarki alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 164 HIR/284 RBG Jo. Pasal 1866 KUHPerdata, akta otentik mempunyai kedudukan yang tertinggi.
Kata kunci: Pembuktian; Waris; Wasiat

Keywords

Proof Legacy Testament

Article Details

How to Cite
Sari, D. P. (2024). Wasiat Yang Ideal Dalam Ruang Lingkup Hukum Pembuktian di Indonesia. Officium Notarium, 4(1), 1–12. https://doi.org/10.20885/JON.vol4.iss1.art1

References

  1. Ahmad Tholabi Kharlie. Hukum Keluarga Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

  2. Aziz, M Khairil. “Alih Kepemilikan Tanah Wasiat Secara Sepihak Di Dusun Bentenu: Studi Kasus Desa Tempos Banyu Urip Kecamatan Gerung Lombok Barat.” UIN Mataram, 2019.

  3. Djaja S. Meliala. Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Bandung: Nuansa Aulia, 2018.

  4. Effendi Perangin. Hukum Waris. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997.

  5. Habib Adjie. Sanksi Perdata Dan Administratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik. Bandung: PT. Refika Aditama, 2013.

  6. ———. Sekilas Dunia Notaris Dan PPAT Indonesia. Bandung: Mandar Maju, 2009.

  7. Irwansyah Lubis, Anhar Syahnel, Muhhamad Zuhdi Lubis. Profesi Notaris Dan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Jakarta: Mitra Wacana Media, 2018.

  8. Komang Ayuk Septianingsih. “Kekuatan Alat Bukti Akta Otentik Dalam Pembuktian Perkara Perdata.” Jurnal Analogi Hukum 2, no. 3 (2020): 338–339.

  9. Legal Akses. “Akta Otentektik Memiliki Kekuatan Pembuktian Yang Sempurna, Bedanya Akta Di Bawah Tangan?” Last modified 2023. http://www.legalakses.com/akta-otentik-dan-akta-di-bawahtangan/.

  10. Maimun Nawawi. Pengantar Hukum Kewarisan Islam. Surabaya: Pustaka Radja, 2016.

  11. Prilla Geonestri Ramlan. “Mengenal Jenis Alat Bukti Dalam Hukum Acara Perdata.” Last modified 2023. https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kpknl-lahat/baca-artikel/15189/Mengenal-Jenis-Alat-Bukti-dalam-Hukum-Acara.

  12. Rosnidar Sembiring. Hukum Keluarga: Harta-Harta Benda Dalam Perkawinan. Depok: Rajawali Pers, 2017.

  13. Sabarudin Ahmad. Transformasi Hukum Pembuktian Perkawinan Dalam Islam. Surabaya: University Press, 2020.

  14. Salim, Oemar. Dasar-Dasar Hukum Waris Di Indonesia. Cetakan 3. Jakarta: Rineka Cipta, 1991.

  15. Sudikno Mertokusumo. Mengenal Hukum. Yogyakarta: Liberty, 2002.