Main Article Content

Abstract

The problem of proving a deed with the right to deny concerning the notary's responsibility to maintain the confidentiality of the deed has several conflicts. The purpose of this study is to determine the position of a notary as a witness in court in relation to the right to deny the notary's responsibility to maintain the confidentiality of an authentic deed when asked to be a witness in court. This study is a normative study, with a statute approach. The primary legal materials consist of laws and regulations such as the Civil Code, HIR, and the Notary Law. The secondary legal materials used consist of literature and legal journals. The results of this study show that in civil cases, written evidence is the main evidence. Still, the request for a notary to be a witness in reading the deed cannot be done because it is contrary to the notary's obligation to maintain the confidentiality of the deed. The existence of the right to deny makes the notary entitled to refuse to give testimony in court. However, in its implementation there is a conflict of interest between the deed as evidence and the notary's responsibility, this is caused by Articles 54 and 66 making the regulations in the Notary Law contradictory to other laws. Thus, it is important to then be able to reconsider and further study in depth the provisions on the responsibilities and obligations of notaries in the Notary Law with other contradictory regulations.
Keywords: Right to Refuse, Evidence, Notary's Responsibility


Abstrak
Permasalahan pembuktian akta dengan hak ingkar kaitannya dengan tanggung jawab notaris untuk menjaga kerahasiaan akta mengalami beberapa benturan. Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan notaris sebagai saksi di persidangan kaitannya dengan hak ingkar atas tanggung jawab notaris dalam menjaga kerahasiaan akta otentik, ketika diminta untuk menjadi saksi di persidangan, Kajian ini merupakan penelitian normatif, dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach). Adapun bahan hukum primer yang digunakan terdiri dari peraturan perundang-undangan sepertti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, HIR, dan Undang-Undang Jabatan Notaris. Bahan hukum sekunder yang digunakan terdiri dari literatur serta jurnal-jurnal hukum. Hasil dari kajian ini diketahui bahwa dalam perkara perdata bukti tulisan merupakan barang bukti utam, namun permohonan notaris sebagai saksi dalam pembacaan akta tersebut tidak dapat dilakukan karena bertentangan dengan kewajiban notaris dalam menjaga kerahasiaan akta dan adanya hak ingkar membuat notaris berhak menolak memberikan kesaksian dipersidangan. Namun implementasinya terdapat benturan kepentingan antara akta sebagai barang bukti dengan tanggung jawab notaris hal ini disebabkan oleh Pasal 54 dan 66 membuat peraturan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris menjadi kontradiktif dengan undang-undang lainnya. Sehingga, menjadi suatu hal yang penting untuk kemudian dapat mempertimbangkan kembali serta mengkaji lebih lanjut secara mendalam terkait ketentuan tanggung jawab dan kewajiban notaris dalam Undang-Undang Jabatan Notaris dengan peraturan-peraturan lainnya yang kontradiktif.
Kata kunci: Hak Ingkar, Pembuktian, Tanggung Jawab Notaris

Keywords

Right to Refuse Evidence Notary's Responsibility

Article Details

How to Cite
Karina Raiza Abubakar. (2024). Kedudukan Notaris Sebagai Saksi di Persidangan Kaitannya Dengan Hak Ingkar Atas Tanggung Jawab Notaris Dalam Menjaga Kerahasiaan Akta Otentik. Officium Notarium, 4(1), 95–110. https://doi.org/10.20885/JON.vol4.iss1.art7

References

  1. Abdul Ghofur, Anshori. (2009). Lembaga Kenotariatan Indonesia, Perspektif Hukum dan Etika. Yogyakarta: UII Press 

  2. Adjie, Habib. (2011). Hukum Notaris Indonesia. Bandung: Refika Aditama 

  3. Adjie, Habib. (2013). Hukum Notaris Indonesia Tafsir Tematik Terhadap UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Cetakan Kedua. Bandung: Refika Aditama. 

  4. GHS Lumban Tobing. (1983). Peraturan Jabatan Notaris Cet 3. Jakarta: Erlangga 

  5. Mertokusumo, Sudikno. (1999). Mengenal Hukum suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty 

  6. Mertokusumo, Sudikno. (2006). Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty 

  7. R, Soegondo Notodirejo. (1982). Hukum Notariat Di Indonesia. Jakarta: Rajawali 

  8. Subekti, R.  (1975). Aneka Perjanjian. Bandung: Citra Aditya Bakti 

  9. Subekti, R. (1983). Hukum Perjanjian. Jakarta: Internusa. 

  10. Subekti, R. (2001). Hukum Pembuktian. Jakarta: Pradinya Paramita 

  11. W.J.S. Poerwadarminta. (2007). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

  12. Abdullah, Nawaaf. (2017). “Kedudukan dan Kewenangan Notaris Dalam Membuat Akta Otentik. Jurnal Akta Universitas Islam Sultan Agung”, 4(4). 1-15. 

  13. Adinugraha, Calvin Oktaviano., Pranoto, Zakki Adhliyati. (2015). “Kajian Kritis Hak Ingkar Notaris Dalam Menjaga Kerahasiaan Akta Terhadap Ketentuan Yang Menggugurkan Hak Ingkar”. Jurnal Privat Law. 7, 115-126. 

  14. Afriana, A. (2020). “KEDUDUKAN DAN TANGGUNG JAWAB NOTARIS SEBAGAI PIHAK DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA DI INDONESIA TERKAIT AKTA YANG DIBUATNYA”. Jurnal Poros Hukum Padjadjaran, 1(2), 246-261.  

    DOI: https://doi.org/10.23920/jphp.v1i2.250
  15. Erdi, Surya Perdana, Suprayitno. (2020). “Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Dalam Melaksanakan Hak Dan Kewajiban Ingkar Notaris Pada Saat Penyidikan Kepolisian Negara Republik Indonesia”. Jurnal Lega Lata, 5(2), 1-19.

  16. H. Zagoto. (2020). “PENGGUNAAN HAK INGKAR NOTARIS ATAS AKTA YANG DIBUATNYA”. JURNAL EDUCATION AND DEVELOPMENT, 8(1), 217-232.  

  17. Iryadi, I. (2019). “Kedudukan Akta Otentik dalam Hubungannya dengan Hak Konstitusional Warga Negara”. Jurnal Konstitusi, 15(4), 796–815.  

  18. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgelijk Wetboek). (2015) Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. Jakarta: Pradnya Paramita. 

  19. Pakpahan, K, Azharuddin, dan Leviyanti. ”Problems Of Implementation Of Electronic Land Certificate Arrangements As Debt Guarantee”, Prophetic Law Review, 4(1), 2022.

  20. Reglemen Indonesia yang Dibaharui S. 1941 No. 44 RIB (HIR), diterjemahkan oleh M. Karjadi. (1991). Bogor: Politeia. 

  21. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

  22. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris