Main Article Content

Abstract

There are a legal vacuum and contradictory provisions in the Marriage Law, which states that it is not permissible for an Indonesian citizen to have an interreligious marriage. It has been requested for judicial review through the Decision of the Constitutional Court No. 68/PUU-XII/2014. Article 2 paragraph (1) of Law No. 1 of 1974 on Marriage stated that marriage is legitimate if the parties concerned have similar religions and beliefs. Moreover, it has become more obvious through judicial review of the Decision on Indonesian Constitutional Court Number 68/PUU-XII/2014, which decided that Article 2 paragraph (1) Law No. 1 of 1974 which amendment by Law No. 16 of 2019 required similarity in religions and beliefs of the marriage concerned parties are not necessary to do a judicial review. On interfaith marriage, the application proved that the judge on the district court’s decisions stated that Law No. 1 of 1974 on Marriage is not regulated, not emphasized, and not containing regulation of any sort about interfaith marriage. It’s proven in most judges’ court considerations of interreligious marriage around 2010 – 2021. This study takes two research formulations such as how a legal vacuum in interreligious marriage happens and how the judges in the court consider the law of interreligious marriage. This research uses a normative method which uses a conceptual and law approach. This research results that judges always consider interreligious marriages as a legal vacuum, it happened because the law that marriages do not clearly determine textually in law no. 1 of 1974. Therefore, even if clarified by Constitutional Court is clearly but practically interpreter different by judges in district court.
Keywords: legal vacuum, interreligious marriage, not emphasized, court decision


Kekosongan Hukum Perkawinan Beda Agama Di Indonesia: Kajian Tentang Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Pengadilan Perkawinan Beda Agama 2010 -2021


Abstrak
Adanya kekosongan hukum dan ketentuan yang kontradiktif dalam UU Perkawinan yang menyatakan bahwa warga negara Indonesia tidak boleh melakukan perkawinan beda agama. Telah dimintakan uji materil melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 68/PUU-XII/2014. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan bahwa perkawinan sah apabila yang bersangkutan mempunyai kesamaan agama dan kepercayaan. Apalagi, hal itu semakin nyata melalui uji materil Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 68/PUU-XII/2014 yang memutuskan Pasal 2 ayat (1) UU No 1 Tahun 1974 yang diubah dengan UU No 16 Tahun 2019. syarat kesamaan agama dan kepercayaan dari pihak yang bersangkutan dalam perkawinan tidak perlu dilakukan uji materiil. Tentang perkawinan beda agama, permohonan tersebut membuktikan bahwa hakim pada putusan pengadilan negeri menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak diatur, tidak ditekankan, dan tidak memuat pengaturan apapun tentang perkawinan beda agama. Hal ini terbukti pada sebagian besar pertimbangan hakim terhadap perkawinan beda agama sekitar tahun 2010 – 2021. Kajian ini mengambil dua rumusan penelitian yaitu bagaimana terjadi kekosongan hukum dalam perkawinan beda agama dan bagaimana hakim di pengadilan mempertimbangkan hukum perkawinan beda agama. Penelitian ini menggunakan metode normatif yang menggunakan pendekatan konseptual dan hukum. Hasil penelitian ini bahwa hakim selalu menganggap perkawinan beda agama sebagai kekosongan hukum, hal itu terjadi karena undang-undang perkawinan tidak secara jelas menentukan secara tekstual dalam undang-undang no. 1 Tahun 1974. Oleh karena itu, kalaupun diklarifikasi oleh Mahkamah Konstitusi secara jelas tetapi secara praktis penafsirnya berbeda dengan para hakim di Pengadilan Negeri.
Kata Kunci: kekosongan hukum, perkawinan beda agama, tidak ditekankan, putusan pengadilan

Keywords

legal vacuum interreligious marriage not emphasized court decision

Article Details

How to Cite
Andra Noormansyah, & Umar Haris Sanjaya. (2023). The Legal Vacuum Of Interreligious Marriage In Indonesia: The Study Of Judges’ Consideration In Interreligious Marriage Court Decisions 2010 -2021. Prophetic Law Review, 4(2), 177–194. https://doi.org/10.20885/PLR.vol4.iss2.art3

References

  1. Law No. 1 of 1974 on Marriage.
  2. Law No. 12 of 2005 on Ratification of International Covenant on Civil and Political Rights.
  3. Law No. 23 of 2006 on Civil Administration.
  4. Government Regulation No. 1 of 1975 on Implementation of Law No. 1 of 1974 on Marriage.
  5. Constitutional Court Decision Number 68/PUU-XII/2014.
  6. Decision on Surakarta District Court Number 186/Pdt.P/2010/PN.Ska.
  7. Decision on Surakarta District Court Number 156/Pdt.P/2010/PN.Ska.
  8. Decision on Surakarta District Court Number 90/Pdt.P/2011/PN.Ska.
  9. Decision on Surakarta District Court Number 185/Pdt.P.2013/PN.Ska.
  10. Decision on Malang District Court Number 772/Pdt/2013/PN.Mlg.
  11. Decision on Surakarta District Court Number 04/Pdt.P/2014/PN.Skt.
  12. Decision on Pati District Court Number 85/Pdt.P/2014/PN.Pati.
  13. Decision on Surakarta District Court Number 109/Pdt.P/2014/PN.Skt.
  14. Decision on Probolinggo District Court Number 17/Pdt.P/2014/PN Prob.
  15. Decision on Indonesian Constitutional Court Number 68/PUU-XII/2014.
  16. Decision on Lubuklinggau District Court Number 14/Pdt.P/2015.
  17. Decision on Surakarta District Court Number 195/Pdt.P/2015.
  18. Decision on Surakarta District Court Number 118/Pdt.P/2016/PN.Skt.,
  19. Decision on Surakarta District Court Number 209/Pdt.P/2016/PN.Skt.
  20. Decision on Wonosobo District Court Number 04/Pdt.P/2016/PN.Wsb.
  21. Decision on Surakarta District Court Number 118/Pdt.P/2016/PN.Skt.
  22. Decision on Surakarta District Court Number 333/Pdt.P/2018/PN.Skt.
  23. Decision on Purwokerto District Court Number 54/Pdt.P/2019/PN.Pwt.
  24. Decision on Makassar District Court Number 87/Pdt.P/2020/PN.Mks.
  25. Decision on Bangil District Court Number 111/Pdt.P/2021/PN.Bil.
  26. Ali A, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis Dan Sosiologis) (Penerbit Toko Gunung Agung, 2002)
  27. Hamidi J, Hermeneutika Hukum: Sejarah, Filsafat, Dan Metode Tafsir (Universitas Brawijaya Press 2011)
  28. Leyh G, Legal Hermeneutics, History, Theory, and Practice (University of California 1992).
  29. Meliala DS, Perkawinan Beda Agama Dan Penghayat Kepercayaan Di Indonesia Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi (Nuansa Aulia 2015)
  30. Rahardjo S and Soemitro RH, Pengantar Ilmu Hukum, Buku Materi Pokok Modul 1-5 (Karunia 1986).
  31. Sutiyoso B, Metode Penemuan Hukum Upaya Mewujudkan Hukum Yang Pasti Dan Berkeadilan (UII Press 2002).
  32. Adon MJ, ‘Perkawinan Lili di Manggarai: Antara Hukum adat dan agama’ (2021) 21 Dharmasmrti Jurnal Imu Agama & Kebudayaan.
  33. Bajuber HAA, Alfa F and Madyan S, ‘Pernikahan Beda Agama Dalam Perspektif Hukum Islam Dan Perundang-Undangan di Indonesia’ (2020) 2 Hikmatina Jurnal Ilmiah Keluarga Islam.
  34. Barlian A and Herista A, ‘Pembangunan Sistem Hukum Indonesia berdasarkan nilai-nilai Pancasila sebagai Ideologi Politik Bangsa’ (2021) 9 Jurnal Kajian Lembaga Ketuhanan Nasional Republik Indonesia.
  35. Himawan A, ‘Tinjauan Yuridis Permohonan Pencatatan Perkawinan Beda Agama Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 68/PUU-XII/2014’ (2016) 6 Gloria Yuris.
  36. Humbertus P, ‘Fenomena Perkawinan Beda Agama Ditinjau Dari UU Tahun 1974 Tentang Perkawinan’ (2019) 4 Law and Justice Journal.
  37. Kadriah, Saiful T and Hidayat MN, ‘Interreligious Marriage According to Indonesian Legislation’ (2020) 549 Atlantis Press
  38. Laplata W, ‘Pelaksanaan Perkawinan Beda Agama Dalam Perspektif Yuridis (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Surakarta)’ (2014) 4 Jurnal Jurisprudence.
  39. Lokawijaya AF and Mulati, “Analisis Penetapan Pengadilan Negeri Surakarta No. 46/Pdt.P/2016/PN.Skt. Terkait Perkawinan Beda Agama Ditinjau Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, Volume 2, Number 2, 2019, Page 19.” (2019) 2 Jurnal Hukum Adigama.
  40. Milati Fatma Sari M and Yunanto, ‘Analisis Putusan Judicial Review Mahkamah Konstitusi Nomor 68/PUU-XII/2014 Atas Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Terhadap Perkawinan Beda Agama’ (2016) 5 Diponegoro Law Journal.
  41. Pratama FS, ‘Rechtsvacuum phenomenon in Government regulation of the Republic of Indonesia number 51 of 2020 related to passport renewal period to 10 years’ (2019) 1 Journal of Law and Border Protection.
  42. Sandy B, ‘Hak Yang Diperoleh Anak Dari Perkawinan Tidak Dicatat’ (2019) 7 Hukum Responsif.
  43. Sanger JP, ‘Akibat Hukum Perkawinan yang Sah Disasarkan pada Pasal 2 UU. Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan’ (2015) 3 Lex Administratum.
  44. Sanjaya UH, Hernoko AY, Thalib P, ‘Prinsip Maslahah pada putusan Mahkamah Konstitusi Terhadap Perkawinan Bagi Umat Beragama dan Penghayat Kepercayaan’ (2021) 28 Jurnal Hukum Ius Quia Iustum,
  45. Setianto DA, ‘Perkawinan Beda Agama Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 68/PUU-XII/2014 Dalam Perspektif HAM’ (2016) 9 Al Ahwal Jurnal Keluarga Islam.
  46. Setiyowati, ‘Perkawinan Beda Agama dalam Perkawinan Campuran’ (2016) 13 Jurnal Spektrum.
  47. Simanjuntak E, ‘Peran Yurisprudensi dalam Sistem Hukum di Indonesia’ (2019) 16 Jurnal Konstitusi.
  48. Yusra D, ‘Politik Hukum Hakim Dibalik Penemuan Hukum (Rechtvinding) Dan Penciptaan Hukum (Rechtsschepping) Pada Era Reformasi Dan Transformasi’ (2013) 10 Lex Jurnalica.
  49. Zainal A, ‘Perkawinan Beda Agama’ (2019) 18 Jurnal Lentera.
  50. Baskara DFA, “Analisis Yuridis Pernikahan Beda Agama Berdasarkan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan” (Universitas Wirajaya 2020).
  51. Darmawan A, “Analisis Hukum Islam Terhadap Pertimbangan Hakim Mahkamah Konstitusi Dalam Putusan MK Nomor 68/PUU-XII/2014 Tentang Perkawinan Beda Agama” (UIN Raden Intan Lampung 2017).
  52. Toha S, “Kajian Atas Perkawinan Beda Agama Berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Surakarta (Studi Penetapan Nomor 173/Pdt.P/2011/PN.Ska)” (Universitas Negeri Sebelas Maret 2012).
  53. Indonesian Ulema Council, Fatwa Number 5/MUNAS VII/8/2005 about Interfaith Marriage.