Main Article Content

Abstract

Sejarah industri radio dan televisi Indonesia dapat dibagi dalam tiga era kekuasaan otoritatif. (l) Era Monopoli Pemerintah 1962-1990. (2) Era Quasi- monopolistik: pemerintah memberi izin lima pemilik stasiun televisi baru (RCTI, SCTV, TPI, Anteve dan Indosiar), dan (3) Era Persaingan Bebas-pasca reformasi 1998. Setelahjatuhnyapresiden Soeharto danpelantikanpemerintahan yang baru di bawah BJ. Habibie, pemerintah melepaskan kontrol atas media, termasuk televisi. Kontrol sekarang ditentukan kekuatan pasar. Mencakup ketiga era seluruhnya, orang muslim Indonesia, yang merupakan populasi mayoritas (90% dari total populasi), tidak pemah disediakan peluang proporsional program siaran bertema Islam. Satu-satunya masa kemenangan Islam atas kepentingan media adalah sepanjang bulan sudRamadhan, ketika semua muslim wajibpuasa dan taat beribadah, televisi didominasi program bertema Islam. Sepanjang Ramadhan, program yang berkarakter Islam mendominasi layar televisi dan siaran radio, termasuk media cetak. Setelah Ramadhan, segalanya kembali berbalik ke bentuk semula. Mengapa Islam gagal memperluas kemenangannya di bulan setelah Ramadhan? Mungkinkah mengendalikan "antusiasme Ramadhan", bahkan setelah bulan suci telah lewat di negara di mana Islam agama mayoritas? Pertanyaan-pertanyaan tersebutdianalisis dalam tulisan ini.

Article Details

Author Biography

Ishadi S. K., Universitas Indonesia

Praktisi media dan dosen Pascasarjana Komunikasi Universitas Indonesia
How to Cite
K., I. S. (2009). Negotiating Mass Media Interest and Heterogeneous Muslim Audience in the Contemporary Social-Political Environment of Indonesia. Jurnal Komunikasi, 3(1), 33–52. Retrieved from https://journal.uii.ac.id/jurnal-komunikasi/article/view/5636