Main Article Content
Abstract
Jika sebelumnya aktivitas di dunia virtual merupakan salinan dari apa yang terjadi di dunia nyata, barangkali sekarang ceritanya berbeda. Di ruang keberagamaan misalnya, orang bisa menemukan dengan mudah beberapa ritual luring yang murni lahir sebagai anak dari negosiasi antara dunia maya dan nyata. Ngaji Ihya’ Virtal (NIV) dan Kopdar Ngaji Ihya’ (KNI) boleh kiranya disebut sebagai bentuk nyata dari pola barusan. Artikel ini tertarik untuk melihat lebih jauh proses pergeseran yang pecah dalam tubuh NIV hingga membuahkan KNI, kekhususan masing-masing dari mereka, dan apa saja yang memungkinkan perubahan di atas hadir di Indoensia. NIV untuk kali pertama muncul sebagai kajian rutin yang dipelopori Ulil Abshar Abdalla melalui akun Facebooknya. Karena dirasa laku dan bahkan mendapatkan banyak apresiasi, beberapa bulan selepasnya, Abdalla memutuskan untuk membentangkan sayap NIV menjadi KNI. Di level NIV, seseorang hanya bisa melihat Abdalla duduk bersila di suatu ruang dengan meja di depannya berlatar televisi sembari menjelaskan kitab Ihya’. Adapun di Kopdar ia akan menemukan nuansa yang sama sekali berbeda, baik dengan bentuk daringnya atau pun model kajian Ihya’ di pesantren, seperti soal hidangan, keakraban sampai konten ngaji. Darinya, saya merasa penting untuk menginvestigasi bagaimana pergeseran tersebut bisa muncul dan pada titik apa keduanya saling bernegosiasi dalam membentuk suatu praktik keberagamaan baru di dunia Islam, terlebih Pesantren—sebagai ibu kandung dari ngaji Ihya’. Walhasil, artikel berpendapat bahwa kemunculan itu berkelindan dengan beragamnya fitur yang dimiliki Facebook, ketokohan Abdalla, dan kecenderungan generasi Muslim baru melek teknologi yang secara tanpa sadar menuntut adanya negosiasi di muka.