Main Article Content

Abstract

This study is aimed to understand and analyze the imp lementation of the Islamic law of inheritance in four eth nic groups, namely Lampungnese, Javanese, Padangnese and Sundanese, in Metro City, Lampung. It examined the implementation of the Islamic law of inheritance by these four eth nic groups concerning the understanding of the division of inheritance upon death. This is an empirical study using primary data obtained from interviewing 300 respondents and 30 informants, consisting of 10 judges, 5 heads of villages, 5 kiai/ Islamic leaders, and 10 Islamic/village figures. The secondary dat a were divided into three parts: primary legal materials, sec ondary legal materials, and tertiary legal materials. The data analysis was carried out in stages: collection, inventory, classification, construction, and descriptive analysis based on content analysis. The study found that the majority of people--those who are lacking religious understanding with various bac kgrounds-- carried out inheritance based on customary inheritance law. While those who have better understandings of religion --which is a minority-- carried out inheritance based on The Islamic inheritance law. This study also found that 93% of the people agreed that the Islamic inheritance law should be applied to inheritance law for Indonesian Muslim communities in the form of legislation products.

Keywords

inheritance law Islamic inheritance Metro City

Article Details

References

  1. Abdul Ghofur Anshori, Menggali Makna Sistem Hukum Dalam Rangka Pembangunan Ilmu Hukum dan Sistem Hukum Nasional, Orasi Ilmiah Dies Natalis Fakultas Hukum UGM Ke-62, (Yogyakarta: 17 Februari 2008), hlm.16.
  2. Ibid.
  3. Monopluralis adalah suatu paham yang mengakui bahwa bangsa Indonesia terdiri dari berbagai unsur, beraneka ragam, seperti suku, adat dan budaya, agama namun semuanya terikat menjadi satu ksesatuan. https://azenismail.wordpress.com/2010/05/14/manusia- sebagai- makhluk-individu-dan makhluk sosial. Diakses dari internet tanggal 28 November 2018.
  4. Ibid., hlm 17-19. Teori ini pada awalnya digagas oleh Gustav Hugo (1764-1861) kemudian dikembangkan oleh Friedrich Carl Von Savigny yang mencoba menawarkan teorinya yang terkenal dengan teori Jiwa rakyat atau Volkgeist.
  5. Lihat Filsafat Hukum menurut Von Savigny, hlm. 128-129.
  6. Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan (Kumpulan Karya Tulis), (Bandung: Alumni, 2002), hlm. 3.
  7. Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 77.
  8. Transendental artinya menonjolkan hal-hal yang bersifat kerohanian. Lihat, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 387.
  9. Abdul Ghofur Anshori, Hukum Kewarisan di Indonesia Eksistensi dan Adaptabilitas, (Yogyakarta: Gadjah Mada Universitas Press, 2012), hlm. 1.
  10. Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum Kewarisan Islam Konsep Kewarisan Bilateral Hazairin, (Yogyakarta: UII Press, 2010), hlm. 7.
  11. Antropologi adalah suatu studi ilmu yang mempelajari tentang manusia baik dari segi budaya, perilaku, keanekaragaman,warna-warna, dan sebagainya. Objek utama dalam antropologi adalah manusia di dalam masyarakat suku bangsa, kebudayaan, dan perilakunya. Antropologi budaya mempelajari keseluruhan kebudayaan termasuk perubahan, akulturasi, dan difusi kebudayaan.Sebaliknya, konsep kunci di dalam kebudayaan sosial adalah struktur sosial, bukan kebudayaan. Jadi, antropologi budaya memfokuskan diri pada pelacakan sejarah dari unsur-unsur kebudayaan, sedangkan antropologi sosial memfokuskan pada pencarian hukum-hukum dan generalisasi tentang lembaga-lembaga sosial. Antropologi budaya lebih bersifat deskriptif historik, sedangkan antropologi sosial lebih bersifat eksplanatori. Diakses dari internet tanggal 14 Juli 2017. Lihat, Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi I, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996), hlm. 8-10.
  12. Vis a Vis berarti suatu kondisi di mana para pihak ditempatkan pada kondisi yang saling berhadap-hadapan (tidak saling memihak).
  13. Abdul Ghofur Anshori, Filsafat …, hlm. 44.
  14. Z Subhan, Tafsir Kebencian: Studi Bias Gender dalam Qur’an, (Yogyakarta: LKiS, 1999).
  15. Transendental artinya menonjolkan hal-hal yang bersifat kerohanian. Lihat, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. 387.
  16. Abdul Ghofur Anshori, Hukum Kewarisan di Indonesia Eksistensi dan Adaptabilitas, (Yogyakarta: Gadjah Mada Universitas Press, 2012), hlm. 1.
  17. Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum Kewarisan Islam Konsep Kewarisan Bilateral Hazairin, (Yogyakarta: UII Press, 2010), hlm. 7.
  18. Antropologi adalah suatu studi ilmu yang mempelajari tentang manusia baik dari segi budaya, perilaku, keanekaragaman,warna-warna, dan sebagainya. Objek utama dalam antropologi adalah manusia di dalam masyarakat suku bangsa, kebudayaan, dan perilakunya. Antropologi budaya mempelajari keseluruhan kebudayaan termasuk perubahan, akulturasi, dan difusi kebudayaan.Sebaliknya, konsep kunci di dalam kebudayaan sosial adalah struktur sosial, bukan kebudayaan. Jadi, antropologi budaya memfokuskan diri pada pelacakan sejarah dari unsur-unsur kebudayaan, sedangkan antropologi sosial memfokuskan pada pencarian hukum-hukum dan generalisasi tentang lembaga-lembaga sosial. Antropologi budaya lebih bersifat deskriptif historik, sedangkan antropologi sosial lebih bersifat eksplanatori. Diakses dari internet tanggal 14 Juli 2017. Lihat, Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi I, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1996), hlm. 8-10.
  19. Vis a Vis berarti suatu kondisi di mana para pihak ditempatkan pada kondisi yang saling berhadap-hadapan (tidak saling memihak).
  20. Abdul Ghofur Anshori, Filsafat …, hlm. 44.
  21. Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: Aksara Baru, 1985), hlm. 248.
  22. Melville Jakobs dan Bernhard Yahya Harahap, Kedudukan Janda, Duda dan Anak Angkat dalam Hukum Adat, (Bandung: PT. Citra Adytia Bakti, 1993), hlm. 62.
  23. Koentjaraningrat, Pengantar J. Stern, General Anthropology,(New York: Barners & Noble Books), hlm. 128.
  24. Eman Suparman, Intisari Hukum Waris Indonesia,(Bandung: CV Mandar Maju, 1991), hlm. 7.
  25. Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia Dalam Persfektif Islam, Adat dan BW, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2005), hlm. 8-9.
  26. Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993), hlm. 9.
  27. Lihat M. Amin Abdullah, Mazhab Jogja, Menggagas Paradigma Ushul Fiqh Kontemporer, (Djogjakarta: Ar-Ruzz Press, 2002), hlm. 15.
  28. Ibid., hlm. 28-29.
  29. Lembaran Daerah Kota Metro, 2012, hlm. 34-35.
  30. Agus Sudaryanto, “Sepikul Segendong: Harmonisasi Hukum Adat dan Hukum Islam dalam Pewarisan terhadap Anak” dalam Atik Triratnawati dan Mutiah Amini (Eds), Ekspresi Islam dalam Simbol-simbol Budaya di Indonesia, (Yogyakarta: PT. Adicita, 2005), hlm. 225.
  31. Tolib Setiady, Intisari Hukum Adat Indonesia (dalam Kajian Kepustakaan), (Bandung: Alfabeta, 2008 ), hlm. 285.
  32. C. Dewi Wulansari, Hukum Adat Indonesia Suatu Pengantar, (Bandung: Refika Aditama, 2010), hlm. 73.
  33. Chairul Anwar, Hukum Adat Indonesia Meninjau Hukum Adat Minangkabau, (Jakarta: Rieneka Cipta, 1997), hlm. 88.
  34. Wawancara dengan bapak Nizaruddin, dosen IAIN Metro, tanggal 23 Mei 2018.
  35. Suparman Usman, Hukum Islam Asas-Asas dan Pengantar Studi Hukum Islam Dalam Tata Hukum Indonesia, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), hlm. 18.
  36. Wawancara dengan Bapak Joni di Kota Metro, tanggal 11 Oktober 2016.
  37. Arso Sosroatmodjo dan A. Wasit Aulawi, Hukum Perkawinan di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1981), hlm. 34. Lihat juga Buku Pedoman PPN, Wakil PPN dan Pembantu PPN, Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi Lampung, Bidang Urusan Agama (Bandar Lampung: Gunung Pesagi, 2000), hlm. 25.
  38. Muslikh Ks dkk, Teks Kajen dan Serat Cebolek Sebagai Model Pembelajaran Resolusi Konflik: Studi Metaetika, (Yogyakarta: Pusat Studi Islam Universita Islam Indonesia, 2011), hlm. 19.
  39. Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo, 1992), hlm. 34-36.
  40. Lembaran Daerah …, hlm. 34.
  41. Integrasi adalah sebuah sistem yang mengalami pembauran hingga menjadi suatu kesatuan yang utuh. Integrasi sosial dimaknai sebagai proses penyesuaian di antara unsur-unsur yang saling berbeda di dalam kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan pola kehidupan masyarakat yang memiliki keserasian fungsi dan tujuan.Lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) huruf i.
  42. Nashr Farid Muhammad Washil dan Abdul Aziz Muhammad Azzam, Qawa’id Fiqhiyyah, diterjemahkan oleh Wahyu Setiawan, (Jakarta: Amzah, 2009), hlm. 1.
  43. Lihat, Juhaya S. Praja, Teori Hukum dan Aplikasinya Juhaya , (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2011), hlm. 117. Niat adalah dorongan pribadi seseorang untuk melakukan suatu tindakan. Lihat juga, Ahmad Nuryadi Asmawi, Philosofi Of Islamic Law of Transaction, (In Fiqih Legal Maxim), Modul Of Certified Islamic Financial Analyst (CIFA), Program Pascasarjana UIN SGD, in Cooperation With Muamalah Institute, hlm. 9.
  44. Kata “kiai” adalah kata yang populer di Lampung, yaitu seseorang yang biasa menjadi imam di masjid dan menjadi khotib serta memberi pengajian secara rutin dan sering berkopiah putih.
  45. Rumah tua adalah rumah yang pertama dibangun oleh kedua orang tua nya.
  46. Wawancara peneliti dengan Bapak Damsuri di Kota Metro, tanggal 20 Agustus 2018. Anak gadis tertuanya mendapat bagian toko dengan alasan suaminya hanya berwiraswasta, sementara kedua adiknya adalah PNS.
  47. Wawancara dengan Bapak Riki suku Padang,di Hadimulyo Barat, Kota Metro, tanggal 21 Agustus 2018.