Main Article Content

Abstract

Judicial transparency for the Supreme Court is not only a public need but also the needs of all members of the judiciary. With judicial transparency, there will be a gradual strengthening of accountability and professionalism as well as the integrity of the judiciary. The problems studied is how does reflexive law answer the problem of public information disclosure in the judiciary? From the results of the analysis of the study, it is concluded that the effort to realize public information disclosure before the court was applied by using a reflexive law approach. This theoretical approach is manifested in self-regulation in the form of the Decree of the Chief Justice of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number 1-144/KMA/SK/I/2011 on Guidelines for Information Services in Courts. Law Number 14 of 2008 on Public Information Disclosure does not regulate in detail and technically the provisions of public information disclosure services in each public agency, public bodies are required reflexively to make rules on standard operating procedures that regulate information service systems to the public through Information Commission Regulation Number 1 of 2010 on Public Information Service Standards.

Key Words: Ccourt; information disclosure; reflexive law

Abstrak

Transparansi peradilan bagi Mahkamah Agung bukan saja menjadi kebutuhan publik tetapi juga kebutuhan seluruh warga badan peradilan. Dengan adanya transparansi peradilan, secara perlahan akan terjadi penguatan akuntabilitas dan profesionalisme serta integritas warga peradilan. Permasalahan yang diteliti, bagaimana reflexive law menjawab permasalan keterbukaan informasi publik di lingkungan peradilan? Dari hasil analisis kajian, disimpulkan bahwa upaya perwujudan keterbukaan informasi publik di lingkungan pengadilan, diterapkan menggunakan pendekatan reflexive law. Pendekatan teori ini termanifestasikan dalam self regulation yang berupa Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1-144/KMA/SK/I/2011 Tentang Pedoman Pelayanan Informasi Di Pengadilan. Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik tidak mengatur secara rinci dan teknis tentang ketentuan pelayanan keterbukaan informasi publik di masing-masing badan publik, badan publik diwajibkan secara refleksif untuk membuat aturan tentang prosedur standar operasional yang mengatur sistem pelayanan informasi kepada publik melalui Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Standar Layanan Informasi Publik.

Kata Kunci: Reflexive law; keterbukaan informasi; pengadilan

Keywords

Ccourt information disclosure reflexive law

Article Details

Author Biography

Ashfa Azkia, Magister Hukum Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Indonesia

Pascasarjana Hukum
How to Cite
Azkia, A. (2021). Penerapan Reflexive Law Dalam Upaya Menjamin Keterbukaan Informasi Di Lingkungan Pengadilan. Lex Renaissance, 6(2), 391–406. https://doi.org/10.20885/JLR.vol6.iss2.art13

References

  1. Buku
  2. Fahmal, Muin , Peran Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Layak dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Bersih, UII Press, Yogyakarta, 2006.
  3. Farihah, Liza, Mendorong Keterbukaan Informasi di Pengadilan , Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Idependen Peradilan (LeIP), 2014
  4. Giddens, Anthony, The Third Way (Jalan Ketiga Pembaruan Demokrasi Sosial), terjemahan Ketut Arya Mahardika, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2000.
  5. Haryato, Ignatius, Apa itu Kebebasan Memperoleh Informasi? Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP), Jakarta, 2005.
  6. HR., Ridwan, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2010.
  7. Koalisi Untuk Kebebasan Informasi, Melawan Tirani Informasi, The Asia Foundation, Jakarta, 2001.
  8. Koalisi Untuk Kebebasan Informasi, Melawan Ketertutupan Informasi, USAID dan The Asia Foundation, Jakarta, 2003.
  9. Komisi Informasi Pusat Republik Indonesia, Anotasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik : Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), Jakarta, 2009.
  10. Manan, Bagir, Sistem Peradilan Berwibawa: Suatu Pencarian, Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2004.
  11. Mihardi, Muhammad, Kebebasan Informasi Publik versus Rahasia Negara, Ghalia Indonesia, Bogor, 2011.
  12. Penguatan dan Perluasan Program Quick Wins Mahkamah Agung dan Capaiannya, Ringkasan Laporan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi, Mahkamah Agung Republik Indonesia, Jakarta, 2010.
  13. S. Assegaf, Rifqi dan Josi Katarina, Membuka Ketertutupan Pengadilan, Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan, Jakarta, 2005.
  14. Soedarmayanti, GOOD GOVERNANCE (Kepemerinytan yang baik) Dalam Rangka Otonomi Daerah Upaya Membangun Organisasi Efektif dan Efisien Melalui Restrukturasi dan Pemberdayaan, Mandar Maju, Bandung, 2003.
  15. Widodo, Joko, Good governance Telaah dari Dimensi akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi Pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Insan Cendekia, Surabaya, 2001.
  16. Zulkarnain, Sirajuddin dan Aan Eko Widiarto, Menggagas Keterbukaan Informasi Publik: Upaya Kolektf Berantas Korupsi, Malang Corruption Watch dan YAPPIKA, Malang, 2006.
  17. Jurnal
  18. David Hess, “Social Reporting: A Reflexive Law Approach To Corporate Social Responsiveness”, Journal of Corporation Law, 25 (Fall 1999).
  19. Peraturan Perundang-Undangan
  20. Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
  21. Peraturan KPI Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik.
  22. Internet
  23. http://www.ptun-manado.go.id/index.php?option=com_content&view= article&id=209%3Amanfaat-keterbukaan-informasipublik&catid=116%3Akip &Itemid=1, Manfaat Keterbukaan Informasi Publik , ditulis oleh Redaktur pada 27 Mei 2013 , diunduh 25 Maret 2018