Main Article Content

Abstract

The arena of tension between kasepekang indigenous sanctions and legal humanism occurred in the Paselatan Traditional Village, Karangasem Regency, Bali. One family residing in the traditional village received customary sanctions in the form of being temporarily dismissed as krama (citizen) due to not being able to pay off debt loans at the Paselatan Traditional Village Credit Institution. Dismissal as a krama of a traditional village in Bali is commonly called a kasepekang indigenous sanction. There is a gap between what should be in the law, both in the regulation and implementation of the law, with the reality that occurred in the Paselatan Traditional Village; There are still traditional Kasepekang sanction which are considered to violate humanism values. This study analyzes: first, the enforcement of the indigenous sanction of kasepekang which are considered to violate the values of legal humanism. Second, the implementation of progressive legal principles in the case of bestowing kasepekang sanction in the Paselatan Traditional Village as a mediator between the legal tensions of the kasepekang indigenous sanction and legal humanism. The research method used is a normative research method. The theory used as an analysis is progressive legal theory. The results of the study concluded that the indigenous sanction of Kasepekang are not in accordance with philosophical, sociological values, and are contrary to the juridical aspects and are contrary to the theoretical aspects, especially the progressive legal theory. Progressive legal principles are applied as an end to the tension between Kasepekang indigenous sanction and legal humanism.


Key Words: Tension; kasepekang indigenous sanction; legal humanism


Abstrak
Arena ketegangan antara sanksi adat kasepekang dengan humanisme hukum terjadi di Desa Adat Paselatan, Kabupaten Karangasem, Bali. Satu keluarga yang bertempat tinggal di desa adat tersebut mendapatkan sanksi adat berupa diberhentikan sementara sebagai krama (warga) adat akibat tidak mampu melunasi pinjaman utang di Lembaga Perkreditan Desa Adat Paselatan. Pemberhentian sebagai krama (warga) desa adat di Bali lazim disebut sanksi adat kasepekang. Terdapat kesenjangan antara apa yang seharusnya dalam berhukum, baik dalam pengaturan maupun penerapan hukum, dengan kenyataan yang terjadi di Desa Adat Paselatan; masih ada sanksi adat kasepekang yang dianggap melanggar nilai-nilai humanisme. Penelitian ini menganalisis, pertama, penerapan sanksi adat kasepekang yang dinilai melanggar nilai-nilai humanisme hukum. Kedua, penerapan prinsip-prinsip hukum progresif pada kasus pemberian sanksi kasepekang di Desa Adat Paselatan sebagai penengah ketegangan hukum sanksi adat kasepekang dan humanisme hukum. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian normatif. Teori yang digunakan sebagai analisis yakni teori hukum progresif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa sanksi adat kasepekang tidak sesuai dengan nilai filosofis, sosiologis, dan bertentangan dengan aspek yuridis serta bertentangan dengan aspek teoritis khususnya teori hukum progresif. Prinsip-prinsip hukum progresif diterapkan sebagai akhir ketegangan antara sanksi adat kasepekang dengan humanisme hukum.


Kata-kata Kunci: Ketegangan; sanksi adat kasepekang; humanisme hukum

Keywords

Tension kasepekang indigenous sanction legal humanism

Article Details

How to Cite
Wibawa, I. P. S., & Ali, M. (2022). Ketegangan Hukum Antara Sanksi Adat Kasepekang Dengan Humanisme Hukum Di Desa Adat Paselatan, Kabupaten Karangasem, Bali. Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, 29(3), 611–632. https://doi.org/10.20885/iustum.vol29.iss3.art7

References

  1. Mahmud Marzuki, Peter, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2011.
  2. Raharjo, Satjipto, Penegakkan Hukum Progresif, Penerbit Buku Kompas, 2010.
  3. Suteki, Desain Hukum Di Ruang Sosial, Thafa Media, 2013.
  4. Tanya, Bernard L., Theodorus Yosep Parera, and Samuel F. Lena, Pancasila Bingkai Hukum Indonesia, Genta Publishing, Yogyakarta, 2015.
  5. Adharinalti, “Eksistensi Hukum Adat Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Di Bali.” Jurnal Rechtsvinding, 2012. http://dx.doi.org/10.33331/ rechtsvinding.v1i3.93
  6. Agus Riwanto, “Mewujudkan Hukum Berkeadilan Secara Progresif Perspektif Pancasila.” Al-Ahkam, 2017. https://doi.org/10.22515/alahkam.v2i2.1068.
  7. Anak Agung Gde Bagus Udayana,. “Marginalisasi Ideologi Tri Hita Karana Pada Media Promosi Pariwisata Budaya Di Bali.” Mudra Jurnal Seni Budaya 32, no. 1 (June 25, 2017). https://doi.org/10.31091/mudra.v32i1.4.
  8. Armaidy Armawi Hastangka and Kaelan. “Analisis Semiotika Peirce Dalam Penggunaan Bahasa Empat Pilar Berbangsa Dan Bernegara MPR RI.” LITERA, 2018. https://doi.org/10.21831/ltr.v17i3.20059.
  9. Birgit Bräuchler, “The Revival Dilemma: Reflections on Human Rights, Self-Determination and Legal Pluralism in Eastern Indonesia.” Journal of Legal Pluralism and Unofficial Law, 2010. https://doi.org/10.1080/07329113.2010. 10756648.
  10. Bobi Aswandi and Kholis Roisah. “Negara Hukum Dan Demokrasi Pancasila Dalam Kaitannya Dengan Hak Asasi Manusia (HAM).” Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, 2019. https://doi.org/10.14710/ jphi.v1i1.128-145.
  11. Ida Bagus Putu Eka Suadnyana, and Ni Wayan Yuniastuti. “Kajian Sosio-Religius Penerapan Sanksi Adat Kanorayang Di Desa Pakraman Bakbakan Kecamatan Gianyar, Kabupaten Gianyar.” WIDYANATYA, 2019. https://doi.org/10.32795/widyanatya.v1i2.494.
  12. I Gede Yoga Paramartha Duarsa, I Nyoman Gede Sugiartha, and Diah Gayatri Sudibya. “Penerapan Sanksi Adat Kasepekang Di Desa Adat Tanjung Benoa Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung.” Jurnal Konstruksi Hukum, 2020. https://doi.org/10.22225/jkh.1.1.2151.170-175.
  13. I Ketut Seregig, “Legal Sanction of Kesepekang in Balinese Customary System (In Perspective: Empiricism Theory of David Hume).” FIAT JUSTISIA:Jurnal Ilmu Hukum, 2018. https://doi.org/10.25041/fiatjustisia.v11no3.1109.
  14. I Putu Arya Mulyawan, Dewa Gede Wirama, and I Dewa Nyoman Badera. “Budaya Tri Hita Karana Sebagai Pemoderasi Pengaruh Prinsip Good Corporate Governance Pada Kinerja Lembaga Perkreditan Desa Di Kota Denpasar.” E-Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Universitas Udayana, August 21, 2017, 3193. https://doi.org/10.24843/EEB.2017.v06.i08.p10.
  15. Muhammad Syamsudin, “Korupsi Dalam Perspektif Budaya Hukum.” Unisia, 2007. https://doi.org/10.20885/unisia.vol30.iss64.art7.
  16. Mukhamad Luthfan Setiaji and Aminullah Ibrahim. “Kajian Hak Asasi Manusia Dalam Negara The Rule Of Law : Antara Hukum Progresif Dan Hukum Positif.” Lex Scientia Law Review, 2018. https://doi.org/10.15294/ lesrev.v2i2.27580.
  17. Mochtar Kusumaatmadja, “Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan - Fungsi Dan Perkembangan Hukum Dalam Pembangunan Nasional.” Teori Hukum Pembangunan, 2002.
  18. Moh. Mahfud MD., “Politik Hukum Hak Asasi Manusia Di Indonesia.” Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, 2000. https://doi.org/10.20885/ iustum.vol7.iss14. art1.
  19. Ni Made Ariswandani, “Peranan Pemerintah Dalam Penyelesaian Sengketa Pelarangan Upacara Kematian Di Setra Banjar Yangapi.” Jurnal Magister Hukum Udayana (Udayana Master Law Journal), 2017. https://doi.org/10.24843/jmhu.2017.v06.i02.p03.
  20. Satjipto Rahardjo, “Hukum Progresif: Hukum Yang Membebaskan.” Jurnal Hukum Progresif, 2011. https://doi.org/10.14710/hp.1.1.1-24. hlm. 1-4.
  21. Satya Arinanto, “Reformasi Hukum, Demokratisasi, Dan HAM.” Jurnal Hukum & Pembangunan, 2017. https://doi.org/10.21143/jhp.vol28.no1-3.540.
  22. SF. Marbun, “Pemerintahan Berdasarkan Kekuasaan Dan Otoritas.” Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 1996. https://doi.org/10.20885/iustum.vol3.iss6.art4.
  23. Sulaiman, “Interaksi Hukum Negara Dan Hukum Adat Dalam Penanggulangan Trawl Di Indonesia.” LITIGASI, 2016. https://doi.org/10.23969/ litigasi.v17i2.139.
  24. Tri Widya Kurniasari, “Lembaga Perkreditan Desa Dalam Perspektif Hukum; Sebuah Lembaga Keuangan Adat Hindu Penggerak Usaha Sektor Informal Di Bali.” Jurnal Masyarakat Dan Budaya, 2007. https://jmb.lipi.go.id/jmb/ issue/view/37. https://doi.org/10.14203/jmb.v9i1.264.
  25. Yuliana Primawardani, “Peremajaan Dan Pengembangan Wilayah Perkotaan Melalui Penggusuran Ditinjau Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia Di Kota Surabaya.” Jurnal HAM, 2018. https://doi.org/10.30641/ ham.2018.9.51-58.
  26. Wayan Putra, “[Tak Manusiawi] Ini Poin Sanksi Kasepekang Gegara Nunggak Utang di LPD’, dalam https://radarbali.jawapos.com, diakses pada 13 Januari 2021.
  27. I Komang Roby Patria, “Viral Nunggak Kredit Disanksi “Kasepekang”, MDA Abang Turun Tangan”, dalam www.news.beritabali.com, diakses pada 13 Januari 2021.
  28. Ida Ayu Suryantini Putri, “Satu Keluarga di Desa Adat Peselatan Diberhentikan sebagai Krama karena Tak Lunasi Utang di LPD”, dalam https://bali.tribunnews.com/2020/10/18/satu-keluarga-di-desa-adat-peselatan-diberhentikan-sebagai-krama-karena-tak-lunasi-utang-di-lpd?page=all, diakses 13 Januari 2021.