Vol.. 31, No. 1
JANUARI 2024

Published: January 31, 2024

Vol.. 30, No. 3
SEPTEMBER 2023

Published: October 6, 2023

Vol.. 30, No. 2
MEI 2023

Published: May 30, 2023

Vol.. 30, No. 1
JANUARI 2023

Published: November 29, 2022

Vol.. 29, No. 3
SEPTEMBER 2022

Published: September 2, 2022

Vol.. 29, No. 2
MEI 2022

Published: May 19, 2022

Vol.. 29, No. 1
JANUARI 2022

Published: January 31, 2022

Vol.. 28, No. 3
SEPTEMBER 2021

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jurnal Ius Quia Iustum kembali hadir untuk edisi terakhirnya periode 2021, yaitu Volume 28, Nomor 3, September 2021. Pada penerbitan kali ini, pembaca akan disuguhkan beragam artikel menarik dan penting. M. Arif Setiawan dan Mahrus Ali misalnya, menganalisis putusan tentang penerapan turut serta dalam putusan pengadilan untuk kasuskasus korupsi. Temuannya menarik, bahwa pembuktian kesengajaan ganda sebagai syarat turut serta melakukan diabaikan oleh para hakim, sehingga pemidanaan yang diterapkan menjadi jauh dari keadilan. Artikel selanjutnya yang ditulis oleh Umbu Rauta dkk., membahas pengaturan larangan plastik sekali pakai berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 29 P/HUM/2019. Menurut peneliti, pendapat yudisial Mahkamah Agung ternyata tidak tepat berdasarkan perspektif teori dan hukum perundang-undangan, serta pembatasan hak asasi manusia.

Artikel selanjutnya, membahas kedudukan dan materi muatan Peraturan Menteri dalam perspektif perundangundangan dan sistem presidensial di Indonesia yang ditulis oleh Ni’matul Huda. Penulis mengusulkan untuk mengurangi obesitas regulasi seharusnya Presiden membatasi produk pengaturan di jajaran eksekutif sampai pada Peraturan Presiden saja, sehingga tidak perlu sampai Peraturan Menteri. Artikel dari Mirza Satria Buana, Wahyudi Djafar, dan Ellisa Vikalista yang membahas tentang persoalan dan konstruksi norma pengaturan pembatasan kebebasan berkumpul di Indonesia dengan pendekatan perbandingan. Temuannya yang penting bahwa ternyata masih ada pengaturan kebebasan berkumpul yang bersifat ambivalensi dan diskriminatif.

Tidak ketinggalan, pembaca juga akan bertemu dengan artikel-artikel menarik lainnya, seperti yang ditulis oleh Rahayu, Diastama Anggita Ramadhan, dan Pulung Widhi Hari Hananto, yang membahas tentang pemenuhan kewajiban negara terhadap pekerja yang terdampak kebijakan penanganan covid-19 di Kota Semarang. Artikel Devi Andani dan Wiwin Budi Pratiwi yang membahas prinsip pembuktian sederhana dalam permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang. Dahliana Hasan yang menyajikan analisis terkait konsep pengenaan pajak alat berat pascaputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 15/PUU-XV/2017. Entol Zainal Muttaqien yang membahas kebijakan hukum vrijwillige orderwepping dan toepasselijk verklaring sebagai unifikasi Pemerintah Hindia Belanda. Hambali Yusuf menganalisis tentang pemaafan dan diat sebagai alternatif pidana penjara pada tindak pidana pembunuhan biasa.

Harapannya, artikel-artikel yang tersaji pada edisi kali ini, dan edisi-edisi lalu serta yang akan datang, tidak hanya berguna untuk memperkaya wawasan keilmuan pembaca, tetapi juga menginspirasi pembaca untuk menindaklanjutinya sehingga dapat bermanfaat bagi banyak pihak. Tidak lupa, kami berterima kasih kepada Mitra Bestari yang telah secara cermat menelaah dan memberi catatan-catatan detail untuk artikel-artikel yang diterbitkan, dan apresiasi yang setinggi-tingginya dari Kami untuk setiap penulis. Semoga, karya-karya yang ada pada penerbitan ini senantiasa menjadi peneguh iman, ilmu, dan amal semua pihak.

Selamat membaca.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Published: August 25, 2021

Vol.. 28, No. 2
MEI 2021

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Pandemi Covid-19 telah memasuki tahun kedua, namun sama sekali tidak menyurutkan semangat Tim Redaksi Jurnal Ius Quia Iustum untuk kembali hadir dan mempersembahkan berbagai artikel ilmiah bagi para pembaca setia kami. Bertepatan dengan bulan Ramadhan yang penuh berkah dan rahmat, kami berupaya menyajikan karya-karya akademik terbaik dari para kontributor pilihan melalui Edisi Nomor 2 Volume 28 Mei 2021 ini, sebagai perwujudan kerja keras sekaligus ibadah kami. Harapannya, karya-karya pilihan ini dapat turut menjadi penghias beranda ilmu pengetahuan pembaca tentang berbagai isu hukum yang tengah beriak pada saat ini.

Pertama, pembaca akan disuguhkan sajian artikel persembahan Bagir Manan, Indra Perwira dan Mei Susanto yang mengulik kemungkinan kolaborasi antara Dewan Perwakilan Daerah dengan Partai Politik, dengan memberikan gambaran-gambaran praktik institusi serupa DPD di beberapa negara lain sebagai benchmark pembanding. Kemudian, bergeser sedikit pada implikasi putusan Mahkamah Konstitusi terhadap penerapan prinsip maslahah dalam perkawinan umat beragama dan penganut kepercayaan, sebuah kajian dari Umar Haris Sanjaya yang menitikberatkan keutamaan diisinya kolom agama dalam KTP WNI demi kepentingan kemudahan perkawinan. Masih dalam judul urusan rumah tangga pemerintahan Negara Indonesia, Ahmad Ilham Wibowo dan Karina Maharani Alkhusna mengkaji pentingnya memberlakukan pembatasan atas wewenang presiden dalam melantik Wakil Menteri pasca Reformasi, sebagai upaya menambal celah hukum adanya kemungkinan dominasi kekuasaan presiden.

Beranjak lebih jauh, Lia Nuraini dan Dewi Haryanti mengajak pembaca bertualang ke garis batas terluar kepulauan Indonesia yang berbatasan langsung dengan perairan Singapura, melalui kajiannya tentang hak atas tanah ber-status quo di Pulau Galang, Batam, Kepulauan Riau, dalam kaitannya dengan perlindungan hukum bagi masyarakat di tanah berpantun ini. Titik puncak dari kajian ini adalah tumpeng-tindih wewenang antara Pemerintah Kota Batam dengan Otorita Batam yang merupakan warisan Presiden ke-tiga Republik Indonesia tersebut.

Menyeberang ke ranah hukum perdata dan bisnis, Inda Rahadiyan dan Nikmah Mentari mencoba memaparkan mitigasi resiko (risk mitigation) dalam Peer to Peer Lending (P2PL) yang tengah menjamur di masyarakat dengan mengedepankan unsur keterbukaan informasi. Kembali mengangkat tema duet antar instansi dalam edisi kali ini, Sukarni membawa angin segar melalui tulisannya yang mengawinkan aspek perdata, administrasi negara dan pidana dengan mengupas integrasi dan distribusi peran antara Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dengan Kepolisian Republik Indonesia dalam hal penegakan hukum dalam kasus persaingan usaha yang mengandung unsur tindak pidana.

Belum beranjak dari tema kegiatan bisnis di Indonesia, Tri Hidayati dan Erry Fitrya Primadhany mengangkat sebuah studi empirik di Kalimantan Tengah tentang pemenuhan kewajiban bagi pemerintah terkait fasilitasi sertifikat halal bagi produk pangan yang dijajakan oleh unit usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Dengan semangat yang sama, Ivone Tara Chesinta dan Raden Murjiyanto menyajikan upaya analisis mereka terhadap kepastian hukum pemberian perijinan terintegrasi melalui sistem Online Single Submission (OSS) dalam kaitannya dengan pendaftaran badan usaha secara elektronik (online) melalui Sistem Administrasi Badan Usaha (SABU) pada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta menjabarkan langkah-langkah yang harus dilakukan bagi perusahaan yang telah lebih dulu ada sebelum lahirnya sistem SABU.

Membawa pembaca kembali pulang ke Yogyakarta, Siti Rahma Novikasari dan Nurmalita Ayuningtyas Harahap mengangkat isu pengadaan tanah demi kepentingan umum di Taman Budaya Sleman dengan mentitik-beratkan pemenuhan hak atas informasi yang berkaitan dengannya bagi masyarakat yang terdampak. Sebagai penutup sajian intelektual dalam edisi kali ini, masih dalam radius Yogyakarta, Ani Yunita mempersembahkan kajiannya tentang penyelesaian sengketa seputar ekonomi Syariah melalui metode mediasi dalam lingkungan Pengadilan Agama di wilayah Yogyakarta yang semakin meredup seiring semakin mengakarnya pandemic Covid-19.

Harapan kami dari ruang redaksi Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, agar tulisan demi tulisan yang tersusun dalam edisi kali ini dapat menyumbangkan perluasan wawasan dan pengetahuan, pencerahan, manfaat yang berarti, serta memantik inspirasi dilakukannya penelitian-penelitian lanjutan. Ucapan terima kasih kami kepada Mitra Bestari yang telah dengan cermat, terperinci, dan amat baik menelaah dan memberi masukan-masukan untuk tulisan-tulisan yang terhimpun dalam edisi kali ini. Tak lupa pula, apresiasi tertinggi kami kepada setiap penulis yang telah berkenan pro-aktif dalam memproses artikelnya sehingga dapat disajikan kepada para pembaca.

Selamat Membaca.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Published: June 2, 2021

Vol.. 28, No. 1
JANUARI 2021

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

 

Mengawali 2021, Jurnal Ius Quia Iustum kembali menerbitkan berbagai artikel ilmiah bagi para pembaca. Pada edisi Volume 28 Nomor 1 Januari 2021 ini, tim redaksi Jurnal Ius Quia Iustum terus berupaya menyajikan berbagai goresan pena intelektual terbaik dari para kontributor. Berbagai artikel hasil penelitian yang renyah dan aktual ini tentunya akan menghiasi atmosfer akademik para insan pembaca.

Pertama kalinya pembaca akan menerima sajian artikel yang ditulis oleh Ridwan. Penerbitan Surat Keputusan Bersama (SKB) yang kian menjadi favorit para menteri tidak luput menjadi perhatian untuk dibedah dari segi hukum administrasi. Kajian terhadap SKB 3 Menteri tentang penjatuhan sanksi terhadap Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan, menjadi artikel pembuka pada edisi kali ini.

Masih dalam radius kajian pemerintahan, tim redaksi menyajikan artikel yang memotret hubungan antara Presiden dan DPR pasca amendemen UUD 1945. Ilham Habiburohman selaku penulis artikel menilai bahwa hubungan Presiden dan DPR saat ini terindikasi terjadi Constitutional Retrogression. Bagaimana indikasi tersebut dibuktikan oleh penulisnya, pembaca dapat mencermati pada artikel kedua edisi kali ini. 

Pandemi Covid-19 selain berimplikasi pada sektor kesehatan yang biasanya menjadi domain urusan kekuasaan eksekutif dan legislatif, rupanya juga memiliki efek pada kekuasaan kehakiman di berbagai negara, termasuk Indonesia. Ibnu Sina Chandranegara berhasil membandingkan penerapan judicial emergency di Amerika Serikat dengan cara merefleksikannya pada kekuasaan kehakiman di Indonesia. Artikel ketiga pada edisi kali ini siap menyajikan analisis tersebut.

Redaksi selanjutnya mengajak pembaca untuk mencermati isu hak asasi manusia yang kian menjadi perhatian masyarakat global. Pemenuhan hak atas pendidikan terus menjadi pekerjaan rumah pemerintah, terlebih hak pendidikan bagi penyandang disabilitas. Eko Riyadi berhasil memotret pemenuhan hak atas pendidikan bagi penyandang disabilitas pada perguruan tinggi di Yogyakarta dengan lensa hukum hak asasi manusia. Persoalan aksesibilitas menjadi sorotan utama artikel tersebut.

Masih berkaitan dengan isu hak asasi manusia, Rika Lestari dan Djoko Sukisno menyorot pengaturan hak tanah ulayat yang mengalami pergeseran karena selain diatur berdasarkan hukum adat, tetapi juga dengan peraturan perundang-undangan. Dengan fokus kajian pada eksistensi hak tanah ulayat masyarakat hukum adat di Kabupaten Kampar, penulis mengelaborasi kritiknya terhadap pola pelindungan dan pengakuan hak tanah ulayat masyarakat hukum adat melalui peraturan perundang-undangan.

Selain kelima artikel di atas, pembaca masih akan disajikan lima artikel lainnya yang tentu akan semakin memantik gairah membaca. Diantaranya adalah artikel yang membahas jaminan atas pemenuhan hak keamanan data pribadi dalam penyelenggaraan e-government, yang ditulis oleh Bunga Asoka Iswandari; makna pengalihan hak kepemilikan benda objek jaminan fidusia atas dasar kepercayaan, hasil karya Rachmadi Usman; selanjutnya mengenai orientasi filosofis hakim pengadilan agama dalam menyelesaikan sengketa ekonomi syariah, yang ditulis Zaidah Nur Rosidah dan Lego Karjoko.

Dua artikel terakhir sebagai penutup edisi kali ini ditulis oleh Pandam Nurwulan tentang implementasi pelayanan hak tanggungan elektronik bagi kreditor dan pejabat pembuat akta tanah; dan kajian terhadap uji reliabilitas sendai framework for disaster risk reduction dalam rehabilitasi kawasan ekonomi khusus tanjung lesung yang ditulis oleh Karina Stefanie dan Natalia Yeti Puspita.

Redaksi berharap agar kesepuluh tulisan yang terhimpun dalam edisi kali ini dapat memberi perluasan wawasan, pencerahan, manfaat yang luas, serta menginspirasi dilakukannya penelitian lanjutan. Kami berterima kasih kepada Mitra Bestari yang telah dengan cermat, detail, dan amat baik menelaah dan memberi catatan-catatan untuk tulisan-tulisan dalam edisi kali ini. Dan tak lupa, kami mengapresiasi setinggi-tingginya kepada setiap penulis yang telah berkenan aktif memroses artikel ini sehingga dapat disajikan bagi para pembaca.

Selamat Membaca.

 

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Published: March 16, 2021

Vol.. 27, No. 3
SEPTEMBER 2020

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

 

Menuntaskan 2020 ini, Jurnal Ius Quia Iustum akhirnya sampai pada edisi penutup untuk 2020 ini, setelah menerbitkan edisi pembuka dan edisi pertengahan beberapa bulan yang lalu. Pada edisi penutup tahun 2020 kali ini yaitu Volume 27 Nomor 3 September 2020, Jurnal Ius Quia Iustum seperti biasanya menyajikan hasil penelitian-penelitian dan kajian-kajian konseptual yang masih sangat minim berkaitan dengan permasalahan hukum yang tentunya sangat relevan dan urgen guna memberikan kontribusi di bidang riset ilmu hukum. Beberapa penelitian ini disuguhkan dalam sepuluh tulisan terpilih. Pertama-tama, pembaca akan bertemu sebuah artikel berjudul “Problematika Pengaturan Tindak Lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Perkara Pidana oleh Mahkamah Agung.” Tulisan yang diteliti oleh Ni’matul Huda ini di antaranya mengungkap bahwa tindak lanjut pasca putusan Mahakamah Konstitusi (terutama pengujian undang-undang) dalam perkara pidana oleh Mahkamah Agung (MA) berupa Surat Edaran MA (SEMA), Peraturan MA (PERMA), bahkan ada pula yang tidak menghiraukan putusan MK karena dalam menjatuhkan putusan MA masih berpijak pada ketentuan yang telah dibatalkan oleh MK tersebut.

Kedua, ada sebuah tulisan yang mengulas “Kompleksitas Perspektif Hukum Pidana Dalam Polemik Pengajuan Sumpah Advokat”. Dalam tulisan yang diteliti oleh Faisal dan Muhammad Rustamaji tersebut, terungkap terbitnya Surat Ketua MA Nomor 73/2015 yang mengizinkan organisasi advokat selain PERADI melakukan pengusulan sumpah advokat ke Pengadilan Tinggi dapat memunculkan perbuatan melawan hukum pidana materiil. Namun demikian, pertanggungjawaban hukum pidana terhadap perbuatan melawan hukum pidana tersebut sulit diwujudkan dikarenakan terjadinya rumusan yang tidak detail, utamanya mengenai konsep contempt of courtKetiga, pembaca juga akan bertemu dengan sebuah tulisan berjudul “Problem Pengaturan Upaya Paksa Penangkapan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Narkotika.” Tulisan yang diteliti oleh Kholilur Rahman tersebut menyimpulkan bahwa disharmonisasi pengaturan upaya paksa penangkapan terhadap pelaku tindak pidana narkotika oleh penyidik BNN dan Polri ini perlu di harmonisasikan berdasarkan KUHAP yang digariskan dalam integrated criminal justice system.

Pembaca juga akan bertemu dengan tulisan-tulisan lain, seperti sebuah tulisan dari Sahat Maruli Tua Situmeang dkk yang berjudul “Optimalisasi Peran Penegak Hukum Dalam Menerapkan Pidana Kerja Sosial Dan Ganti Rugi Guna Mewujudkan Tujuan Pemidanaan Yang Berkeadilan,” Sebuah tulisan dari Rahadian Diffaul Barraq Suwartono, dengan judul “Penggunaan Tentara Anak Oleh Aktor Selain Negara Ditinjau Dari Hukum Humaniter Internasional”, dan sebuah tulisan dari Aroma Elmina Martha dengan judul “Advokasi Perempuan Korban Kekerasan Melalui Model Clinic Legal Education.” Selain tulisan-tulisan tersebut, tentu saja terdapat empat tulisan lain yang sama menariknya dengan tulisan-tulisan yang telah disebutkan tersebut, yang ditulis oleh Wahyu Nugroho; Nita Ariyani dkk; I Putu Sastra; dan Fadhilatul Hikmah.

Akhir kata, kami berharap agar kesepuluh tulisan yang terhimpun dalam edisi kali ini dapat memberi perluasan wawasan, pencerahan, manfaat yang luas, dan inspirasi untuk dilakukannya penelitian-penelitian lebih lanjut disebabkan minimnya literatur berkaitan dengan isu hukum di atas pada masa mendatang di bidang riset hukum. Kami berterima kasih kepada Mitra Bestari yang telah dengan cermat, detail, dan amat baik menelaah dan memberi catatan-catatan untuk tulisan-tulisan dalam penerbitan edisi kali ini. Juga, kami mengapresiasi setinggi-tingginya setiap penulis yang terlibat di dalamnya.

Selamat Membaca.

 

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Published: December 15, 2020

Vol.. 27, No. 2
MEI 2020

Jurnal Ius Quia Iustum kembali hadir pada pertengahan 2020, setelah edisi pembuka untuk tahun ini diterbitkan pada awal 2020 lalu. Pada edisi pertengahan kali ini, Volume 20 Nomor 2 Mei 2020, Jurnal Ius Quia Iustum menyajikan hasil penelitian-penelitian dan kajian-kajian konseptual terkait permasalahan hukum. Ini disuguhkan melalui sepuluh tulisan. Pertama-tama, pembaca akan bertemu sebuah artikel berjudul “Risiko Koalisi Gemuk dalam Sistem Presidensial di Indonesia.” Tulisan ini mengungkap bahwa hasil perubahan konstitusi yang tidak konsisten dengan penguatan sistem persidensial, sistem multipartai ekstrim, dan lemahnya basis ideologi kepartaian menjadi alasan pembentukan koalisi gemik pada sistem presidensial. Ini membawa dampak berupa pemerintahan yang kompromistis, tidak stabil, dan dekat dengan kecenderungan otoriter. Pada bagian akhir, tulisan ini menawarkan pemurnian sistem persidensial melalui perubahan konstitusi dan penyederhanaan partai politik.

Kedua, ada sebuah tulisan yang mengulas potensi penyimpangan hukum dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2020, yang dikeluarkan Pemerintah sebagai respon atas Pandemi Covid-19. Dalam tulisan berjudul “Potensi Penyimpangan Hukum Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020” ini, terungkap adanya potensi penyimpangan hukum dalam Perpu ini. Di samping itu, Perpu tersebut juga dinilai tidak mengakomodasi sistem checks and balances di dalam pemerintahan, sehingga revisi terhadap Perpu ini adalah disarankan. Ketiga, pembaca juga akan bertemu dengan sebuah tulisan berjudul “Reformulasi Eksekusi Kebiri Kimia Guna Menjamin Kepastian Hukum Bagi Tenaga Medis/Dokter Dan Perlindungan Hukum Bagi Pelaku Pedophilia.” Tulisan yang menganalisis penetapan kebiri kimia sebagai hukuman pidana tambahan ini berhasil menunjukkan sebuah kelemahan dalam penetapan ini sehingga pembentuk peraturan perundang-undangan disarankan untuk merekonstruksi aturan terkait.

Pembaca juga akan bertemu dengan tulisan-tulisan lain, seperti sebuah tulisan dari Cita Yustisia yang berjudul “Restrukturisasi Perguruan Tinggi Swasta sebagai Upaya Penyehatan dan Peningkatan Kualitas Institusi,” sebuah tulisan dari Dwi Oktafia Ariyanti dan Nita Ariyani dengan judul “Model Perlindungan Hukum terhadap Justice Collaborator Tindak Pidana Korupsi di Indonesia”, dan sebuah tulisan dari Ibnu Sina dengan judul “Kompabilitas Penggunaan Metode Omnibus dalam Pembentukan Undang-Undang.” Selain tulisan-tulisan tersebut, tentu saja terdapat empat tulisan lain yang sama menariknya dengan tulisan-tulisan yang telah disebutkan barusan.

Akhir kata, kami berharap agar kesepuluh tulisan yang terhimpun dalam edisi kali ini dapat memberi perluasan wawasan, pencerahan, manfaat yang luas, dan inspirasi untuk dilakukannya penelitian-penelitian lebih lanjut pada masa mendatang. Kami berterima kasih kepada Mitra Bestari yang telah dengan cermat, detail, dan amat baik menelaah dan memberi catatan-catatan untuk tulisan-tulisan dalam penerbitan edisi kali ini. Juga, kami mengapresiasi setinggi-tingginya setiap penulis yang terlibat di dalamnya.

Selamat membaca!

Published: August 25, 2020

Vol.. 27, No. 1
JANUARI 2020

Jurnal Ius Quia Iustum kembali hadir untuk para pembaca. Kali ini, Jurnal Ius Quia Iustum hadir dengan edisi pertama untuk periode 2020, yaitu edisi Nomor 1 Volume 27 Januari 2020. Dalam kesempatan ini, tim redaksi Jurnal Ius Quia Iustum juga menyertakan doa agar setiap orang berada dalam keadaan sehat di tengah pandemi Covid-19.

Pada penerbitan kali ini, pembaca pertama-tama akan menemukan sebuah artikel dari Sefriani yang membahas prinsip Responsibility to Protect (R2P), sebuah prinsip yang sesungguhnya dimaksudkan untuk mencapai prinsip invervensi kemanusiaan, namun keberadaannya masih menyisakan kekhawatiran atas manipulasi politik dalam pengimplementasinya. Melalui artikel ini, pembaca akan menemukan elaborasi tentang perkembangan prinsip R2P dalam hukum internasional dan implementasi pilar pertama dari R2P dalam konteks pencegahan kejahatan yang tergolong mass atrocities crime. Selain itu, pembaca juga akan menemukan artikel dari Novena CM, dkk., yang membahas persoalan status hukum milisi maritim yang digunakan China dalam menegaskan klaim geopolitiknya di kawasan Luat China Selatan. Penulis pada bagian akhir artikelnya juga memberi analisis sehubungan dengan urgensi atas kerangka hukum yang pasti untuk mengatur penggunaan milisi maritim.

Artikel selanjutnya adalah milik Isharyanto. Penulis menganalisis pengalaman panjang transplantasi hukum yang dilalui Vietnam dalam kaitannya dengan negosiasi transplantasi hukum dengan ruang dan waktu domestik di Vietnam. Selanjutnya, pembacaakan pula menemukan artikel dari Mahrus Ali yang membahas persoalan teoretis penempatan hukum pidana sebagai last resort yang terbatas pada Pasal 100 ayat (1) UU PPLH. Tidak ketinggalan, sebuah artikel dari Juli Wiarti tentang perlindungan hukum terhadap penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum juga dihadirkan beserta elaborasi sehubungan dengan kondisi empirik pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas di Pengadilan Negeri Pekabaru terdapat di dalamnya.

Selain lima penulis yang telah disebutkan sebelumnya, tentu saja ada artikel-artikel menarik lainnya yang dapat memuaskan para pembaca; seperti artikel dari Andika Wahyudi Gani dan Muhammad Takbir tentang unifikasi hukum nasional dalam tindak pidana pembunuhan berlatarbelakang hukum adat, artikel dari Dyah Permata Budi Asri tentang perlindungan hukum Hak Kekayaan Intelektual bagi produk kreatif usaha kecil menegah di Yogyakarta, dan artikelartikel lainnya.

Artikel-artikel yang disajikan melalui penerbitan kali ini, tentu saja termasuk setiap penerbitan Jurnal Ius Quia Iustum, diharapkan tidak hanya bermanfaat untuk memperkaya wawasan keilmuan dan memuaskan rasa keingintahuan pembaca, namun juga dapat menjadi inspirasi untuk dilakukannya penelitian-penelitian lebih lanjut sehingga manfaat dari sebuah ilmu tetap mengalir secara berkelanjutan pada diri setiap orang.

Kami juga berterima kasih kepada segenap Mitra Bestari yang dengan teliti memeriksa dan dengan kritis memberi catatan secara detail untuk setiap artikel yang akan diterbitkan. Tidak lupa, apresiasi setinggi-tingginya tentu saja kami berikan kepada setiap penulis yang terlibat dan berpartisipasi dalam penerbitan Jurnal Ius Quia Iustum. Akhir kata, segenap tim Jurnal Quia Iustum berharap agar artikel-artikel yang tersaji dapat menjadi peneguh iman, ilmu, dan amal semua pihak serta dapat memicu perubahan hukum ke arah yang lebih baik pada masa mendatang.

Selamat Membaca

Published: June 29, 2020

Vol.. 26, No. 3
SEPTEMBER 2019

Jurnal Ius Quia Iustum akhirnya sampai pada edisi terakhirnya untuk periode 2019, yaitu edisi Nomor 3, Volume 26, September 2019. Pada penerbitan kali ini, ada artikel dari Ibnu Sina yang menyoroti gemuknya jumlah regulasi di Indonesia sehingga kebutuhan untuk merampingkan regulasi-regulasi itu menjadi muncul. Aspek-aspek dalam rangka penataan dan perampingan regulasi diuraikan, di antaranya dengan simplifikasi regulasi, rekonseptualisasi pemahaman mengenai kebutuhan regulasi, dan penciptaan sinergi antar pembentuk regulasi.

Artikel selanjutnya adalah tulisan M. Aziz Zaelani yang memberi analisis terkait pertentangan dalam pengaturan diskresi yang tidak relevan dengan prinsip-prinsip negara hukum. Dalam artikelnya, konstruksi baru tentang Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB) yang disaring dengan nilai-nilai Pancasila dijabarkan sebagai dasar pengaturan atas diskresi. Selain itu, ada juga artikel dari Tohadi yang menyajikan analisis perubahan pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan implikasi dari perubahan tersebut.

Tidak ketinggalan, Sutrisno, Nur Kumala, dan penulis-penulis lainnya juga turut memberikan elaborasi-elaborasi konstruktif atas konsep-konsep dan teori-teori, peraturan-peraturan, dan basis-basis argumentasi lain terhadap realitas hukum yang tidak jarang berada jauh dari aras idealitasnya. Beberapa di antaranya, Inda Rahadian, misalnya, menyoroti langkah pemerintah Indonesia melalui penerbitan undang-undang tertentu sebagai upaya pengimplementasian prinsip resiprositas dalam kerangka ASEAN Banking Integration Framework. Ada juga artikel dari Tutut F., dkk., yang membahas politik hukum pertanian di Indonesia dalam rentang waktu sejak era Orde Lama hingga Reformasi, dan diakhiri sebuah gagasan untuk menghadapi tantangan global dengan membangun politik hukum bidang pertanian yang berbasis demokrasi ekonomi yang digagas Bung Hatta.

Ada artikel-artikel menarik lainnya yang dapat dibaca pada edisi Nomor 3, Volume 26, September 2019 ini. Harapannya, artikel-artikel yang disajikan tidak hanya berguna untuk memperkaya wawasan keilmuan pembaca, tetapi juga menjadi inspirasi untuk ditindaklanjuti sehingga dapat bermanfaat bagi banyak orang. Tidak lupa, kami berterima kasih kepada Mitra Bestari yang telah dengan cermat menelaah dan memberi catatan-catatan secara detail untuk artikel-artikel yang akan diterbitkan, dan apresiasi kami yang setinggi-tingginya bagi setiap penulis. Semoga, karya-karya yang ada pada penerbitan ini senantiasa menjadi peneguh iman, ilmu, dan amal semua pihak.

Selamat Membaca.

Published: February 17, 2020

Vol.. 26, No. 2
MEI 2019

Jurnal Hukum Ius Quia Iustum No. 2 Vol. 26 Mei 2019 kembali hadir dengan isu-isu hukum aktual. Artikel pertama mengulas isu hak asasi manusia, khususnya politik hukum hak asasi manusia dalam bidang kebebasan beragama pasca Orde Baru. Penelitian ini mengulas mengenai dua hal, yaitu kebijakan regulasi di Indonesia dalam pemenuhan hak atas kebebasan beragama serta menganalisis bagaimana negara melakukan tindakan konkret dalam menegakkan hukum atas pelanggaran hak atas kebebasan beragama. Simpulan penelitian ini menunjukkan bahwa Pasca Orde Baru pemenuhan hak atas kebebasan beragama pada tataran regulasi relatif lebih protektif. Tetapi, pada tataran politik hukum hak atas kebebasan beragama, justru berwajah paradoksal. Hal ini disebabkan oleh menguatnya produk peraturan perundang-undangan dalam pemenuhan hak atas kebebasan beragama, tetapi di sisi lain negara juga gagal dalam memberikan perlindungan atas berbagai pelanggaran hak atas kebabasan beragama dan berkeyakinan.

Pembahasan ketatanegaraan Indonesia, terutama otonomi daerah menjadi isu yang terus diulas pasca reformasi 1998. Artikel kedua kali ini mengangkat persoalan mengenai kompleksitas otonomi daerah dan gagasan negara federal dalam Negara Kesaturan Republik Indonesia (NKRI). Permasalahan yang diulas terkait dengan kompleksitas otonomi daerah terutama dalam hal kewenangan, serta implikasinya terhadap eksistensi NKRI. Kompleksitas otonomi daerah yang terjadi di Indonesia merupakan salah satu dampak dari upaya resentralisasi yang diatur di dalam UU Pemerintahan Daerah pasca reformasi. Padahal, model sentralisasi sangat tidak sesuai dengan karakter Indonesia yang luas dan heterogen. Indonesia lebih cocok menggunakan sistem desentralisasi asimetris yang diperluas. Sehingga, apabila pengelolaan otonomi daerah yang sentralistik ini terus dilestarikan, berpotensi menimbulkan perlawanan dari daerah yang justru mengancam eksistensi NKRI.

Era reformasi sebagai fase transisi politik, selain membawa tuntutan atas hak asasi manusia dan otonomi daerah juga menyoroti isu peradilan. Kebijakan mengenai reformasi peradilan menjadi agenda strategis dalam perubahan konstitusi. Reformasi peradilan yang diangkat dalam perubahan UUD 1945 melahirkan dua pola pengelolaan jabatan hakim, yaitu jaminan independensi peradilan dan pelembagaan Komisi Yudisial. Selama hampir dua dekade pasca perubahan UUD 1945, kebijakan reformasi peradilan masih mencari bentuk yang definitif. Tarik ulur kepentingan, menyebabkan kebijakan reformasi peradilan cenderung mengalami defiasi dan berjalan tanpa pola.

Masih terdapat beberapa artikel lain yang dimuat dalam Volume 26 Nomor 2 Mei 2019 ini, di samping beberapa artikel di atas. Semoga dengan hadirnya tulisan-tulisan dalam Jurnal Ius Quia Iustum ini dapat memperkaya khasanah pengetahuan pembaca dan dapat memberikan sumbangan positif bagi perkembangan hukum di Indonesia. Kami mengucapkan terima kasih kepada Mitra Bestari yang telah bersedia memberikan catatan-catatan penting terhadap artikel Jurnal Ius Quia Iustum. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada penulis yang telah bersedia menyumbangkan gagasannya melalui artikel-artikel dalam jurnal kami.

Published: August 22, 2019

Vol.. 26, No. 1
JANUARI 2019

Jurnal Hukum Ius Quia Iustum No. 1 Vol. 26 Januari 2019 kembali hadir dengan isu-isu hukum aktual. Artikel pertama mengulas isu dilusi merek yang seringkali terjadi terhadap merek terkenal. Artikel ini membahas mengenai kasus dilusi merek yang terjadi di Indonesia dan Thailand. Fokus permasalahan yang diangkat, yaitu menilai kasus di dua negara yaitu IKEA vs IKEMA di Indonesia serta STARBUCKS vs STARBUNG di Thailand, termasuk kategori dilusi merek atau tidak, serta model perlindungan hukum bagi merek terkenal dari kasus dilusi merek. Penelitian ini menunjukkan bahwa kasus dilusi merek di Indonesia maupun Thailand tidak mengatur secara spesifik mengenai dengan dilusi merek. Perlindungan merek di Indonesia hanya mendasarkan pada persamaan secara keseluruhan dan/atau persamaan pada pokoknya dari suatu merek, sedangkan bagi Thailand, hanya mendasarkan pada kebingungan masyarakat atas suatu merek. 

Pembahasan terkait dengan tumpang-tindih pengaturan bentuk tiga dimensi dalam UU Merek dan UU Desain Industri juga menjadi topik menarik untuk dibahas. Dalam UU Merek dan UU Desain Industri, terdapat persinggungan pengaturan mengenai bentuk tiga dimensi, baik bentuk dalam merek maupun desain industri. Penelitian ini akan membahas terkait pemahaman yuridis atas konsep bentuk tiga dimensi, tumpang-tindih pengaturan bentuk tiga dimensi serta preskripsi atas tumpang-tindih pengaturan yang terjadi. Perlindungan hukum dalam setiap masing-masing rezim, yaitu UU Merek dan UU Desain Industri berbeda. Merek menekankan pada daya pembeda sedangkan desain industri menekankan kesan estetis yang baru. Artikel ini, lantas memberikan saran mengenai batasan merek tiga dimensi dan bentuk bentuk tiga dimensi dalam desain industri dalam rangka memenuhi kepastian hukum atas tumpang-tindih pengaturan yang terjadi. 

Tulisan yang membahas tentang sistem integritas untuk pemberantasan korupsi dalam sistem peradilan pidana Indonesia menjadi tema ke tiga dalam nomor kali ini. Artikel ini mengulas mengenai konsep sistem integritas yang diusulkan sebagai solusi pemberantasan korupsi di Indonesia, yang urgen untuk diaplikasikan di instansi-instansi penegak hukum. Penelitian ini mengungkapkan bahwa sistem pemberantasan korupsi masih menempatkan KPK sebagai leader yang justru menimbulkan ketidakharmonisan antar instansi penegak hukum. Sehingga, diperlukan konsep sistem integritas dimana penyidikan di KPK, Kepolisian dan Kejaksaan dilakukan dengan membentuk Mahkamah Integritas. Melalui sistem ini, ketiga lembaga tersebut diposisikan sebagai Badan Anti Korupsi yang independen.

Masih terdapat beberapa artikel lain yang dimuat dalam Volume 26 Nomor 1 Januari 2019 ini, di samping beberapa artikel di atas. Semoga dengan hadirnya tulisan-tulisan dalam Jurnal Ius Quia Iustum ini dapat memperkaya khasanah pengetahuan pembaca dan dapat memberikan sumbangan positif bagi perkembangan hukum di Indonesia. Kami mengucapkan terima kasih kepada Mitra Bestari yang telah bersedia memberikan catatan-catatan penting terhadap artikel Jurnal Ius Quia Iustum. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada penulis yang telah bersedia menyumbangkan gagasannya melalui artikel-artikel dalam jurnal kami.

Published: April 24, 2019

Vol.. 25, No. 3
SEPTEMBER 2018

Jurnal Hukum Ius Quia Iustum No. 3 Vol. 25 September 2018 kembali hadir dengan isu-isu hukum aktual. Artikel pertama mengulas isu keterlibatan Dewan Perwakilan Rakyat dalam pengisian jabatan hakim, baik hakim agung maupun hakim konstitusi. Pasca reformasi, pelibatan unsur DPR dalam sistem ketatanegaraan menimbulkan berbagai problematika, salah satunya pelibatan DPR dalam proses seleksi calon hakim agung dan hakim konstitusi. Dua hal yang diangkat dalam artikel ini, yakni raison d’etre pelibatan unsur DPR dalam pengisian jabatan hakim agung dan hakim konstitusi. Selain itu, artikel ini menjawab permasalahan pelibatan DPR tersebut dengan asas separation of power dan check and balances.

Tulisan mengenai over-criminalization dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia merupakan tulisan kedua pada edisi kali ini. Kriminalisasi yang semakin meningkat dan kebanyakan justru terkait dengan pelanggaran administrasi, menyebabkan permasalahan di dalam sistem hukum Indonesi berupa potensi over-criminalization. Sehingga, perlu dikaji mengenai konsep over-criminalization dan bentuk-bentuknya di dalam perundang-undangan pidana. Kajian ini menunjukkan bahwa kriminalisasi yang diatur di berbagai perundang-undangan mempunyai berbagai bentuk. Adanya kriminalisasi yang bertumpuk, dimana satu perbuatan dilarang di dua atau lebih perundang-undangan, kriminalisasi perbuatan yang tidak tercela, perumusan delik yang tidak memenuhi prinsip lex certa, kriminalisasi terhadap pelanggaran hukum administrasi murni, dan ancaman pidana yang tidak sebanding dengan derajat delik.

Isu terkait dengan kedaulatan sumber daya alam merupakan tema artikel selanjutnya. Tulisan ini membandingkan Aljazair dan Indonesia dalam aturan investasi asing untuk melihat implementasi kedaulatan permanen sumber daya alam negara. Permasalahan ini berangkat dari doktrin kedaulatan permanen sumber daya alam yang dicetuskan PBB tahun 1950 yang pada perkembangannya bersinggungan dengan isu ekonomi global, lingkungan, HAM dan perubahan iklim. Di Aljazair, Resolusi PBB tentang pentingnya kedaulatan sumber daya alam secara permanen ini diterapkan secara limitatif, dimana investasi asing sangat terbatas khususnya pada sumber daya alam strategis. Sedangkan di Indonesia, praktek investasi asing ini bersifat liberal dimana kepemilikan sahamnya bahkan mencapai seratus persen.

Masih terdapat beberapa artikel lain yang dimuat dalam Volume 25 Nomor 3 September 2018 ini, di samping beberapa artikel di atas. Semoga dengan hadirnya tulisan-tulisan dalam Jurnal Ius Quia Iustum ini dapat memperkaya khasanah pengetahuan pembaca dan dapat memberikan sumbangan positif bagi perkembangan hukum di Indonesia. Kami mengucapkan terima kasih kepada Mitra Bestari yang telah bersedia memberikan catatan-catatan penting terhadap artikel Jurnal Ius Quia Iustum. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada penulis yang telah bersedia menyumbangkan gagasannya melalui artikel-artikel dalam jurnal kami.

Published: January 17, 2019

Vol.. 25, No. 2
MEI 2018

Jurnal Hukum Ius Quia Iustum Volume 25 Nomor 2 Mei 2018 menyajikan sepuluh naskah yang membahas berbagai isu hukum aktual. Artikel pertama membahas mengenai penegakan hukum merek di Indonesia. Pembahasan yang diangkat dalam artikel pertama terkait dengan konsepsi iktikad tidak baik dalam pendaftaran merek dan penegakannya di Indonesia. Iktikad tidak baik dalam penelitian ini dikonsepsikan ketika pendaftaran mereknya dilakukan secara tidak layak dan tidak jujur (meniru, menjiplak, atau mengikuti merek pihak lain) untuk kepentingan usahanya. Hal ini menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat. Untuk menegakkan hukum pendaftaran merek dengan iktikad tidak baik tersebut melalui penolakan merek dari sejak proses pendaftaran, penghapusan merek oleh pemilik merek, pemerintah (menteri) atau pihak ketiga dan pembatalan mereka dengan gugatan ke Pengadilan Niaga.

Tulisan kedua edisi kali ini terkait dengan perlindungan dan pemberian restitusi serta perlindungan hukum terhadap korban human trafficking. Dalam realitanya, korban human trafficking tidak mendapatkan perlindungan hukum, restitusi dan kompensasi yang layak karena terkendala berbagai faktor. Salah satunya disebabkan tidak adanya mekanisme yang jelas dalam pemberian restitusi bagi korban trafficking. Pasal 48 UU No. 21 Tahun 2007 tentang TPPO pun tidak dapat diterapkan sehingga perlu diubah atau dibentuk peraturan pelaksananya dalam rangka pemenuhan hak-hak korban.

Artikel tentang Ketiadaan Batas Suspensi dan Implikasinya terhadap Perlindungan Investor Pasar Modal Indonesia merupakan artikel ke tiga dalam edisi kali ini. Permasalahan yang diangkat mengenai pengaturan sanksi suspensi, implikasi atas ketiadaan batas waktu pengenaan suspensi dan pengaturan batas waktu pengenaan sanksi suspensi. Akibat tidak adanya batas waktu suspensi oleh Bursa Efek Indonesia mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum bagi perusahaan yang terkena sanksi suspensi. Hal ini berdampak pada lemahnya perlindungan hukum bagi investor. Di Amerika Serikat contohnya, pengenaan sansi suspense dilakukan oleh Security Exchange Commission (SEC) yang dibatasi selama jangka waktu tertentu untuk menjamin kepastian hukum dan perlindungan bagi investor.

Masih terdapat beberapa artikel lain yang dimuat dalam Volume 25 Nomor 2 Mei 2018 ini, di samping beberapa artikel di atas. Semoga dengan hadirnya tulisan-tulisan dalam Jurnal Hukum Ius Quia Iustum ini dapat memperkaya khasanah pengetahuan pembaca dan dapat memberikan sumbangan positif bagi perkembangan hukum di Indonesia. Kami mengucapkan terima kasih kepada Mitra Bestari yang telah bersedia memberikan catatan-catatan penting terhadap artikel Jurnal Hukum Ius Quia Iustum. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada penulis yang telah bersedia menyumbangkan gagasannya melalui artikel-artikel dalam jurnal kami.

Published: November 5, 2018

Vol.. 25, No. 1
JANUARI 2018

Jurnal Hukum Ius Quia Iustum Volume 25 Nomor 1 Januari 2018 hadir kembali dengan mengangkat beberapa isu hukum kontemporer. Artikel pertama berjudul “Implementation of Trade Regulations on Fisheries to Prevent Fish Laundry in Indonesia”, yang membahas tentang pelaksanaan peraturan perdagangan di bidang perikanan untuk mencegah fish laundry di Indonesia berikut juga dengan kelemahan yang ada di dalamnya. Analisis dalam artikil ini menghasilkan kesimpulan bahwa peraturan perundang-undangan di bidang perikanan masih berfokus pada prosedur administratif, juga masih mengedepankan aspek pelayanan disbandingkan dengan pengawasan di bidang perikanan, sehingga kurang efektif untuk mencegah adanya fish laundry.

Artikel selanjutnya membahas tentang “Kebebasan Memilih Pihak dalam Kontrak pada Asas Kebebasan Berkontrak dalam Sewa Menyewa Kamar Tinggal”. Artikel ini membahas tentang praktek sewa kost di Indonesia yang sering sekali ditemukan, bahwa pemilik tempat tinggal hanya menerima penyewa Muslim dengan memasang papan bertuliskan “Terima Kost Muslim”, padahal salah satu cakupan kebebeasan berkontrak adalah bebas memilih dengan siapa seseorang membuat perjanjian.

Artikel selanjutnya berjudul “Peran Pemerintah Daerah untuk Mewujudkan Kota Layak Anak di Indonesia”, yang mengulas tentang partisipasi pemerintah daerah dalam upaya mewujudkan kota/kanupaten layak anak di Indonesia, berikut faktor yang mempengaruhi pemerintah daerah untuk mewujudkan kota layak anak.

Masih terdapat beberapa artikel lain yang dimuat di dalam Volume 25 Nomor 1 Januari 2018 ini, di samping beberapa artikel di atas. Beberapa di antaranya adalah “Evaluasi Program Peningkatan Kompetensi Hakim Melalui Pelatihan yang Terintegrasi dan Berkelanjutan di Indonesi”, “Harmonisasi dan Sinkronisasi Hukum terhadap Perbedaan Pengaturan Barang Impor dalam Keadaan Baru”, “Proporsionalitas dalam Kebijakan Formulasi Sanksi Pidana”, Menakar Justice for Peace dalam Penyelesaian Sengketa Konsumen Melalui Mediasi (Studi Keputusan BPSK No. Reg. 004/REG/BPSK-DKI/I/2016)”, “Model Penyelesaian Sengketa dan Peradilan Adat di Aceh”, “Batasan Melawan Hukum dalam Perdata dan Pidana Pada Kasus Persekongkolan Tender”, dan “Toward Legal Coherence in Trademark Law and Investment Law of Asean Countries Post AEC (Asean Economic Comunity) Blueprint 2025”.

Akhir kata, semoga kehadiran Jurnal Ius Quia Iustum dapat memperkaya khasanah pengetahuan pembaca dan dapat memberikan sumbangan positif bagi perkembangan hukum di Indonesia. Kami mengucapkan terima kasih kepada mitra bestari yang telah bersedia memberikan catatan-catatan penting terhadap artikel Jurnal Ius Quia Iustum, dan kepada penulis yang telah bersedia menyumbangkan gagasannya.

Published: August 14, 2018

Vol.. 24, No. 4
OKTOBER 2017

Jurnal Hukum Ius Quia Iustum Volume 24 Nomor 4 Oktober 2017 hadir kembali dengan mengangkat beberapa isu-isu hukum kontemporer. Artikel pertama edisi kali ini mengangkat persoalan penetapan hak yang tersirat oleh Mahkamah Konstitusi. Hak yang tersirat tersebut berupa hak untuk memperoleh bantuan hukum dan hak atas praduga tak bersalah yang ditanyakatakan oleh MK sebagai hak konstitusional meskipun tidak tercantum di dalam UUD NRI 1945. Dengan judul "Menyibak Hak Konstitusional yang Tersembunyi" artikel ini menjawab pertanyaan mengenai latar belakang putusan MK tersebut serta pendekatan penafsiran yang digunakan oleh MK.

Artikel kedua berjudul "Problematika Hukum Implementasi Putusan Final dan Mengikat Mahkamah Konstitusi Perspektif Negara Hukum" membahas mengenai putusan-putusan MK yang seharusnya mempunyai kekuatan final dan mengikat namun faktanya tidak dapat diimplementasikan secara konkret dan hanya mengambang. Sehingga, putusan MK seringkali gagal melimpahkan keadilan dan kepastian hukum serta berhenti pada tataran putusan normatif saja. Artikel ini menjawab permasalahan tentang hakikat hukum putusan final dan mengikat MK serta alasan mendasar mengapa putusan MK tidak dapat diimplementasikan secara konsekuen.

"Menghidupkan" Undang-Undang Dasar 1945 Tanpa Amandemen merupakan artikel ke tiga edisi kali ini. Artikel ini mengkaji tentang penyebab sulitnya amandemen kelima UUD 1945 dan mengkaji cara lain untuk mewujudkan UUD 1945 sebagai konstitusi yang hidup tanpa melalui prosedur formal. Dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan, konsep, sosiologi, politik dan pendekatan sejarah, artikel ini menguak penyebab kesulitan amandemen UUD 1945, yaitu prosedur formal amandemen yang terlalu rigid dan persoalan-persoalan politis yang tidak mendukung. Gagasan menghidupkan konstitusi lebih ditekankan pada pengaturan dalam undang-undang, interpretasi hakim konstitusi dan konvensi ketatanegaraan.

Selain ketiga artikel tersebut, terdapat lima artikel lain yang membahas isu-isu hukum secara menarik. Diantaranya mengenai Suksesi Kepemimpinan dalam Partai Politik (Studi Atas Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan), Implikasi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan terhadap Fungsi Perdilan Tata Usaha Negara, dan Pengembangan Model Partisipasi Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa di Kabupaten Banyumas. Selain itu, edisi ini juga membahas Inefektifitas Pengaturan Presidential Threshold dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum serta Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik pada Produk Hukum Perizinan Investasi Pemerintahan Daerah.

Akhir kata, semoga kehadiran Jurnal Ius Quia Iustum dapat memperkaya khasahah pengetahuan pembaca dan dapat memberikan sumbangan positif bagi perkembangan hukum di Indonesia. Kami mengucapkan terima kasih kepada mitra bestari yang telah bersedia memberikan catatan-catatan penting terhadap artikel Jurnal Ius Quia Iustum, dan kepada penulis yang telah bersedia menyumbangkan gagasannya.

Published: June 5, 2018

Vol.. 24, No. 3
JULI 2017

Jurnal Hukum Ius Quia Iustum Volume 24 Nomor 3 Juli 2017 hadir kembali dengan mengangkat beberapa isu hukum kontemporer. Artikel pertama berjudul Model Kewenangan Komisi Yudisial: Komparasi dengan Bulgaria, Argentina, Afrika Selatan, Mongolia, membahas kewenangan judicial council di empat negara dan KY di Indonesia yang lahir atas kecenderungan yang sama. Analisis perbandingan dalam artikel ini menghasilkan titik persamaan dan perbedaan model kewenangan KY dengan judicial council di empat negara.

Artikel selanjutnya mengulas Kebijakan Presiden Trump dan Respon Masyarakatnya terhadap Larangan Muslim Arab Tinggal di Amerika Serikat yang menjadi isu kontemporer global. Kebijakan tersebut dianalisis dari perspektif hukum dan HAM internasional serta respon masyarakat AS terhadap imigran muslim di Amerika Serikat.

Artikel berjudul Tanggungjawab Ahli Waris dari Penjamin pada Perusahaan yang Pailit Ditinjau dari Hukum Waris Islam mengangkat persoalan pertanggungjawaban ahli waris sebagai debitor pailit terhadap perjanjian jaminan perorangan yang dibuat pewaris dari perspektif hukum Islam.

Pertanggungjawaban Pejabat Pemerintahan dalam Menetapkan Diskresi (Studi Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016) merupakan artikel yang membahas Putusan MK Nomor 25/PUU-XIV/2016. Putusan tersebut berdampak terhadap keleluasaan pejabat pemerintahan dalam menerbitkan diskresi penggunaan anggaran negara maupun daerah. Pembahasan artikel ini seputar pola pertanggungjawaban pejabat pemerintahan yang menerbitkan diskresi dan upaya pembatasan penerbitan diskresi agar terhindar dari tindak pidana korupsi.

Selain ke empat artikel tersebut, Volume ini juga menyajikan empat tulisan lain, yaitu Penyelesaian Penyalahgunaan Wewenang yang Menimbulkan Kerugian Negara Menurut Hukum Administrasi Pemerintahan, Prinsip-Prinsip Praktik Bisnis dalam Islam Bagi Pelaku Usaha Muslim, Prinsip Kehati-hatian Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Peralihan Tanah yang Belum Bersertifikat, dan Batasan Penerapan Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum dalam Siaran Persidangan Pidana oleh Media.

Published: February 15, 2018

Vol.. 24, No. 2
APRIL 2017

Pergantian regulasi dan perubahan birokrasi menandakan Indonesia masih mencari bentuk ideal dalam menata kehidupan berdemokrasi. Dibentuknya berbagai macam lembaga negara atau organ lain bertujuan untuk menopang tegaknya supremasi hukum. Jurnal Hukum Edisi April Volume 24 No. 2 Tahun 2017 menghadirkan berbagai tema kajian hukum nasional. Artikel pertama membahas mengenai kedudukan dana program pengembangan daerah pemilihan (dana aspirasi) Dewan Perwakilan Rakyat dalam Ketatanegaraan Indonesia. Dana aspirasi menimbulkan penolakan di masyarakat bahkan Presiden karena proses pembahasannya cenderung elitis dan tidak aspiratif. Selain itu, dana aspirasi DPR yang berbasiskan daerah pemilihan mirip dengan politik gentong babi (pork barrel politics) yang dipraktikkan di Amerika Serikat serta model Constituency Development Fund (CDF) yang dipraktikkan di beberapa negara berkembang dan juga berpotensi bertabrakan dengan program pemerintah.

Artikel selanjutnya mengulas tentang potensi sengketa kewenangan lembaga negara dan penyelesaiannya di Mahkamah Konstitusi. Ketidakjelasan pola hubungan antar-lembaga negara, telah melahirkan implikasi lanjutan berupa potensi sengketa kewenangan antar lembaga negara. Penyelesaian sengketa untuk lembaga negara yang basis kewenangannya ada di konstitusi, sudah jelas jalurnya melalui MK. Namun, bagaimana penyelesaian atas sengketa-sengketa jenis lainnya yang kewenangan tidak diatur oleh konstitusi? Padahal jumlah lembaga negara independen yang sangat banyak dan terkadang memiliki persinggungan kerja kelembagaan, sehingga sangat memungkinkan terjadinya sengketa antar-lembaga negara independen.

Di samping kedua artikel berikut, artikel lainnya tentang hubungan hukum para pihak dan tanggung jawab agen dalam penyelenggaraan Branchless Banking di Indonesia. Pelaksanaan Branchless Banking di Indonesia dilaksanakan oleh Bank Indonesia maupun Otoritas Jasa Keuangan. Regulasi yang menjadi dasar penyelenggaraan Branchless Banking di Indonesia saat ini lebih cenderung memberikan pengaturan dari segi administratif, sementara perihal bentuk hubungan hukum para pihak dan kedudukan agen belum diatur secara jelas. Dalam praktik ditemukan berbagai perbedaan mendasar mengenai kedudukan agen dalam konsep keperantaraan dunia bisnis dengan agen Branchless Banking mulai dari proses penunjukkan, kewenangan maupun tanggung jawab antara agen dengan pihak lain.

Artikel selanjutnya mengkaji tentang Mahkamah Konstitusi Dalam Dua Rupa: The Instigator dan Agent of Social Change. Mahkamah Konstitusi Indonesia melalui putusan-putusannya terbukti telah mempengaruhi perubahan sosial di masyarakat. Kajian mengenai peran pengadilan sebagai pemantik perubahan sosial umumnya lebih dikenal dalam sistem negara common law. Sementara Indonesia, oleh sebagian kalangan, dikatakan sebagai penganut civil law system. Mahkamah Konstitusi sebagai pengadilan konstitusi, sedikitnya memainkan dua peran, yaitu sebagai agent of social change dan sebagai Instigator of social change. Analisis dilakukan terhadap Putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010 tentang Anak Di luar Kawin dan Putusan No. 47-81/PHPU.A-VII/2009 Tentang Sistem Noken.

Akhirnya, kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Mitra Bestari yang telah berkenan meluangkan waktu untuk memberikan perbaikan yang konstruktif terhadap materi artikel jurnal hukum, dan kepada penulis yang telah berpartisipasi menyumbangkan pemikiran-pemikiran progresif dalam menyikapi berbagai persoalan hukum yang muncul di tengah kehidupan masyarakat.

Semoga Jurnal Hukum ini dapat memberikan manfaat dan menjadi rujukan bagi aktivitas ilmiah para pembaca sekalian.

Published: August 15, 2017

Vol.. 24, No. 1
JANUARI 2017

Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM edisi Januari 2017 kembali hadir dengan mengetengahkan berbagai isu hukum yang beragam seiring dengan perkembangan struktur dan kultur masyarakat. Di antaranya adalah artikel yang membahas klausula pembatasan dan pengalihan tanggung jawab pialang berjangka dalam kontrak baku pemberian amanat secara elektronik On-Line. Artikel ini menyoroti klausula pembatasan tanggung jawab pialang berjangka yang muncul dalam lampiran No. 107/BAPPEBTI/PER/11/2013 dinilai sebagai bentuk intervensi ke ranah privat yang membebankan tanggung jawab secara berat sebelah kepada salah satu pihak. Padahal Undang-Undang No. 10 Tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi mempunyai semangat untuk melindungi kepada para pihak sebagai pelaku perdagangan berjangka. Seharusnya kontrak yang dibuat berdasarkan Peraturan Kepala Bappebti batal demi hukum.

Artikel selanjutnya mengkaji tentang model penyelesaian alternatif perkara pidana pembunuhan biasa menurut hukum Islam dan relevansinya dengan pembaharuan hukum pidana Indonesia. Model penyelesaian dengan menggunakan sistem peradilan pidana yang berlaku sekarang ini sangat formalistik dan kaku. Semua kasus pidana harus diselesaikan sesuai dengan ketentuan hukum acara yang baku dan prosedural. Padahal persoalan pelanggaran hukum tidak musti selalu diselesaikan dengan pro justicia. Model alternatif yang ditawarkan melalui penelitian ini menggunakan model penyelesaian “diyat†dan “maaf†yang dalam konsep Islam sangat relevan dan dapat diterima oleh bangsa Indonesia. Hal ini karena memberi maaf kepada pelaku oleh korban atau keluarga korban sejalan dengan asas musyawarah yang hidup dan terpelihara dalam menyelesaikan masalah.

Di samping kedua artikel tersebut, artikel lainnya adalah pengelolaan sumber daya energi berbasis lingkungan dalam rangka mewujudkan negara kesejahteraan. Artikel ini mengkritisi pengelolaan sumber daya alam yang malah mengakibatkan kerusakan lingkungan. Dengan menggunakan metode pendekatan yuridis, penelitian ini menyatakan bahwa politik hukum terkait pengelolaan SDE yang ada sekarang ini secara yuridis, dan sosiologis cenderung mengutamakan kepentingan ekonomi sesaat serta relatif lebih banyak diwarnai oleh kepentingan-kepentingan pasar liberalis dan kapitalisasi SDE dibandingkan nilai pengelolaan SDE yang berdasarkan nilai falsafah Pancasila dan berbasis lingkungan hidup.

Sebagai penutup, artikel yang mengkaji tentang fungsi dan peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) terhadap praktik kepatuhan syariah yang berperspektif perlindungan konsumen dalam perbankan syariah di Indonesia juga merupakan artikel pilihan yang dikaji dalam jurnal hukum edisi ini. Artikel ini menyatakan bahwa DPS belum berfungsi secara optimal, masih banyak pelanggaran kepatuhan syariah yang dibiarkan. Padahal DPS dalam perbankan syariah, memiliki hubungan yang kuat dengan manajemen risiko perbankan syariah, yaitu risiko reputasi, yang pada gilirannya mempengaruhi risiko lain, seperti risiko likuiditas. Karena pembiaran tersebut, maka akan merusak citra dan kredibilitas perbankan syariah di mata publik, sehingga dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap perbankan syariah.

Akhir kata, redaksi berharap semoga kehadiran Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM ini dapat memperluas cakrawala dan khasanah pengetahuan pembaca. Tak lupa kami haturkan terima kasih kepada mitra bestari yang telah berkenan meluangkan waktu untuk memberikan catatan perbaikan terhadap substansi jurnal, dan kepada penulis yang berpartisipasi menyumbangkan gagasannya.

Selamat membaca,

Published: April 10, 2017

Vol.. 23, No. 4
OKTOBER 2016

Jurnal Hukum Ius Quia Iustum Volume 23 Nomor 4 Oktober 2016 hadir kembali dengan mengetengahkan sejumlah permasalahan aktual, antara lain mengkaji tentang urgensi perluasan permohonan pembubaran partai politik di Indonesia. Perkembangan partai politik di Indonesia mengalami pasang surut seiring dengan dinamika politik dan ketatanegaraan yang berubah. Partai politik kerap melakukan pelanggaran dalam penyelenggaraan pemilu. Sementara, bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh partai politik tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pemerintah sebagai satu-satunya pemohon pembubaran partai politik juga dirasa bermasalah. Maka, diperlukan perluasan terhadap permohonan pembubaran partai politik agar terwujud sistem pemilu yang demokratis.di Indonesia.

Artikel berikutnya mengkaji tentang perlindungan hukum terhadap disabilitas dalam memenuhi hak mendapatkan pendidikan dan pekerjaan. Penyandang disabilitas masih mengalami berbagai tindakan diskriminasi, terutama terkendala dengan persyaratan sehat jasmani dan rohani  yang selalu menjadi salah satu syarat umum yang mutlak dimiliki setiap orang. Pembaharuan hukum berupa kebijakan affirmative action bidang aksesibilitas pendidikan dan pekerjaan bagi disabilitas menjadi mutlak diperlukan. Selain itu, bantuan hukum melalui jalur litigasi bagi para penyandang disabilitas untuk memperjuangkan hak-haknya juga harus tersedia.

Di samping kedua artikel tersebut artikel lainnya adalah kajian filsafat ilmu terhadap pertambangan batubara sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Pertambangan batubara memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional yang harusnya dijalankan secara selaras sesuai Pasal 33 ayat (3) dan (4) UUD 1945. Namun dalam implementasinya, negara seringkali dihadapkan dalam kondisi dilematis antara pemanfaatan optimal dengan kerugian lingkungan dan sosial, termasuk menyeimbangkan pertumbuhan dan pemerataan. Refleksi saat ini penguasaan oleh negara lebih mendominasi pemanfaatannya, sehingga perlu penyeimbang baru berupa kebijakan pengelolaan nasional.

Artikel lainnya mengupas tentang pergulatan paham negara kesejahteraan (Welfare State) dan Negara Regulasi (Regulatory State) dalam Perkara Konstitusional. Pergeseran konsep negara regulasi menuntut peran sentral negara. Adanya regulatory agency seperti BP Migas dan BPH Migas semakin menguatkan adanya konsep negara regulasi. Padahal putusan MK mengamanahkan bahwa tata kelola migas seharusnya dikelola langsung oleh negara.

Akhir kata redaksi berharap semoga kehadiran Jurnal Hukum Ius Quia Iustum edisi ini memberikan pencerahan pengetahuan para Pembaca mengenai perkembangan hukum di era globalisasi ini. Kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada mitra bestari yang telah berkenan meluangkan waktu untuk mengkritisi kelayakan artikel Jurnal Hukum Ius Quia Iustum ini, dan kepada penulis yang telah berpartisipasi menyumbangkan pemikirannya atas segala persoalan-persoalan hukum yang muncul di tengah kehidupan masyarakat.

Selamat membaca

Published: April 10, 2017

Vol.. 23, No. 3
JULI 2016

Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM edisi Juli 2016 akan menyajikan sejumlah artikel yang beragam antara lain penyelesaian sengketa batas daerah menggunakan pendekatan regulasi. Dalam konteks pemekaran daerah penetapan garis batas sudah dituangkan dalam UU tentang pembentukan suatu daerah. Namun yang menjadi persoalan penentuan garis batas yang telah dituangkan dalam bentuk UU dalam implementasinya di lapangan masih memunculkan penafsiran dari masing-masing daerah yang berdampingan. Perbedaan penafsiran dari masing-masing pihak inilah yang bermuara pada terjadinya sengketa perbatasan antar daerah. Dalam kenyataannya faktor pemicu terjadinya sengketa perbatasan dilatarbelakangi oleh berbagai motif.

Artikel lainnya memaparkan mengenai peran negara dalam pengembangan sistem ekonomi kerakyatan menurut UUD 1945. Sejak awal kelahirannya Indonesia bertekad untuk membentuk sistem perekonomian Indonesia yang berpihak pada kesejahteraan rakyat. Namun, dalam praktiknya, konsep ekonomi kerakyatan kalah saing dengan konsep neoliberal. Ketika reformasi bergulir, pemikiran tentang Ekonomi Kerakyatan atau Ekonomi Pancasila mendapat tempat kembali melalui Ketetapan MPR No. VI/MPR/1999. Koperasi masih sangat relevan untuk kondisi Indonesia sekarang ini asalkan didukung oleh perangkat legislasi yang memadai.

Di samping kedua artikel tersebut, artikel berikutnya mengkaji model pemberdayaan konsumen terhadap ancaman bahaya produk pangan tercemar bahan berbahaya beracun di Provinsi Lampung. Maraknya peredaran produk pangan yang tidak aman dikonsumsi di pasaran menuntut pemerintah daerah untuk meningkatkan pengawasan. Di samping itu, konsumen juga harus dibekali pengetahuan yang memadai agar terhindar dari ancaman bahaya pangan tercemar zat kimia. Pelaku usaha pun harus diberi sanksi yang tegas jika terbukti lalai memenuhi standar mutu produksi barang/jasa. Pasalnya, Negara wajib memberikan akses dan ketersediaan pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pangan dan gizi yang terjangkau dan memadai.

Hukum dan Teknologi: Model Kolaborasi Hukum dan Teknologi dalam Kerangka Perlindungan Hak Cipta di Internet ini merupakan artikel pilihan yang juga dikaji melalui jurnal hukum edisi ini. Sejak Indonesia meratifikasi WIPO Internet Treaties, perlindungan hak cipta di internet melalui model kolaborasi teknologi dan hukum diatur dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Akan tetapi instrumen perlindungan hak cipta di internet masih belum optimal sebagaimana keberadaan sanksi pidana, jika merujuk pada ketentuan Pasal 120 Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 sebagai delik aduan, kedudukannya menjadi sangat tidak kuat dalam melindungi teknologi. Untuk dapat mewujudkan perlindungan hak cipta di internet, maka model kolaborasi antara pendekatan teknologi dan hukum menjadi suatu keniscayaan.

Akhir kata, redaksi berharap semoga kehadiran Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM ini dapat memperluas cakrawala dan khasanah pengetahuan pembaca. Tak lupa kami haturkan terima kasih kepada mitra bestari yang telah berkenan memberikan catatan-catatan penting terhadap artikel Jurnal Hukum, dan kepada penulis yang berpartisipasi menyumbangkan gagasannya.

Selamat membaca,

Wabillahittaufiq wal hidayah

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Published: December 5, 2016