Main Article Content

Abstract

Circular Letter of the Minister of Home Affairs ('SE Mendagri') No. 821/5492/SJ grants authority to the Mayor (in charge) of the Province to re-assignation or to dismiss civil servants ('PNS') or state civil apparatus ('ASN') without the approval of the Ministry of Home Affairs (Kemendagri), and thus, such policy has caused several polemics, particularly in reagards to the re-assignation of Civil Servants. The problems in this study are first, what is the position of SE Mendagri No. 821/5492/SJ among the legal instruments issued by the government? Second, How are efforts to actualise the Meritocracy System following the Authority of Acting Regional Heads to Re-assign Civil Servants Based on SE Mendagri No. 821/5492/SJ? The approach in this study employs a statutory and conceptual regulatory approach, whilst the type of research used is normative legal research. The data collection method utilises literature studies. The results of the study indicate that SE Mendagri is included in policy regulations and the government needs to revoke and declare it invalid to actualize meritocracy. The conclusion of the study presents that the SE Mendagri is a policy regulation in accordance with the characteristics of the policy regulation that has been described and the government needs to revoke and declare it invalid to realize the implementation of the meritocracy system.
Keywords: Circular Letter, Meritocracy System, Re-assignation.


Abstrak
Surat Edaran Menteri Dalam Negeri (SE Mendagri) No. 821/5492/SJ memberikan wewenang kepada Wali Kota (Pj) Provinsi untuk melakukan mutasi atau pemberhentian pegawai negeri sipil (PNS) atau aparatur sipil negara (ASN) tanpa persetujuan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan hal tersebut menimbulkan beberapa polemik, terutama dalam hal mutasi Pegawai Negeri Sipil. Permasalahan dalam penelitian ini adalah pertama, bagaimana kedudukan SE Mendagri Nomor 821/5492/SJ dalam instrumen hukum pemerintahan, dan kedua, bagaimana upaya mewujudkan Sistem Meritokrasi pasca lahirnya Kewenangan Pj Kepala Daerah untuk Memutasi PNS Berdasarkan SE Mendagri Nomor 821/5492/SJ. Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan dan konseptual dimana jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa SE Mendagri termasuk dalam peraturan kebijakan dan pemerintah perlu mencabut dan menyatakan tidak berlaku untuk mewujudkan meritokrasi. Kesimpulan penelitian ini adalah SE Mendagri merupakan peraturan kebijakan sesuai dengan ciri-ciri peraturan kebijakan yang telah diuraikan dan pemerintah perlu mencabut dan menyatakan tidak berlaku untuk mewujudkan implementasi sistem meritokrasi.
Kata Kunci: Meritokrasi, Mutasi, Surat Edaran.

Keywords

Circular Letter Meritocracy System Re-assignation

Article Details

How to Cite
Nurmalita Ayuningtyas Harahap. (2024). Mewujudkan Sistem Meritokrasi Pasca Lahirnya Kewenangan Penjabat Kepala Daerah untuk Memutasi Pegawai Negeri Sipil (Tinjauan terhadap Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 821/5492/SJ). Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, 31(3), 512–535. https://doi.org/10.20885/iustum.vol31.iss3.art2

References

  1. Ammar, Mu and Zayn Qadafy. “Meritokrasi Perspektif Al-Qur’an,” n.d.

  2. Aritonang, Dinoroy. “Penggunaan Asas Diskresi dalam Pembuatan Produk Hukum.” Jurnal Ilmu Administrasi. Vol. VII, 2010.

  3. Castilla, Emilio J., Stephen Bernard. “Castilla, Emilio J., and Stephen Benard. ‘The Paradox of Meritocracy in Organizations.’ Administrative Science Quarterly 55, No. 4 (2010): 543–76. Http://Www.Jstor.Org/Stable/41149515.,” n.d.

  4. Diskresi, Perluasan Pengaturan, Wahyuni Utami, and Nur Wahyuni Utami. “Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” n.d.

  5. Jimly Asshiddiqie dan M. Ali Safa’at. Theory Hans Kelsen Tentang Hukum. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, 2006.

  6. Muhammad Addi Fauzani. “Diskresi dan Fiktif Positif Pasca UU Cipta Kerja” n.d. https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/30332/t/Parip.

  7. Perdana, Gema. “Menjaga Netralitas ASN Dari Politisasi Birokrasi Protecting The ASN Neutrality From Bureaucracy Politicization.” Vol. 10, 2019.

  8. Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013.

  9. Purnamawati, Evi, dan Hijawati. “Freies Ermessen dalam Pemerintahan Indonesia,” n.d. http://ejournal.ipdn.ac.id/khatulistiwa/article/do.

  10. Rahmat Bagja. Netralitas ASN: Problematika dan Studi Kontemporer. Jakarta: Badan Pengawas Pemilu RI, 2022.

  11. Rasji. “Membangun Konsep Hukum Pengujian Peraturan Kebijakan di Indonesia (Objek Penelitian: Pengujian Surat Edaran Pemerintah).” Era Hukum 14, no. 1 (2016).

  12. Reza, Dan M, Rekonstruksi Hierarki, Zaka Firma, Aditya Dan, M Reza, Winata Pusat, Penelitian Dan, Pengkajian Perkara, and Pengelolaan Perpustakaan. “Zaka Firma Aditya Reconstruction of The Hierarchy of Legislation in Indonesia,” n.d.

  13. Ridwan HR. Diskresi dan Tanggung Jawab Pemerintah. Yogyakarta: FH UII, 2004.

  14. ———. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Rajawali Pers, 2016.

  15. Rosa Agustina. Perbuatan Melawan Hukum. Jakarta: Pasca Sarjana, Universitas Indonesia, 2003.

  16. Sabaruddin, Abdul, and Puji Prio Utomo. “Pelaksanaan Promosi Jabatan Berdasarkan Merit System di Kabupaten Kolaka dan Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara,” n.d.

  17. Saifudin. Partisipasi Publik dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Yogyakarta: FH UII Press, 2009.

  18. Sistem Merit dalam Perspektif Perbandingan Hukum Kepegawaian Aparatur Sipil Negara. Yogyakarta:  Deepublish, 2020.

  19. Soeryono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UIPress, 1984.

  20. Sudrajat, Tedi. “Menelaah Persoalan Penyalahgunaan Wewenang dalam Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil Analyzing The Problems Abuse of Authority in Civil Servant Dismissal,” n.d.

  21. Syuhada, H Otong. “Presumption of Law,” n.d.

  22. Zaelani. “Pelimpahan Kewenangan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Delegation of Authority The Establishment of Legislation Regulation).” Legislasi 9 (2012).