Main Article Content

Abstract

The patient comes to the doctor asking to be cure and the doctor agrees with it. it is the of terapeutic transaction, in inspanning sverbintenis, the doctor maximally tries to cure the patient, buthe can not promise a certain recovery. In the resultaatsverbintenis, the agreementis based on the working resuit, for exampie a dentist who makes an artificial teeth, mustfixed to the transaction made with hispatient. In the resultaatsverbintenis can be impiemented in the rule of the customer protection (UU Perlindungan Konsumen}, yet in theinspannings verbintenis has become controversy. It is caused for the inspanningsverbintenis and the resultaatsverbintenis, its authority and the responsibility of the doctors are deferent. Therefore, it needs to be understoodin competence, the authority and the responsibility from the medicolegal aspect.

Keywords

Inspanningsverbintenis Resuitaatverbintenis

Article Details

How to Cite
putra, sarsintorini. (2016). Inspanningsverbintenis dan Resultaatsverbintenis dalam Transaksi Terapeutik Kaitannya dengan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, 8(18), 199–211. https://doi.org/10.20885/iustum.vol8.iss18.art14

References

  1. Azrul Azwar. "Beberapa catatan tentang UUPeriindungan Konsumen dan Dampaknya terhadap Pelayanan Kesehatan." Makalah Seminar Sehari Periindungan Konsumen Pelayanan Kesehatan. Tgl. 13 Nopember 1999. Jakarta.
  2. B. Arief Sidharta. "Keseimbangan Etik dan Hukum dalam Pelayanan Kesehatan." Majalah llmlah Pro Yustitla. Nomor 3 tahun VILJuii1990.
  3. Budi Sampurna. Wewenang dan Tanggungjawab Daripada Tindakan
  4. Bedah Kulit Kosmetik. Majalah Kedokteran Indonesia. Volume 51
  5. Nomer 11. Nopember 2001. Buletin IDi. No. 24/Tahun XXIi/25 Desember 2001.
  6. Hadi Setia Tunggai. 2000. Undang-undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1999 tentang Periindungan Konsumen. Jakarta: Harvarindo.
  7. Fred Ameln. 1991. Kapita Seiekta Hukum Kedokteran. Jakarta: Grafika TamaJaya.
  8. Koeswadji, Hermien Hediati. 1996. UndangundangNomer 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, Asas-asas dan Permasaiahan dalam
  9. Implementasinya. Bandung: Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung.
  10. Leenen, H.J.J. 1988. Handbook Gezonheidsrecht, Rechten van
  11. Mensen in de Gezonheidszorg.
  12. Brussel:Samson Uitgeverij, Alphen aan de Rijn.
  13. Merdias Almatsier. 2000. "Antisipasi Kesiapan Tenaga Kesehatan dan Organisasi Profesi Kedokteran/Kesehatan dalam Pemberiakuan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
  14. (Kontroversi UUPK dalam Peiayanan Medik)." Makalah pada Seminar
  15. Relevansi UU No. 8 Tahun 1999 terhadap Profesi Kesehatan. Tgl. 21
  16. Mel 2000. Jakarta.
  17. Richards, Edward.P. &Katharine C. Rathbun. 1993. Law and the Physician, A Practical Guide. Boston: Little Brown and Co, Boston.
  18. Shuman, Samuel I. Informed consent and the victims of Colonialisme", dalam Wade L. Robinson & Michael S. Pritchard
  19. (eds). 1979. Medical Responsibility. Clifton. New Jersey
  20. The Humana Press, Soerjono Soekanto & Herkutanto. 1987.
  21. Pengantar Hukum Kesehatan. Jakarta: Remaja Karya.