Main Article Content

Abstract

Problematika dispensasi nikah menjadi sebuah problematika yang kasusnya terus naik dari waktu ke waktu, khususnya di Ponorogo. Jumlah kasus yang bocor ke media sosial menjadikan kasus dispensasi di Ponorogo marak diperbincangkan. Disebutkan dalam data bahwa jumlah kasus pada tahun 2019 sebanyak 97 kasus, tahun 2018 sebanyak 241, lalu tahun 2021 sebanyak 266 kasus. Namun daripada itu, kompleksitas problematika dispensasi nikah harus terus ditinjau ulang. Pertama, mengenai pentingnya pembatasan usia pernikahan dalam undang-undang, sedangkan Islam sendiri tidak membatasi hal tersebut. Kemudian tentang perubahan undang-undang yang mengatur pembatasan usia tersebut, dimana terdapat peningkatan usia minimal dan penyetaraan usia pernikahan calon pasangan. Kedua, mengenai perincian ‘alasan mendesak’ pengajuan dispensasi nikah yang disebutkan dalam undang-undang. Generalisasi frasa ‘alasan mendesak’ ini memicu subyektivitas penilaian dalam pemberian dispensasi nikah, perbedaan interpretasi hukum, konsistensi regional atau local, serta kebijakan yang bertentangan. Untuk itu, faktor-faktor yang melatarbelakangi dispensasi nikah akan dikaji ulang. Ketiga, mengenai implikasi diberikannya dispensasi nikah setelah pertimbangan hakim. Semua problematika itu kemudian ditinjau dalam Maqashid asy-Syariah Al-Syathibi, dimana terdapat sisi dharuriyat, hajiyat, dan tahsiniyat. Dari penelitian yang telah dilakukan, penulis menemukan bahwa pemberian dispensasi nikah oleh hakim sudah sesuai dengan peraturan yang sudah ada, serta memerhatikan maslahah dan mafsadat. Namun lebih jauh, penulis menganjurkan ‘alasan mendesak’ yang disebutkan oleh undang-undang harus segera diperinci, guna menekan angka dispensasi nikah dan menghindari problematika yang telah disebutkan

Keywords

Dispensasi Nikah Faktor-Faktor Implikasi Maqashid asy-Syariah

Article Details

References

Read More