Assalamu'alatkum Wr. Wb. Terorisme merupakan salah satu isu fenomenal setelah terjadi tragedi runtuhnya menara WTC 11 September 2001. Peristiwa ini banyak membawa perubahan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat dunia. Menyikapi isu terorisme ini, masyarakat dunia yang terpolarisasi kepada Timur dan Barat mempunyai perspektif berbeda antara satu dengan lainnya. Perbedaan perspektif ini karena belum ada definisi baku yang disepakati tentang terorisme. Menurut sebagian pakar, istilah terorisme merupakan suatu terminologi yang ambigu dan kabur. Michael Kinsley, seorang kolumnis yang menulis dalam Washington Post, 5 Oktober 2001, mengatakan bahwa usaha mendefinisikan terorisme adalah sesuatu yang mustahil. Tidak ada kesepakatan tentang definisi terorisme ini menimbulkan beragam definisi sesuai dengan latar belakang ‘kepentingan' yang mendefinisikan, namun definisi terorisme yang diterima oleh banyak orang adalah definisi yang dibuat oleh penguasa dan kekuasaan yang mampu memaksakan kehendaknya dengan segala kemampuannya, baik militer, politik, ekonomi, teknologi, dan kekuatan budayanya.      

Sentimen agama sering menjadi salah satu penyebab terorisme dan radikalisme. Menurut Whittaker, terorisme memang dapat muncul karena ajaran agama atau motivasi agama. Hal ini diperkuat bahwa para pelaku ledakan mulai dari WTC, ledakan-ledakan yang terjadi di Indonesia, Madrid, London dan lain-lain yang berasal dari kalangan Islam fundamentalis. Menurut pelaku ledakan tersebut, yang mereka lakukan adalah reaksi terhadap kebrutalan AS dan sekutu-sekutunya dalam percaturan politik internasional, bukan tindakan terror yang muncul tiba-tiba diruang hampa.  

Terorisme yang marak akhir-akhir ini sebenarnya bukan dilator belakangi oleh ajaran agama. Aksi kekerasan tersebut lebih mengarah pada reaksi terhadap ketidakadilan global dan tindakan negara-negara Barat, khususnya Amerika yang selalu melakukan teror dan mendukung teror Israel terhadap para pejuang Palestina dan sebagian Negara Muslim. Ketika AS sebagai lambing kapitalisme dan sekularisme mendominasi peradaban Barat, karakteristik benturan kepentingan tidak lagi di bangun atas konsep teologis, dan ideologis. Konflik peradaban lebih dibangun atas kepentingan politik, ekonomi dan pertahanan.  

Tuduhan yang dilemparkan terhadap Islam berkaitan dengan terorisme merupakan rekayasa yang dilakukan oleh media masa yang berafiliasi dengan pemerintah Amerika dan rezim Zionis.-Media massa menggunakan momentum l lr. Septemberuntuk menciptakan citra bahwa semua muslimin adalah teroris dan agama Islam adalah agama yang mengajarkan kekerasan.  

Aksi teror yang semakin sering terjadi secara otomatis berdampak pada hubungan antara Islam dan Batat. Dalam kaitan dengan sejarah hubungan Islam- Barat, memang banyak peristiwa sejarah yang masih menjadi memori kelabu dalam memori kolektif Barat Memori ini tampak terbuka setelah isu terorismeyang secara terang-terangan memojokkan posisi umat Islam. Ada sebagian orang yang memanfaatkan situasi dunia yang dipenuhi oleh hiruk pikuk perang melawan terorisme, untuk menyejajarkan Islam dengan faham kekerasan dan umat Islam dengan kelompok teroris. Untuk tujuan itu,mereka menenuhi media massa dengan berbagai makalah dan artikel serta membuat sejumlah film yang isinya memojokkan Islam dan umat muslim.   

Upaya yang mungkin dilakukan untuk menyelesaikan terorisme antara lain dengan dialog antar peradaban-antar agama, optimalisasi peran pendidikan dan kebudayaan. Selain itu didukung dengan maksimalisasi peran organisasi-organisasi Islam, baik internasional maupun nasional untuk menjelaskan Islam Humanis yang cinta damai, sebagai upaya menepis tudingan Islam agama kekerasan dan biang teror di dunia modern ini.

Setelah tragedi 11 September 2001, hampir semua negara yang mempunyai kelompok Islam garis keras berupaya sekuat tenaga untuk menyumbangkan berbagai pandangan untuk mengatakan bahwa umat Islam bukan teroris, dan tidak semua aksi teroris itu mewakili umat Islam. Namun demikian hal ini belum mampu menepis kecurigaan Barat terhadap Islam.

Untuk kepentingan itu, Millah ikut memberikan sumbangan wacana tentang isu terorisme. Millah pada edisi ini memuat beberapa ide antara lain: menggali asal kata terorisme dari berbagai kamus bahasa Arab; mengelaborasi definisi teror; menjelaskan nexus antara agama dan terorisme, kemudian menegaskan bahwa Islam bukanlah agama teror; menelaah terorisme dalam diskursus hubungan Islam dan Barat; tawaran solusi penyelesaian masalah terorisme dengan penyusunan undang-undang anti teror, pendekatan kultural dan pendekatan agama. Kami berharap sumbangan pemikiran ini dapat bermanfaat bagi masyarakat, khususnya pembaca jurnal Millah. Selamat membaca.

Wassalamu`alaikum Wr. Wb.

Published: August 31, 2006

Islam Post 911: Indonesian Experience

Juhaya S. Praja (1)
(1)
1-10
385

Terrorisme According to Arabic Lexicography

Tengku Ghani Tengku Jusoh (1)
(1)
11-16
260

Beyond 'Clash of Civilizations' and 'Global War on Terror'

Supriyanto Abdi (1)
(1)
17-22
540

Nexus antara Fundamentalisme Islam dan Terorisme

Chaider S. Bamualim (1), Ridwan al-Makassary (2)
(1) ,
(2)
23-46
531

Isu Terorisme dan Stigmatisasi Terhadap Pondok Pesantren (Meluruskan Kesalahpahaman terhadap Pondok Pesantren

Amir Mu`allim (1)
(1)
47-60
588

Teologi Kritis di Masa Teror: STrategi Pendidikan Teologi Teroris

Agus Iswanto (1)
(1)
61-72
434

Represivitas Negara Terhadap Komuniti Bangsa

- Yusdani (1)
(1)
73-90
254

Terorisme: Antara Kolonialisme dan Fundamentalisme

- Miftahuddin (1)
(1)
91-104
298

Terorisme dalam Diskursus Hubungan Islam dan Barat

Dadan Muttaqien (1)
(1)
105-118
376

Relevansi Khutbah Jum`at Terhadap Upaya Menangkal Terorisme

- Junaidi (1)
(1)
119-130
472

Al `Amaliyyat Al Istisyhadiyah Fi Nazhri Maqashidi Asy-Syari`ah

Imam Mustofa (1)
(1)
131-152
539