Istilah kekerasan yang menjadi simbol ketegangan perilaku manusia dilatarbelakangi berbagai motif seperti, motif agama, politik, ekonomi, sosial budaya dan lain-lain. Hanya saja motif agama tampaknya menjadi variabel yang cukup dominan yang mendorong terjadinya tindak kekerasan, bahkan secara fulgar islam selalu menjadi tumpuan untuk menuding penyebab timbulnya aksi kekerasan, atau bahkan terkadang islam selalu disamakan dengan kekerasan. Hal ini seperti yang dikritisi oleh Sembodo Ardi Widodo dalam tulisannya tentang "Menelusuri JeJak-jeJak kekerasan dalam islam". Alasan utama mengapa islam dapat digunakan untuk membenarkan kekerasan adalah karena islam berorientasi pada aksi, yang mendesak penganutnya untuk bertindak melawan ketidakadilan. Untuk menetralisir penerapan istilah kekerasan yang banyak dihubungkan dengan aksi penganut agama islam harus dikembalikan kepada prinsip-prinsip dasar ajaran Islam, di samping prinsip keadilan juga ada prinsip-prinsip lain seperti, prinsip persamaan, kemajemukan, kemerdekaan, dan prinsip musyawarah yang secara akumulatif menjadi pertimbangan dalam menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Secara detail masalah ini telah dijabarkan oleh Amir Mu'allim dalam mempersoalkan "Relasi Agama dan Kekerasan". Suparman Marzuki dengan mengutip pendapat Smelser mengatakan bahwa pada umumnya, kekerasan terjadi karena diawali oleh rasa kebencian terhadap struktur atau sistem yang seharusnya bertanggung jawab atas suatu keadaan yang tidak diinginkan. Di balik kekerasan itu, sebenarnya secara implisit termuat tuntutan agar nilai-nilai-atau norma-norma itu sangat berkait erat dengan norma-norma politik, ekonomi dan hukum yang dituntut lebih terbuka, demokratis, adil dan mengandung kepastian. Kompleksnya persoalan kekerasan baik dari segi pemaknaan dan penerapannya beberapa hal terkait dengan tema inti edisi 61 UNISIA tentang "Budaya kekerasan" perlu disimak juga pemikiran Rusli Muhammad yang mencoba mengkritisi aparat hukum dan pembenaran kekerasan. Dalam konteks ini ada dua bentuk kekerasan yang dilakukan lieh aparat yaitu kekerasan yang bersifat kolektif yang dilakukan oleh aparat hukum secara bersama-sama dalam menghadapi suatu peristiwa demonstrasi yang terorganisir dan menjurus perbuatan anarkis, dan kekerasan Individual yang dilakukan oleh aparat terhadap pelaku kejahatan yang dilakukan oleh orang perseorangan. Pemikiran Bukhory Muh Sukemi yang membedah persoalan partisipasi politik dan perilaku kekerasan di Indonesia tinjauan psikologi politik perlu disimak secara kritis. Untuk mendukung akurasi telah terjadinya kekerasan dalam prakteknya dilapangan, Soemadi M. Wonohito memaparkan tentang kekerasan dalam media massa dan makna pers Pancasila, demikian halnya persoalan birokrasi pemicu tindakan kekerasan petugas di pelabuhan Indonesia yang ditulis oleh Eifrida Gultom. Setelah membaca berbagai persoalan yang dituangkan dalam edisi 61 ini dan pembaca ingin menyumbangkan pemikirannya dalam jumal UNiSIA, pada edisi 62 akan mengulas tentang (Evaluasi terhadap Sewindu Reformasi) yang terkaitan dengan bidang ekonomi, hukum, social politik, social keagamaan, sosial budaya,Hankam dan bidang pendidikan.

Published: July 19, 2016

Kekerasan dalam Rumah Tangga: Perspektif Psikologis dan Edukatif

Rochmat Wahab (1)
(1)
247-256
6742

Relasi Agama dan Kekerasan

Amir Mu'allim (1)
(1)
257-265
330

Partisipasi Politik dan Perilaku Kekerasan di Indonesia Tinjauan Psikologi Politik

Buchory Muh Sukemi (1)
(1)
266-278
544

Menelusuri Jejak-jejak Kekerasan dalam Islam

Sembodo Ardi Widodo (1)
(1)
279-290
245

Birokrasi Pemicu Tindakan Kekerasan Petugas di Pelabuhan Indonesia

Elfrida Gultom (1)
(1)
291-303
279

Aparat Hukum dan Pembenaran Kekerasan

Rusli Muhammad (1)
(1)
304-316
290

Kekerasan dan Ketakutan pada Kekerasan

Suparman Marzuki (1)
(1)
317-330
517

Kekerasan dalam media Massa dan Makna Pers Pancasila

Soemadi M Wonohito (1)
(1)
331-338
456

Mencermati Perilaku Kekerasan dan Paradigma Sosial

Dian Wahyuni P. (1)
(1)
339-349
246

Resensi Buku: Hooliganisme dalam Masyarakat Demokrasi

Muhammad Idrus (1)
(1)
350-354
222