Salah satu isyu yang agaknya masih belum akan hilang selama masa Pembangunan Jangka Panjang Tahap 11 mendatang adalah isyu tentang ketenagakerjaan. Isyu ini sudah muncul dan sebetulnya juga dijadikan salah satu yang akan digarap secara serius selama PJPTI. Bahkan, soal ini sudah muncul sejak masalah kolonial, khususnya yang berkaitan dengan keterbatasnya kesempatan kerja dan tingginya angkatan kerja yang masuk dalam kategori setengah menganggur tak kentara. Namun sampai saat ini, isyu tersebut belum juga hilang, bahkan terasa semakin menghentak dan memberikan tangan berat bagi perencana ekonomi kita untuk memecahkannya,
Melihat kenyataan tersebut, UNISIA No. 1711993 ini mencoba mengangkat berbagai aspek yang berkaitan dengan masalah sumber daya manusia tersebut sebagai isyu sentralnya. Dan seperti biasanya, diundang pula pakar-pakar di bidang ini untuk tampil dalam forum diskusi sehari yang diadakan 13 Maret l993. Pengelola majalah ini merasa beruntung bisa menghadirkan beberapa pembicara yang memang sudah ahli dalam bidangnya, baik mereka yang mempunyai posisi dalam pemerintah, akademisi dan juga praktisi. Mereka antara lain adalah Dr. Boediono, Kepala Biro Perencanaan Depdikbud, Dr. Prijono Tjiptoherijanto, mantan Direktur Lembaga Demographi UI dan Staf Ahli Menperdag yang kini menjabat Deputi Ketua Bidang Diklat II pada Lembaga Administrasi Negara serta Dr. Musya Asy'arie pengusaha yang banyak bergelut dengan pengrajin kecil dan koperasi dipedesaan, disamping juga pengajar dari kalangan UII sendiri.
Dalam diskusi tersebut para pembicara dan peserta diskusi tampak secara gamblang menyoroti berbagai dimensi yang berkaitan dengan sumberdaya manusia itu. Serentetan panjang persoalan ketenagakerjaan muncul dalam forum ini, seperti masalah pengangguran yang dirasakan masih akan menyelimuti perekonomian Indonesia, soal penempatan angkatan kerja yang tak sesuai dengan keahlian, tentang kurikulum pendidikan yang dianggap tidak berorientasi pada pasar tenaga kerja, tentang investasi di bidang pendidikan yang dirasakan belum memadai dibandingkan bidang tugas di Depdikbud, kualitas angkatan kerja yang rendah, hingga masalah yang ironis dalam pasar kerja kita, yakni: walaupun jumlah pelamar untuk pekerjaan tertentu sangat banyak, namun yang memenuhi kualifikasi ternyata lebih sedikit jumlahnya dari yang dibutuhkan!
Walaupun soal pengangguran disebut-sebut sepanjang diskusi, anehnya data statistik resmi yang dipublikasikan BPS seakan tidak menunjukkan banyak angkatan kerja yang "tidak bekerja". Dari berbagai publikasi yang ada, ditunjukkan merekayang "tidak bekerja" saat ini kurang dari 1,5%, suatu angka yang sangat kecil dan lebih rendah dibandingkan negara-negara maju sekalipun, atau negara-negara lain yang tidak terlalu risau dengan soal ini. Padahal, awam sekalipun secara mudah menemukan para penganggur di sekitarnya, dan merasakan sulitnya mencari pekerjaan.
Memang angka-angka statistik tentang "tidak bekerja" tersebut bisa menyesatkan jika kita tidak hati-hati melihatnya. Karena pengertiannya memang betul-betul untuk mereka yang sama sekali tidak bekerja, atau bekerja nol jam per minggu. Dengan kata lain, menurut BPS, seseorang itu sudah dianggap "bekerja" kalau ia sudah bekerja selama satu jam saja per minggu. Dengan demikian Jika ditelusuri lebih jauh, ternyata banyak sekali angkatan kerja kita yang bekerja dibawah jam kerja normal, atau kurang dari 35 jam per minggu. Lebih dari itu, ada kecenderungan  mereka yang tergolong menganggur penuh dan setengah menganggur ini semakin besar jumlahnya.
Persolannya adalah : apakah dalam jangka panjang masalah pengangguran, rendahnya produktivitas dan kualitas tenaga kerja. dan sebagainya itu bisa dipcahkan? Dan "resep" apa yang bisa digunakan untuk mengatasi beragam persoalan yang berkaitan dengan sumberdaya manusia itu? Pertanyaan-pertanyaan ini secara tidak langsung dijawab dalam forum diskusi, dan sebagian tercakup dalam makalah-makalah yang tersaji pada edisi ini.
Berbicara soal sumberdaya manusia, maka tak lengkap jika tidak membahas yang berkaitan dengan peran dan problema yang melekat pada industri kecil ataupun yang bekerja pada sektor informal. Apa masalah yang melingkupi sector yang paling banyak menyerap tenaga kerja industri ini ? Ternyata persoalannya tidaklah sederhana dan sekedar masalah ekonomis melulu, seperti yang banyak dibayangkan orang. Namun, sebagaimana disinggung Musa Asy'arie, masalahnya juga mencakup aspek kultural yang tidak bisa semata-mata dipecahkan dengan pendekatan tekno-ekonomis.
Kita agaknya sangat sulit untuk menjawab semua persolan yang berkatian dengan sumberdaya manusia ini dalam ruang yang sangat terbatas ini, atau hanya dalam sehari  dua hari diskusi. Ia akan menjadi persolan yang terus berlanjut dan agaknya menjadi pekerjaan rumah yang tidak mudah untuk dijawab oleh para menteri yang terkait dengan masalah Ekuin ataupun pendidikan. Ini mungkin PR pertama yang harus dijawab oleh para Menteri Kabinet Pembangunan VI yang baru saja dilantik . (Edy Suandi Hamid).
Published: July 20, 2016