Kendati telah banyak dikoreksi logika Adam Smith bahwa liberalisasi perdagangan internasional membawa keuntungan kesejahteraan bagi negara secara keseluruhan, telah diyakini sebagian besar negara-negara di dunia. Sejarah telah menyajikan bukti-bukti pendukung logika tersebut  ketika tembok-tembok proteksionisme berdiri kokoh, malapetaka perekonomian dunia, yang berimbas kepada negara-negara, tidak terhindarkan. Dengan demikian --dalam alur logika tersebut di atas-- liberalisasi perdagangan internasional telah menjadi conditio sine qua nan.
Prediksi teoretik bahwa trend perdagangan internasional sudah dan sedang menuju ke sana-ke arah liberalisasi— tanpa tindakan sengaja negara-negara sekalipun, tidak cukup memuaskan. Oleh karena itu, negara-negara masih menganggap perlu untuk senantiasa mencurahkan banyak potensi untuk mengembangkan kebijakan-kebijakan bersama guna mempromosikan terlaksananya liberalisasi perdagangan internasional tersebut. Â
Liberalisasi perdagangan internasional sesungguhnya tidak diupayakan melalui instrument ekonomi perse, tetapijuga melalui instrumen hukum. Fenomena terbentuknya beberapa blok perdagangan regional dan General Agreement on Tarriff and Trade (GATT), yang pada Putaran Uruguay menghasilkan Final Act Embodying the Results of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations dan melahirkan World Trade Organization (WTO), sebenarnya merupakan upaya sengaja negara-negara melalui instrumen hukum untuk memacu agar liberalisasi perdagangan internasional terwujud sesegera mungkin.
Rekayasa perdagangan internasional melalui instrumen hukum tersebut secara normatif akan berimplikasi, tidak hanya segera akan membawa pergeseran struktural dalam organisasi perekonomian global, tetapi juga akan membawa perubahan terhadap struktur dan karakteristik hukum itu sendiri. Implikasi yang lebih luas, pergeseran struktur perekonomian global tersebut akan bersentuhan, (kalau bukan berhadapan) dengankonsep New International Economic Order (Tata Ekonomi Internasional Baru); apakah liberalisasi perdagangan akan mendukung terciptanya tata ekonomi internasional yang lebih berkeadilan. Sedangkan perubahan struktur dan karakteristik hokum pun akan berkaitan dengan harmonisasi hukum baik pada dataran global maupun nasional; apakah hukum yang berwatak akomodatif terhadap perdagangan bebas tersebut, akan merupakan hukum yang juga berwatak keadilan.
Persoalan-persoalan tersebutlah yang diangkat sebagai topik utama UNISIA edisi kali ini. Topik utama tersebut sebelumnya telah dikaji dalam suatu diskusi terbatas "Peran Hukum dalam Liberalisasi Perdagangan Internasional" dengan menghadirkan beberapa nara sumber baik dari kalangan hukum sendiri seperti Erman Rajagukguk, S.H.,LLM.,PhD, Nandang Sutrisno, S.H., LLM.,M.Hum., Ridwan Khairandy, S.H. dan Drs. H. Abdurrochiem maupun dari kalangan ekonomi seperti Dr. Anggito Abimanyu dan Drs. Edy Suandi-Hamid, MEC. Tulisan-tulisan lain, seperti yang berasal dari Sefriani, SJi., Dra. Sri Wartini, S.H. dan Iain-lain, meskipun tidak didiskusikan, namun sangat representative Untuk disimak. (NS)
Published: July 20, 2016