Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, material spiritual berdasar Pancasila dan UUD '45. Pembangunan nasional dilaksanakan secara simultan yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya. Pembangunan  Nasional berdasar Pancasila dan UUD 1945 menghendaki keselarasan hubungan antara manusia dengan Tuhan, antara sesama manusia, lingkungan dalam sekitar, hubungan antar bangsa, kebahagiaan hidup di dunia serta kebahagiaan hidup di akhirat.
Bercermin pada pengalaman-pengalaman keberhasilan pembangunan bangsa-bangsa lain dan belajar dari pengalaman pembangunan masa lampau di Indonesia maka sangatlah tepat pilihan yang diambil oleh pemerintah bahwa titik sentral pembangunan nasional terletak pada usaha pengembangan sumberdaya manusia Indonesia sebagai obyek sekaligus obyek pembangunan. Sumber kekayaan alam yang berlimpah, wilayah yang sangat luas dan menempati posisi yang sangat strategis memungkinkan percepatan pencapaian keberhasilan pembangunan apabila dikelola oleh maniisia-manusia Indonesia yang berkualitas. Kebijakan-kebijakan pemerintah di bidang pendidikan, ekonomi, politik, pemerintahan, ketenagakerjaan menekankan pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia sebagai barometer keberhasilan pembangunan yang tengah digalakkan terutama dalam memasuki pembangunan jangka panjang tahap dua yang akan datang.
Permasalahannya adalah apa dan siapa manusia, kriteria apa yang dijadikan tolok ukur pengembangan sumberdaya manusia serta usaha-usaha apa yang perlu dilakukan dalam pengembangan sumberdaya manusia tersebut. Manusia sebagaimana kita ketahui tidak sekedar sekumpulan daging yang membutuhkan makan dan minum atau yang disebut sebagai "homo economicus" atau sekedar dipersiapkan untuk menjadi pekerja yang ulet dan terampil atau "homo faber", tetapi sekaligus sebagai manusia yang memiliki akal fikiran atau "homo sapien", sebagai makhluk sosial atau "homo socius" sekaligus makhluk individu dan makhluk bertuhan (homo oivinans).
Berbagai konsep pengembangan sumber daya manusia telah dilakukan sejalan dengan persepsi serta teori yang mendasarinya tentang manusia. Faham kapitalisme memandang manusia sebagai "human capital" dan dikaitkan dengan teori modernisasi telah menempatkan manusia sebagai modal produksi dan dikembangkan melalui kebijakan-kebijakan dengan slogan "human invesment". Faham rationalisme menempatkan manusia dalam kualitas "unlimited human being" terutama kemampuan intelektualnya yang dapat direkayasa untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Agama Islam menempatkan manusia dalam berbagai dimensi yang mengarah pada idealisasi manusia yang sempurna penciptaannya. Manusia dalam kontek kejadiannya berasal dari Adam, diciptakan dari tanah dan diberi fiidup dengan "Roch dari Tuhan". Dalam kontek kesejarahan manusia adalah pemimpin dunia diatas ciptaan-ciptaan Tuhan yang lain, ia menjadi "Imam" bagi segala umat manusia. Dalam kontek peran kemasyarakatan, manusia mempunyai peran "Khalifah", wakil Tuhan dan penguasa di muka bumi. Manusia mulia adalah manusia yang mengabdikan segala aktivitas hidupnya dalam kerangka pengabdiannya "ibadat" kepada Tuhan, menyesuaikan kehendaknya dengan kehendak Tuhan dan mengisi hidupnya dengan berbuat kebajikan "amal sholeh".
Diskusi yang diselenggarakan majalah UNISIA kali ini mencoba mengkaji lebih dalam tentang bagaimana Agama Islam memberikan pilihan alternatif dalam usaha pengembangan sumberdaya manusia dengan menampilkan berbagai fakar di bidang agama, filsafat, budaya, anthropologi, pendidikan serta dari sisi praktek pelaksanaan di Indonesia dewasa ini. Seperti biasanya disamping topik-topik utama dalam edisi kali ini disampaikah pula topik-topik umum lainnya yang sangat penting untuk diikuti, Selamat membaca. (Zainal Abidin)
Published: July 20, 2016