Sejak jatuhnya pemerintahan Orde Baru tahun 1998 melalui gerakan reformasi hingga munculnya pemerintahan K.H. Abdurrahman Wahid yang tampil melalui hasil Pemilu 1999, cita-cita reformasi yang diperjuangkan oleh berbagai elemen masyarakat dirasakan banyak kalangan sampal hari ini belum menampakkan hasil yang konkrit. Bahkan oleh sebagian kalangan Pemerintahan Abdurrahman Wahid dinilai "gagal" menjalankan cita-cita reformasi,
meskipun pada sisi lain harus diakui proses demokrasi semakin berkembang dalam masyarakat.
Momentum reformasi yang diliputi eforia politik dan demokrasi telah memasuki babak baru dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia. Langkah pertama yang dilakukan
oleh MPR adalah desakralisasi UUD 1945, yaitu merubah (amandemen) UUD 1945 yang bercorak executive heavy menuju perimbangan kekuasaan {(balance ofpower).
Di samping itu dapat pula disaksikan adanya peningkatan peran Dewan Penwakilan Rakyat dalam melaksanakan tugas, wewenang dan fungsinya sebagai wakil rakyat. Meskipun DPR sekarang belum juga secara optimal menjaiankan fungsinya yang lain, yakni fungsi legislasi dan fungsi anggaran.
Dinamika ketatanegaraan yang terus berkembang di era reformasi ini, baik di tingkat supra struktur atau pun infra struktur, ternyata belum dibarengi dengan aturan main (UUD maupun peraturan perundang-undangan) yang sesuai dengan semangat reformasi. Meskipun UUD 1945 sudah dua kali ternyata belum mencapai idealita sebuah konstitusi. Banyak hal belum tercover secara memadai dalam UUD 1945. Kebuntuan ketatanegaraan saat ini pun nampaknya
juga dilatarbelakangi oleh ketidakjelasan aturan main UUD 1945. Misalnya terjadi tarik menarik antara kekuasaan eksekutif dan legislatif akhir-akhir ini dan tidak jelas independensinya lembaga peradilan (yudikatif) dalam menjaiankan tugas dan wewenangnya.
Munculnya ketegangan hubungan antara eksekutif dan legislatif telah berimbas pada masyarakat luas, tidak hanya di Pusat tetapi di daerah-daerah. Berbagai macam bentuk pelanggaran HAM dan kekerasan politik muncul di mana-mana, bahkan sudah ada yang mengarah pada tindakan anarkis. Hal ini tentu menjadi keperihatinan semua. Tidaklah mudah menjadi pemimpin sebuah negara yang penuh dengan berbagai konflik dan persoalan berat (berbagai krisis) yang diwariskan rezim sebelumnya, manakala setiap dari warga negaranya tidak memiliki kesabaran, kesadaran dan kegigihan yang sama untuk keluar dari krisis yang sedang dialami oleh bangsanya.
Jurnal Hukum edisi kali ini mengangkat tema-tema aktual antara lain; Supremasi Hukum dan Demokrasi, Dialektika Hukum dan Kekuasaan, Mencari Relevansi Teori dalam Menganalisis Sikap MPR 1998-2000 terhadap Gagasan Negara Hukum yang Demokratis, Perlindungan HAM dalam Masyarakat Bemegara, Politik Hukum HAM, Otonomi Daerah, dan sebagainya. Tema-tema tersebut mencoba mengangkat berbagai persoalan di seputar dinamika
ketatanegaraan Indonesia dan memberikan solusi atas masalah yang ada. Akhlrnya kami dari redaksi Jumal Hukum mengucapkan selamat membaca !
Published: June 9, 2016