Jurnal Hukum Ius Quia Iustum No. 2 Vol. 26 Mei 2019 kembali hadir dengan isu-isu hukum aktual. Artikel pertama mengulas isu hak asasi manusia, khususnya politik hukum hak asasi manusia dalam bidang kebebasan beragama pasca Orde Baru. Penelitian ini mengulas mengenai dua hal, yaitu kebijakan regulasi di Indonesia dalam pemenuhan hak atas kebebasan beragama serta menganalisis bagaimana negara melakukan tindakan konkret dalam menegakkan hukum atas pelanggaran hak atas kebebasan beragama. Simpulan penelitian ini menunjukkan bahwa Pasca Orde Baru pemenuhan hak atas kebebasan beragama pada tataran regulasi relatif lebih protektif. Tetapi, pada tataran politik hukum hak atas kebebasan beragama, justru berwajah paradoksal. Hal ini disebabkan oleh menguatnya produk peraturan perundang-undangan dalam pemenuhan hak atas kebebasan beragama, tetapi di sisi lain negara juga gagal dalam memberikan perlindungan atas berbagai pelanggaran hak atas kebabasan beragama dan berkeyakinan.
Pembahasan ketatanegaraan Indonesia, terutama otonomi daerah menjadi isu yang terus diulas pasca reformasi 1998. Artikel kedua kali ini mengangkat persoalan mengenai kompleksitas otonomi daerah dan gagasan negara federal dalam Negara Kesaturan Republik Indonesia (NKRI). Permasalahan yang diulas terkait dengan kompleksitas otonomi daerah terutama dalam hal kewenangan, serta implikasinya terhadap eksistensi NKRI. Kompleksitas otonomi daerah yang terjadi di Indonesia merupakan salah satu dampak dari upaya resentralisasi yang diatur di dalam UU Pemerintahan Daerah pasca reformasi. Padahal, model sentralisasi sangat tidak sesuai dengan karakter Indonesia yang luas dan heterogen. Indonesia lebih cocok menggunakan sistem desentralisasi asimetris yang diperluas. Sehingga, apabila pengelolaan otonomi daerah yang sentralistik ini terus dilestarikan, berpotensi menimbulkan perlawanan dari daerah yang justru mengancam eksistensi NKRI.
Era reformasi sebagai fase transisi politik, selain membawa tuntutan atas hak asasi manusia dan otonomi daerah juga menyoroti isu peradilan. Kebijakan mengenai reformasi peradilan menjadi agenda strategis dalam perubahan konstitusi. Reformasi peradilan yang diangkat dalam perubahan UUD 1945 melahirkan dua pola pengelolaan jabatan hakim, yaitu jaminan independensi peradilan dan pelembagaan Komisi Yudisial. Selama hampir dua dekade pasca perubahan UUD 1945, kebijakan reformasi peradilan masih mencari bentuk yang definitif. Tarik ulur kepentingan, menyebabkan kebijakan reformasi peradilan cenderung mengalami defiasi dan berjalan tanpa pola.
Masih terdapat beberapa artikel lain yang dimuat dalam Volume 26 Nomor 2 Mei 2019 ini, di samping beberapa artikel di atas. Semoga dengan hadirnya tulisan-tulisan dalam Jurnal Ius Quia Iustum ini dapat memperkaya khasanah pengetahuan pembaca dan dapat memberikan sumbangan positif bagi perkembangan hukum di Indonesia. Kami mengucapkan terima kasih kepada Mitra Bestari yang telah bersedia memberikan catatan-catatan penting terhadap artikel Jurnal Ius Quia Iustum. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada penulis yang telah bersedia menyumbangkan gagasannya melalui artikel-artikel dalam jurnal kami.
Pembahasan ketatanegaraan Indonesia, terutama otonomi daerah menjadi isu yang terus diulas pasca reformasi 1998. Artikel kedua kali ini mengangkat persoalan mengenai kompleksitas otonomi daerah dan gagasan negara federal dalam Negara Kesaturan Republik Indonesia (NKRI). Permasalahan yang diulas terkait dengan kompleksitas otonomi daerah terutama dalam hal kewenangan, serta implikasinya terhadap eksistensi NKRI. Kompleksitas otonomi daerah yang terjadi di Indonesia merupakan salah satu dampak dari upaya resentralisasi yang diatur di dalam UU Pemerintahan Daerah pasca reformasi. Padahal, model sentralisasi sangat tidak sesuai dengan karakter Indonesia yang luas dan heterogen. Indonesia lebih cocok menggunakan sistem desentralisasi asimetris yang diperluas. Sehingga, apabila pengelolaan otonomi daerah yang sentralistik ini terus dilestarikan, berpotensi menimbulkan perlawanan dari daerah yang justru mengancam eksistensi NKRI.
Era reformasi sebagai fase transisi politik, selain membawa tuntutan atas hak asasi manusia dan otonomi daerah juga menyoroti isu peradilan. Kebijakan mengenai reformasi peradilan menjadi agenda strategis dalam perubahan konstitusi. Reformasi peradilan yang diangkat dalam perubahan UUD 1945 melahirkan dua pola pengelolaan jabatan hakim, yaitu jaminan independensi peradilan dan pelembagaan Komisi Yudisial. Selama hampir dua dekade pasca perubahan UUD 1945, kebijakan reformasi peradilan masih mencari bentuk yang definitif. Tarik ulur kepentingan, menyebabkan kebijakan reformasi peradilan cenderung mengalami defiasi dan berjalan tanpa pola.
Masih terdapat beberapa artikel lain yang dimuat dalam Volume 26 Nomor 2 Mei 2019 ini, di samping beberapa artikel di atas. Semoga dengan hadirnya tulisan-tulisan dalam Jurnal Ius Quia Iustum ini dapat memperkaya khasanah pengetahuan pembaca dan dapat memberikan sumbangan positif bagi perkembangan hukum di Indonesia. Kami mengucapkan terima kasih kepada Mitra Bestari yang telah bersedia memberikan catatan-catatan penting terhadap artikel Jurnal Ius Quia Iustum. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada penulis yang telah bersedia menyumbangkan gagasannya melalui artikel-artikel dalam jurnal kami.
Published: August 22, 2019
Articles
Read Statistic: 1883
Read Statistic: 3544
Read Statistic: 559
Read Statistic: 633
Read Statistic: 2557
Read Statistic: 731
Read Statistic: 1353
Read Statistic: 605
Read Statistic: 1707