Assalamu'alaikum wr. wb.

Eksistensi majikan/pengusaha dan buruh adalah' sebuah dialektika sejarah kehidupan, yang mau tidak mau harus ada. Dalam artian, bahwa industrialisasi adalah sebuah fenomena yang harus diterima, dan menerima industrialisasi, sama halnya dengan kesediaan untuk menerima lahimya para pengusaha, yang dibawah mereka itu bernaung para pekerja, yang biasa Juga disebut dengan buruh; sebuah istilah yang kurang apresiatif.

Sekurangnya, pada paruh kedua dekade terakhir ini, di Indonesia bermunculan masalah-masalah perburuhan dengan frekuensi yang relatif intens. Masalahnya memang amat kompleks. Secara jujur, dapat dikatakan bahwa terlalu banyak dimensi yang ikut melecut lahimya masalah-masalah tersebut. Namun dari pengamatan kita, ada beberapa catatan penting untuk senantiasa "dicurigai" sebagai variabel pemicu utama timbulnya perselisihan perburuhan; sistem pengupahan, eksploitasi tenaga kerja, perampasan hak azasi pekerja, PHK (rasionalisasi) yang kurang berperikemanusiaan, adalah beberapa contoh faktor pelecut tadi.

Permasalahan ini bukan suatu hal yang ringan dan bisa dianggap remeh. Secara sistemik, permasalahan ini akan berdampak juga terhadap produktivitas JumalHulann No.3 Vol.Im 1995 kerja, timbulnya image negatif terhadap sistem ekonomi politik, dan yang lebih riskan adalah, timbulnya kecemburuan sosial yang tidak mustahil membawa pada rasialisme.

Sehingga, sudah saatnya kalau pemerintah harus semakin bersungguhsungguh menuntaskan permasalahn ini. Dan kesungguhan itu akan nampak antara lain pada bagaimana upaya mengefektijkan ketentuan-ketentuan yuridis yang telah ada. Kalaulah dengan lahimya UU No.5 tahun J986 telah ditegaskan tentang kpmpetensi PTUN untuk menyelesaikan perselisihan perburuhan, maka yang menjadi permasalahannya adalah bagaimana untuk penegakannya. Dan kalaulah dikenal penyelesaian dengan secara bipartite, tripartite yang dilakukan oleh arbitrator, mediator, P4D atau P4P, adalah merupakan penyelesaian yang dijiwai semangat kekeluargaan, maka sudah optimalkah itu semua dalam mengakomodasi semua masalah yang timbul 7 Lebih dari itu, HIP (Hubungan Industrial Pancasila) pun masih terseok-seok dalam perjalanannya.

Maka, membaca problema per buruhan di Indonesia, mau tidak mau juga harus membaca bagaimana konstelasi yuridis yang melingkupinya. Dan diharapkan, edisi kali ini akan mampu menambah perspektif kita dalam membaca masalah perburuhan yang timbul.

Wassalamu'alaikum wr. wb.

Redaksi

Published: June 8, 2016