Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM edisi April 2016 akan menyajikan sejumlah artikel yang beragam antara lain penerapan teori tujuan pemidanaan dalam perkara kekerasan terhadap perempuan: studi putusan hakim. Adanya kecenderungan putusan hakim yang lebih memilih menjatuhkan pidana penjara sebagai sanksi primadona terhadap pelaku tindak pidana kekerasan terhadap perempuan dapat dipahami paling tidak disebabkan oleh 2 (dua) faktor, pertama, sistem pengancaman pidana dalam perundang-undang Indonesia yang bersifat mengkondisikan hakim untuk cenderung selalu memilih penjara dalam setiap putusan pemidanaannya. Kedua, sifat tindak pidana yang diadili (yakni kekerasan terhadap perempuan) yang secara substantif memang merupakan kejahatan relatif serius. Selain itu, penggunaan teori retribusi/ pembalasan/ absolut terlihat dominan dalam 24 putusan yang diteliti memperlihatkan hakim sudah memperhatikan kepentingan korban (offender protection oriented).
Artikel lainnya memaparkan mengenai redesain sistem pengangkatan dan pemberhentian hakim di Indonesia. Dalam hal pengangkatan hakim, landasan konstitusional dan level undang-undang seolah-olah mengatur secara terpisah sistem pengangkatan hakim karier, hakim agung, dan hakim konstitusi. Lebih satu dekade ternyata praktik ini menyisakan sejumlah problem dan berjalan secara tidak linear (non integrated judiciary system). Hasil amandemen konstitusi dan integrasi dalam level undang-undang, belum mengatur secara jelas terkait dengan sistem pemberhentian hakim (judicial impeachment process) secara terpadu dan koheren di Indonesia. Perlunya pembenahan dalam judicial impeachment process tentunya menjadi indikator akuntabilitas kekuasaan yudikatif terhadap cabang kekuasaan lainnya.
Di samping kedua artikel tersebut, artikel berikutnya mengkaji tentang calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah perspektif hukum progresif. Undang-Undang No. 8 Tahun 2015 mensyaratkan dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah setidak-tidaknya harus ada dua pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Faktanya, di sejumlah daerah terdapat fenomena calon tunggal. Peraturan KPU Nomor. 12 Tahun 2015 rupanya tidak mampu mengatasi kebuntuan tersebut karena hanya menetapkan penundaan pelaksanaan pilkada. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015 pun menjadi solusi yang progresif.
Unsur Menyalahgunakan Kewenangan dalam Tindak Pidana Korupsi sebagai Kompetensi Absolut Peradilan Administrasi merupakan artikel pilihan lain yang dikaji melalui jurnal hukum edisi ini. Permasalahan timbul karena konsep penyalahgunaan wewenang dalam Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan oleh beberapa ahli hukum dipandang sama dengan konsep menyalahgunakan kewenangan karena jabatan dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Ketentuan tersebut berpotensi menimbulkan sengketa kewenangan absolut antara Peradilan Tipikor dan Peradilan Administrasi.
Akhir kata, redaksi berharap semoga kehadiran Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM ini dapat memperluas cakrawala dan khasanah pengetahuan pembaca. Tak lupa kami haturkan terima kasih kepada mitra bestari yang telah berkenan memberikan catatan-catatan penting terhadap artikel Jurnal Hukum, dan kepada penulis yang berpartisipasi menyumbangkan gagasannya.
Selamat membaca
Wabillahittaufiq wal hidayah
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Redaksi
Published: October 17, 2016