Vol.. 24, No. 3
JULI 2017
Jurnal Hukum Ius Quia Iustum Volume 24 Nomor 3 Juli 2017 hadir kembali dengan mengangkat beberapa isu hukum kontemporer. Artikel pertama berjudul Model Kewenangan Komisi Yudisial: Komparasi dengan Bulgaria, Argentina, Afrika Selatan, Mongolia, membahas kewenangan judicial council di empat negara dan KY di Indonesia yang lahir atas kecenderungan yang sama. Analisis perbandingan dalam artikel ini menghasilkan titik persamaan dan perbedaan model kewenangan KY dengan judicial council di empat negara.
Artikel selanjutnya mengulas Kebijakan Presiden Trump dan Respon Masyarakatnya terhadap Larangan Muslim Arab Tinggal di Amerika Serikat yang menjadi isu kontemporer global. Kebijakan tersebut dianalisis dari perspektif hukum dan HAM internasional serta respon masyarakat AS terhadap imigran muslim di Amerika Serikat.
Artikel berjudul Tanggungjawab Ahli Waris dari Penjamin pada Perusahaan yang Pailit Ditinjau dari Hukum Waris Islam mengangkat persoalan pertanggungjawaban ahli waris sebagai debitor pailit terhadap perjanjian jaminan perorangan yang dibuat pewaris dari perspektif hukum Islam.
Pertanggungjawaban Pejabat Pemerintahan dalam Menetapkan Diskresi (Studi Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU-XIV/2016) merupakan artikel yang membahas Putusan MK Nomor 25/PUU-XIV/2016. Putusan tersebut berdampak terhadap keleluasaan pejabat pemerintahan dalam menerbitkan diskresi penggunaan anggaran negara maupun daerah. Pembahasan artikel ini seputar pola pertanggungjawaban pejabat pemerintahan yang menerbitkan diskresi dan upaya pembatasan penerbitan diskresi agar terhindar dari tindak pidana korupsi.
Selain ke empat artikel tersebut, Volume ini juga menyajikan empat tulisan lain, yaitu Penyelesaian Penyalahgunaan Wewenang yang Menimbulkan Kerugian Negara Menurut Hukum Administrasi Pemerintahan, Prinsip-Prinsip Praktik Bisnis dalam Islam Bagi Pelaku Usaha Muslim, Prinsip Kehati-hatian Pejabat Pembuat Akta Tanah Dalam Peralihan Tanah yang Belum Bersertifikat, dan Batasan Penerapan Asas Persidangan Terbuka Untuk Umum dalam Siaran Persidangan Pidana oleh Media.
Published: February 15, 2018
Vol.. 24, No. 2
APRIL 2017
Pergantian regulasi dan perubahan birokrasi menandakan Indonesia masih mencari bentuk ideal dalam menata kehidupan berdemokrasi. Dibentuknya berbagai macam lembaga negara atau organ lain bertujuan untuk menopang tegaknya supremasi hukum. Jurnal Hukum Edisi April Volume 24 No. 2 Tahun 2017 menghadirkan berbagai tema kajian hukum nasional. Artikel pertama membahas mengenai kedudukan dana program pengembangan daerah pemilihan (dana aspirasi) Dewan Perwakilan Rakyat dalam Ketatanegaraan Indonesia. Dana aspirasi menimbulkan penolakan di masyarakat bahkan Presiden karena proses pembahasannya cenderung elitis dan tidak aspiratif. Selain itu, dana aspirasi DPR yang berbasiskan daerah pemilihan mirip dengan politik gentong babi (pork barrel politics) yang dipraktikkan di Amerika Serikat serta model Constituency Development Fund (CDF) yang dipraktikkan di beberapa negara berkembang dan juga berpotensi bertabrakan dengan program pemerintah.
Artikel selanjutnya mengulas tentang potensi sengketa kewenangan lembaga negara dan penyelesaiannya di Mahkamah Konstitusi. Ketidakjelasan pola hubungan antar-lembaga negara, telah melahirkan implikasi lanjutan berupa potensi sengketa kewenangan antar lembaga negara. Penyelesaian sengketa untuk lembaga negara yang basis kewenangannya ada di konstitusi, sudah jelas jalurnya melalui MK. Namun, bagaimana penyelesaian atas sengketa-sengketa jenis lainnya yang kewenangan tidak diatur oleh konstitusi? Padahal jumlah lembaga negara independen yang sangat banyak dan terkadang memiliki persinggungan kerja kelembagaan, sehingga sangat memungkinkan terjadinya sengketa antar-lembaga negara independen.
Di samping kedua artikel berikut, artikel lainnya tentang hubungan hukum para pihak dan tanggung jawab agen dalam penyelenggaraan Branchless Banking di Indonesia. Pelaksanaan Branchless Banking di Indonesia dilaksanakan oleh Bank Indonesia maupun Otoritas Jasa Keuangan. Regulasi yang menjadi dasar penyelenggaraan Branchless Banking di Indonesia saat ini lebih cenderung memberikan pengaturan dari segi administratif, sementara perihal bentuk hubungan hukum para pihak dan kedudukan agen belum diatur secara jelas. Dalam praktik ditemukan berbagai perbedaan mendasar mengenai kedudukan agen dalam konsep keperantaraan dunia bisnis dengan agen Branchless Banking mulai dari proses penunjukkan, kewenangan maupun tanggung jawab antara agen dengan pihak lain.
Artikel selanjutnya mengkaji tentang Mahkamah Konstitusi Dalam Dua Rupa: The Instigator dan Agent of Social Change. Mahkamah Konstitusi Indonesia melalui putusan-putusannya terbukti telah mempengaruhi perubahan sosial di masyarakat. Kajian mengenai peran pengadilan sebagai pemantik perubahan sosial umumnya lebih dikenal dalam sistem negara common law. Sementara Indonesia, oleh sebagian kalangan, dikatakan sebagai penganut civil law system. Mahkamah Konstitusi sebagai pengadilan konstitusi, sedikitnya memainkan dua peran, yaitu sebagai agent of social change dan sebagai Instigator of social change. Analisis dilakukan terhadap Putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010 tentang Anak Di luar Kawin dan Putusan No. 47-81/PHPU.A-VII/2009 Tentang Sistem Noken.
Akhirnya, kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada Mitra Bestari yang telah berkenan meluangkan waktu untuk memberikan perbaikan yang konstruktif terhadap materi artikel jurnal hukum, dan kepada penulis yang telah berpartisipasi menyumbangkan pemikiran-pemikiran progresif dalam menyikapi berbagai persoalan hukum yang muncul di tengah kehidupan masyarakat.
Semoga Jurnal Hukum ini dapat memberikan manfaat dan menjadi rujukan bagi aktivitas ilmiah para pembaca sekalian.
Published: August 15, 2017
Vol.. 24, No. 1
JANUARI 2017
Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM edisi Januari 2017 kembali hadir dengan mengetengahkan berbagai isu hukum yang beragam seiring dengan perkembangan struktur dan kultur masyarakat. Di antaranya adalah artikel yang membahas klausula pembatasan dan pengalihan tanggung jawab pialang berjangka dalam kontrak baku pemberian amanat secara elektronik On-Line. Artikel ini menyoroti klausula pembatasan tanggung jawab pialang berjangka yang muncul dalam lampiran No. 107/BAPPEBTI/PER/11/2013 dinilai sebagai bentuk intervensi ke ranah privat yang membebankan tanggung jawab secara berat sebelah kepada salah satu pihak. Padahal Undang-Undang No. 10 Tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi mempunyai semangat untuk melindungi kepada para pihak sebagai pelaku perdagangan berjangka. Seharusnya kontrak yang dibuat berdasarkan Peraturan Kepala Bappebti batal demi hukum.
Artikel selanjutnya mengkaji tentang model penyelesaian alternatif perkara pidana pembunuhan biasa menurut hukum Islam dan relevansinya dengan pembaharuan hukum pidana Indonesia. Model penyelesaian dengan menggunakan sistem peradilan pidana yang berlaku sekarang ini sangat formalistik dan kaku. Semua kasus pidana harus diselesaikan sesuai dengan ketentuan hukum acara yang baku dan prosedural. Padahal persoalan pelanggaran hukum tidak musti selalu diselesaikan dengan pro justicia. Model alternatif yang ditawarkan melalui penelitian ini menggunakan model penyelesaian “diyat†dan “maaf†yang dalam konsep Islam sangat relevan dan dapat diterima oleh bangsa Indonesia. Hal ini karena memberi maaf kepada pelaku oleh korban atau keluarga korban sejalan dengan asas musyawarah yang hidup dan terpelihara dalam menyelesaikan masalah.
Di samping kedua artikel tersebut, artikel lainnya adalah pengelolaan sumber daya energi berbasis lingkungan dalam rangka mewujudkan negara kesejahteraan. Artikel ini mengkritisi pengelolaan sumber daya alam yang malah mengakibatkan kerusakan lingkungan. Dengan menggunakan metode pendekatan yuridis, penelitian ini menyatakan bahwa politik hukum terkait pengelolaan SDE yang ada sekarang ini secara yuridis, dan sosiologis cenderung mengutamakan kepentingan ekonomi sesaat serta relatif lebih banyak diwarnai oleh kepentingan-kepentingan pasar liberalis dan kapitalisasi SDE dibandingkan nilai pengelolaan SDE yang berdasarkan nilai falsafah Pancasila dan berbasis lingkungan hidup.
Sebagai penutup, artikel yang mengkaji tentang fungsi dan peran Dewan Pengawas Syariah (DPS) terhadap praktik kepatuhan syariah yang berperspektif perlindungan konsumen dalam perbankan syariah di Indonesia juga merupakan artikel pilihan yang dikaji dalam jurnal hukum edisi ini. Artikel ini menyatakan bahwa DPS belum berfungsi secara optimal, masih banyak pelanggaran kepatuhan syariah yang dibiarkan. Padahal DPS dalam perbankan syariah, memiliki hubungan yang kuat dengan manajemen risiko perbankan syariah, yaitu risiko reputasi, yang pada gilirannya mempengaruhi risiko lain, seperti risiko likuiditas. Karena pembiaran tersebut, maka akan merusak citra dan kredibilitas perbankan syariah di mata publik, sehingga dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap perbankan syariah.
Akhir kata, redaksi berharap semoga kehadiran Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM ini dapat memperluas cakrawala dan khasanah pengetahuan pembaca. Tak lupa kami haturkan terima kasih kepada mitra bestari yang telah berkenan meluangkan waktu untuk memberikan catatan perbaikan terhadap substansi jurnal, dan kepada penulis yang berpartisipasi menyumbangkan gagasannya.
Selamat membaca,
Published: April 10, 2017
Vol.. 23, No. 4
OKTOBER 2016
Jurnal Hukum Ius Quia Iustum Volume 23 Nomor 4 Oktober 2016 hadir kembali dengan mengetengahkan sejumlah permasalahan aktual, antara lain mengkaji tentang urgensi perluasan permohonan pembubaran partai politik di Indonesia. Perkembangan partai politik di Indonesia mengalami pasang surut seiring dengan dinamika politik dan ketatanegaraan yang berubah. Partai politik kerap melakukan pelanggaran dalam penyelenggaraan pemilu. Sementara, bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh partai politik tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pemerintah sebagai satu-satunya pemohon pembubaran partai politik juga dirasa bermasalah. Maka, diperlukan perluasan terhadap permohonan pembubaran partai politik agar terwujud sistem pemilu yang demokratis.di Indonesia.
Artikel berikutnya mengkaji tentang perlindungan hukum terhadap disabilitas dalam memenuhi hak mendapatkan pendidikan dan pekerjaan. Penyandang disabilitas masih mengalami berbagai tindakan diskriminasi, terutama terkendala dengan persyaratan sehat jasmani dan rohani yang selalu menjadi salah satu syarat umum yang mutlak dimiliki setiap orang. Pembaharuan hukum berupa kebijakan affirmative action bidang aksesibilitas pendidikan dan pekerjaan bagi disabilitas menjadi mutlak diperlukan. Selain itu, bantuan hukum melalui jalur litigasi bagi para penyandang disabilitas untuk memperjuangkan hak-haknya juga harus tersedia.
Di samping kedua artikel tersebut artikel lainnya adalah kajian filsafat ilmu terhadap pertambangan batubara sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Pertambangan batubara memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional yang harusnya dijalankan secara selaras sesuai Pasal 33 ayat (3) dan (4) UUD 1945. Namun dalam implementasinya, negara seringkali dihadapkan dalam kondisi dilematis antara pemanfaatan optimal dengan kerugian lingkungan dan sosial, termasuk menyeimbangkan pertumbuhan dan pemerataan. Refleksi saat ini penguasaan oleh negara lebih mendominasi pemanfaatannya, sehingga perlu penyeimbang baru berupa kebijakan pengelolaan nasional.
Artikel lainnya mengupas tentang pergulatan paham negara kesejahteraan (Welfare State) dan Negara Regulasi (Regulatory State) dalam Perkara Konstitusional. Pergeseran konsep negara regulasi menuntut peran sentral negara. Adanya regulatory agency seperti BP Migas dan BPH Migas semakin menguatkan adanya konsep negara regulasi. Padahal putusan MK mengamanahkan bahwa tata kelola migas seharusnya dikelola langsung oleh negara.
Akhir kata redaksi berharap semoga kehadiran Jurnal Hukum Ius Quia Iustum edisi ini memberikan pencerahan pengetahuan para Pembaca mengenai perkembangan hukum di era globalisasi ini. Kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada mitra bestari yang telah berkenan meluangkan waktu untuk mengkritisi kelayakan artikel Jurnal Hukum Ius Quia Iustum ini, dan kepada penulis yang telah berpartisipasi menyumbangkan pemikirannya atas segala persoalan-persoalan hukum yang muncul di tengah kehidupan masyarakat.
Selamat membaca
Published: April 10, 2017
Vol.. 23, No. 3
JULI 2016
Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM edisi Juli 2016 akan menyajikan sejumlah artikel yang beragam antara lain penyelesaian sengketa batas daerah menggunakan pendekatan regulasi. Dalam konteks pemekaran daerah penetapan garis batas sudah dituangkan dalam UU tentang pembentukan suatu daerah. Namun yang menjadi persoalan penentuan garis batas yang telah dituangkan dalam bentuk UU dalam implementasinya di lapangan masih memunculkan penafsiran dari masing-masing daerah yang berdampingan. Perbedaan penafsiran dari masing-masing pihak inilah yang bermuara pada terjadinya sengketa perbatasan antar daerah. Dalam kenyataannya faktor pemicu terjadinya sengketa perbatasan dilatarbelakangi oleh berbagai motif.
Artikel lainnya memaparkan mengenai peran negara dalam pengembangan sistem ekonomi kerakyatan menurut UUD 1945. Sejak awal kelahirannya Indonesia bertekad untuk membentuk sistem perekonomian Indonesia yang berpihak pada kesejahteraan rakyat. Namun, dalam praktiknya, konsep ekonomi kerakyatan kalah saing dengan konsep neoliberal. Ketika reformasi bergulir, pemikiran tentang Ekonomi Kerakyatan atau Ekonomi Pancasila mendapat tempat kembali melalui Ketetapan MPR No. VI/MPR/1999. Koperasi masih sangat relevan untuk kondisi Indonesia sekarang ini asalkan didukung oleh perangkat legislasi yang memadai.
Di samping kedua artikel tersebut, artikel berikutnya mengkaji model pemberdayaan konsumen terhadap ancaman bahaya produk pangan tercemar bahan berbahaya beracun di Provinsi Lampung. Maraknya peredaran produk pangan yang tidak aman dikonsumsi di pasaran menuntut pemerintah daerah untuk meningkatkan pengawasan. Di samping itu, konsumen juga harus dibekali pengetahuan yang memadai agar terhindar dari ancaman bahaya pangan tercemar zat kimia. Pelaku usaha pun harus diberi sanksi yang tegas jika terbukti lalai memenuhi standar mutu produksi barang/jasa. Pasalnya, Negara wajib memberikan akses dan ketersediaan pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pangan dan gizi yang terjangkau dan memadai.
Hukum dan Teknologi: Model Kolaborasi Hukum dan Teknologi dalam Kerangka Perlindungan Hak Cipta di Internet ini merupakan artikel pilihan yang juga dikaji melalui jurnal hukum edisi ini. Sejak Indonesia meratifikasi WIPO Internet Treaties, perlindungan hak cipta di internet melalui model kolaborasi teknologi dan hukum diatur dalam UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Akan tetapi instrumen perlindungan hak cipta di internet masih belum optimal sebagaimana keberadaan sanksi pidana, jika merujuk pada ketentuan Pasal 120 Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 sebagai delik aduan, kedudukannya menjadi sangat tidak kuat dalam melindungi teknologi. Untuk dapat mewujudkan perlindungan hak cipta di internet, maka model kolaborasi antara pendekatan teknologi dan hukum menjadi suatu keniscayaan.
Akhir kata, redaksi berharap semoga kehadiran Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM ini dapat memperluas cakrawala dan khasanah pengetahuan pembaca. Tak lupa kami haturkan terima kasih kepada mitra bestari yang telah berkenan memberikan catatan-catatan penting terhadap artikel Jurnal Hukum, dan kepada penulis yang berpartisipasi menyumbangkan gagasannya.
Selamat membaca,
Wabillahittaufiq wal hidayah
Wassalamualaikum Wr. Wb.Published: December 5, 2016
Vol.. 23, No. 2
APRIL 2016
Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM edisi April 2016 akan menyajikan sejumlah artikel yang beragam antara lain penerapan teori tujuan pemidanaan dalam perkara kekerasan terhadap perempuan: studi putusan hakim. Adanya kecenderungan putusan hakim yang lebih memilih menjatuhkan pidana penjara sebagai sanksi primadona terhadap pelaku tindak pidana kekerasan terhadap perempuan dapat dipahami paling tidak disebabkan oleh 2 (dua) faktor, pertama, sistem pengancaman pidana dalam perundang-undang Indonesia yang bersifat mengkondisikan hakim untuk cenderung selalu memilih penjara dalam setiap putusan pemidanaannya. Kedua, sifat tindak pidana yang diadili (yakni kekerasan terhadap perempuan) yang secara substantif memang merupakan kejahatan relatif serius. Selain itu, penggunaan teori retribusi/ pembalasan/ absolut terlihat dominan dalam 24 putusan yang diteliti memperlihatkan hakim sudah memperhatikan kepentingan korban (offender protection oriented).
Artikel lainnya memaparkan mengenai redesain sistem pengangkatan dan pemberhentian hakim di Indonesia. Dalam hal pengangkatan hakim, landasan konstitusional dan level undang-undang seolah-olah mengatur secara terpisah sistem pengangkatan hakim karier, hakim agung, dan hakim konstitusi. Lebih satu dekade ternyata praktik ini menyisakan sejumlah problem dan berjalan secara tidak linear (non integrated judiciary system). Hasil amandemen konstitusi dan integrasi dalam level undang-undang, belum mengatur secara jelas terkait dengan sistem pemberhentian hakim (judicial impeachment process) secara terpadu dan koheren di Indonesia. Perlunya pembenahan dalam judicial impeachment process tentunya menjadi indikator akuntabilitas kekuasaan yudikatif terhadap cabang kekuasaan lainnya.
Di samping kedua artikel tersebut, artikel berikutnya mengkaji tentang calon tunggal dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah perspektif hukum progresif. Undang-Undang No. 8 Tahun 2015 mensyaratkan dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah setidak-tidaknya harus ada dua pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Faktanya, di sejumlah daerah terdapat fenomena calon tunggal. Peraturan KPU Nomor. 12 Tahun 2015 rupanya tidak mampu mengatasi kebuntuan tersebut karena hanya menetapkan penundaan pelaksanaan pilkada. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-XIII/2015 pun menjadi solusi yang progresif.
Unsur Menyalahgunakan Kewenangan dalam Tindak Pidana Korupsi sebagai Kompetensi Absolut Peradilan Administrasi merupakan artikel pilihan lain yang dikaji melalui jurnal hukum edisi ini. Permasalahan timbul karena konsep penyalahgunaan wewenang dalam Undang-Undang Nomor. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan oleh beberapa ahli hukum dipandang sama dengan konsep menyalahgunakan kewenangan karena jabatan dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Ketentuan tersebut berpotensi menimbulkan sengketa kewenangan absolut antara Peradilan Tipikor dan Peradilan Administrasi.
Akhir kata, redaksi berharap semoga kehadiran Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM ini dapat memperluas cakrawala dan khasanah pengetahuan pembaca. Tak lupa kami haturkan terima kasih kepada mitra bestari yang telah berkenan memberikan catatan-catatan penting terhadap artikel Jurnal Hukum, dan kepada penulis yang berpartisipasi menyumbangkan gagasannya.
Selamat membaca
Wabillahittaufiq wal hidayah
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Redaksi
Published: October 17, 2016
Vol.. 23, No. 1
JANUARI 2016
Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM edisi Januari 2016 kembali hadir dengan mengupas sejumlah artikel beragam antara lain menyoroti kelemahan dan kekurangan dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, UU No. 17 Tahun 2007 tentang RPJPN Tahun 2005 dan UU No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara yang secara umum masih dominan berorientasi pada pendekatan keamanan dalam pengelolaan wilayah perbatasan. Walaupun pendekatan kesejahteraan telah digunakan, tapi dalam implementasinya pendekatan ini tidak diikuti dengan upaya pemenuhan hak sosial dasar yang merupakan hak konstitusional warga negara di wilayah perbatasan sehingga pengelolaan wilayah perbatasan belum maksimal.
Artikel selanjutnya mengkaji tentang keterwakilan politik perempuan dalam pemilu legislatif Provinsi Riau periode 2014-2019. Penempatan posisi perempuan pada legislatif di Provinsi Riau menjadi sangat penting, karena keterlibatan kaum perempuan di bidang politik tentunya akan memberikan keseimbangan dan warna dalam perumusan peraturan perundang-undangan penganggaran dan pengawasan yang berperspektif gender. Apalagi melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008, Pasal 214 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tersedia Kuota 30% Perempuan. Penerapan putusan ini masih harus berhadapan dengan sejumlah tantangan, antara lain budaya patriarkhi lokal, tingkat pendidikan, pemahaman dan kesadaran politik.
Selain dua artikel di atas, artikel berikutnya membahas kepastian Nilai Dasar Penghitungan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Artikel ini mempersoalkan ketidakpastian nilai transaksi dalam UU No. 20 tahun 2000 tentang BPHTB yang digunakan sebagai dasar perhitungan BPHTB, sehingga menimbulkan nilai tranksasi yang diajukan oleh wajib pajak dianggap tidak sesuai oleh petugas pajak. Ketidakpastian tersebut baik nilai transaksinya yang berubah maupun jumlah pajaknya yang harus dibayar oleh wajib pajak. Untuk itu agar ada kepastian dalam pembayaran BPHTB, maka perlu ditentukan nilai yang pasti sebagai dasar perhitungan BPHTB oleh instansi yang berwenang.
Sebagai penutup, disuguhkan pembahasan mengenai kepastian nilai Nominee Agreement kepemilikan saham perseroan terbatas, mengkaji pembentukan Nomine Agreement khususnya dalam kepemilikan saham Perseroan Terbatas serta kedudukan Nomine Agreement tersebut dalam sistem hukum di Indonesia. Secara yuridis melalui UU No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal Pasal 33 ayat (1) melarang adanya praktik Nominee Agreement di Indonesia, namun karena tidak dibarengi pengaturannya dalam undang-undang Perseroan Terbatas praktik Nominee Agreement masih jamak terjadi.
Akhir kata, redaksi berharap semoga kehadiran Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM ini dapat memperluas cakrawala dan khasanah pengetahuan pembaca. Tak lupa kami haturkan terima kasih kepada mitra bestari yang telah berkenan memberikan catatan-catatan penting terhadap artikel Jurnal Hukum, dan kepada penulis yang berpartisipasi menyumbangkan gagasannya.
Selamat membaca
Published: June 20, 2016
Vol.. 22, No. 4
Oktober 2015
Published: May 11, 2016
Vol.. 22, No. 3
Juli 2015
Published: April 11, 2017
Vol.. 22, No. 2
APRIL 2015
Perkembangan permasalahan hukum selalu menarik untuk dikaji. Dalam kesempatan ini Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM edisi April 2015 merangkum sejumlah problema hukum yang beragam. Diantaranya adalah artikel yang membahas anomali sistem pemerintahan presidensil pasca amandemen Undang Undang Dasar 1945. Salah satu point yang disepakati oleh PAH I dalam melakukan Amandemen UUD 1945 pada 1999 adalah memperkuat sistem presidensil. Hal ini pula mendapat legitimasi yang kuat dalam Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 bahwa presiden sebagai kepala pemerintahan. Namun komitmen tersebut tidak ditaati secara konsisten dalam pelaksanaannya, sebab sistem presidensil dihadapkan dengan sistem multipartai dan merebaknya koalisi partai yang seharusnya lebih tepat dipasangkan dengan sistem parlementer. Akhirnya yang terjadi adalah anomali dan penyimpangan terhadap sistem presidensil.
Artikel selanjutnya mengamati Pengaturan dan urgensi whistle blower dan justice collaborator dalam sistem peradilan pidana. Meskipun telah dikenal dan digunakan di beberapa negara, whistle blower dan justice collaborator di Indonesia masih relatif baru dalam sistem peradilan pidana. Pengaturan Whistle Blower di Indonesia dapat dijumpai dalam beberapa peraturan seperti dalam PP No 71 Tahun 2000, UU No 31 Tahun 2014 tentang LPSK, dan SEMA Nomor 04 Tahun 2011 tentang Whistle blower dan Justice Collaborator di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu. Whistle blower dan justice collaborator digunakan dalam sistem peradilan pidanan karena berbagai kejahatan dengan modus operandi yang semakin canggih, dilakukan perorangan maupun dengan organisasi yang sangat rapi, sementara perkembangan sistem peradilan pidana tidak seirama dengan perkembangan kejahatan itu.
Selain dua artikel di atas, artikel berikutnya membahas pengawasan dan penegakan hukum terhadap sertifikasi dan labelisasi halal produk pangan. Pada dasarnya sudah ada peraturan mengenai proses pengajuan label halal di bawah naungan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Makanan Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), dan Departemen Agama. Demikian juga mengenai kehalalan produksi pangan di Indonesia sudah berpedoman pada UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, dan PP No. 69 Tahun 1996 tentang Label dan Iklan Pangan. Akan tetapi, hingga kini belum ada pengawasan dan penegakan hukum secara kolektif atas sertifikasi dan pelabelan halal tersebut. Akibatnya sering terjadi pemalsuan label halal oleh pelaku usaha. Karena pencantuman label halal bersifat sukarela.
Sebagai penutup, disuguhkan artikel yang mempersoalkan Perlindungan paten di Indonesia yang sejauh ini masih menyisakan beragam persoalan, baik yang sifatnya praktis (implementasi) maupun konseptual (penerimaan oleh masyarakat). Secara normatif ada tiga UU Paten yang pernah dan salah satunya masih berlaku di Indonesia. Ketiga UU Paten tersebut adalah UU No. 6 Tahun 1989, UU No. 13 Tahun 1997, dan UU No. 14 Tahun 2001. Adapun problema dalam UU Paten tersebut adalah bergesernya paradigma pembentukan UU Paten yang semula lebih didasari semangat kepentingan domestik-nasional, dalam perkembangannya berkelindan dengan kepentingan asing-negara maju.
Akhir kata, redaksi berharap semoga kehadiran Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM ini dapat memperluas cakrawala dan khasanah pengetahuan pembaca. Tak lupa kami haturkan terima kasih kepada mitra bestari yang telah berkenan memberikan catatan-catatan penting terhadap artikel Jurnal Hukum, dan kepada penulis yang berpartisipasi menyumbangkan gagasannya.
Selamat membaca
Published: April 11, 2017
Vol.. 22, No. 1
Januari 2015
Published: May 11, 2016
Vol.. 21, No. 4
Oktober 2014
Published: May 11, 2016
Vol.. 21, No. 3
Juli 2014
Published: May 11, 2016
Vol.. 21, No. 2
April 2014
Published: April 25, 2016
Vol.. 21, No. 1
Januari 2014
Published: April 25, 2016
Vol.. 20, No. 4
Oktober 2013
Published: April 21, 2016
Vol.. 20, No. 3
Juli 2013
Published: April 21, 2016
Vol.. 20, No. 2
April 2013
Published: April 21, 2016
Vol.. 20, No. 1
Januari 2013
Sebagai pembuka awal 2013, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM edisi Januari 2013 menyajikan berbagai tema artikel yang menarik untuk dikaji, antara lain membahas tentang Legal GAP antara pemilik tanah dan aparat pelaksana dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum merupakan salah satu artikel yang mengangkat permasalahan seputar sengketa pertanahan. Artikel selanjutnya berisi tentang kedudukan dan status hukum Ketetapan MPR berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Berlakunya UU No. 12 Tahun 2011 telah memasukkan kembali TAP MPR ke dalam aturan hukum di Indonesia. Karakteristik perusahaan perseroan dan status hukum kekayaan perusahaan perseroan, merupakan artikel pilihan yang juga dikaji oleh Jurnal Hukum edisi ini. Makna frase yang berkaitan dengan “kekayaan negara yang dipisahkan†seringkali menjadi rancu, dan adanya prinsip pemisahan yang tegas antara kekayaan badan hukum persero dengan negara sebagai pemegang saham haruslah dipahami untuk menentukan kedudukan negara dalam perseroan. Artikel lain membahas tentang upaya transformasi jaminan kebendaan menjadi jaminan tunai dalam penjaminan kredit sindikasi Internasional. Kegiatan perekonomian dapat terus berjalan apabila ditopang dengan perkreditan yang menjadi kegiatan usaha perbankan.
Published: April 21, 2016
Vol.. 19, No. 4
Oktober 2012
Pada edisi Oktober 2012, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM menghadirkan sejumlah artikel yang aktual, antara lain mengkaji tentang studi perbandingan pengaturan tentang pengecualian industri pertanian terhadap berlakunya hukum persaingan usaha. Di banyak negara maju, pengaturan industri pertanian dikecualikan dari berlakunya hukum persaingan usaha. Pengaturan yang sama tidak dapat diketemukan di Indonesia. Padahal Indonesia dikenal sebagai negara agraris, dengan lahan pertanian yang luas, penduduk lebih banyak tinggal di daerah pedesaan, dan kebutuhan pangan nasional masih bergantung kepada produk pertanian impor. Meskipun Indonesia tidak memiliki undang-undang khusus, beberapa poin dalam Pasal 50 dan Pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999 dapat digunakan untuk mengecualikan industri pertanian dari hukum persaingan usaha. Selain itu terdapat ketentuan World Trade Organization yang memberikan ruang bagi Indonesia untuk memproteksi industri pertanian.
Published: April 18, 2016
Vol.. 19, No. 3
Juli 2012
Published: July 7, 2013
Vol.. 18 (2011)
Edisi Khusus Vol. 18 Oktober 2011
Artikel lainnya mengupas tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum (perbandingan antara Malaysia dan Indonesia). Seperti halnya di Indonesia, di Malaysia pun konsep kepentingan umum juga mengalami perubahan. Dengan pemindaan seksyen 3(b) APT 1960 pada 12 September 1991, telah terjadi perubahan konsep pengadaan tanah. Jika dahulunya tanah diambil untuk tujuan awam yang membawa faedah bagi orang ramai, tetapi sekarang ini tanah boleh diambil untuk memberi kepada orang perseorangan atau badan korporat untuk menjalankan kegiatan ekonomi untuk tujuan pribadi seseorang atau untuk tujuan badan atau syarikat. Dengan secara langsung, tanah milik seseorang boleh diambil untuk diberikan kepada orang lain, badan atau syarikat yang kaya dengan alasan untuk pembangunan negara.
Di samping kedua artikel tersebut, artikel lainnya adalah kejanggalan impechement kepala daerah di era pemilihan langsung. Sistem impeachment kepala daerah yang diterapkan di era pemilihan secara langsung ini dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 yang telah direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008, masih mengundang problematika dan distorsi sistem. Sebabnya adalah sistem impeachment masih didominasi oleh kekuasaan pusat dalam hal ini presiden.
Landasan filosofis kekuatan mengikatnya kontrak, merupakan artikel pilihan yang juga dikaji melalui jurnal hukum edisi ini. Sebagai akibat dari pengaruh paradigma kebebasan berkontrak , terjadi sakralisasi otonomi individu dalam kontrak. Otonomi individu itu kemudian menjadi dasar kebebasan berkontrak yang kemudian menjadi tulang punggung bagi perkembangan hukum kontrak. Timbulnya pandangan akan kesucian kontrak merupakan salah satu ajaran yang dianut teori hukum kontrak klasik sebagai akibat langsung adanya kebebasan berkontrak. Kesucian kontrak semata-mata merupakan suatu ekspresi dari prinsip atau asas yang menyatakan bahwa kontrak dibuat secara bebas dan sukarela, oleh karenanya ia adalah sakral. Di sini tiada keraguan bahwa kesucian tersebut merupakan produk kebebasan berkontrak, dengan alasan bahwa kontrak itu dibuat atas pilihan dan kemauan mereka sendiri, dan penyelesaian isi kontrak dilakukan dengan kesepakatan bersama (mutual agreement). Landasan filosofis kekuatan mengikatnya kontrak dalam hukum Islam bersumber langsung dari Al Quran.
 Akhirnya, kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada mitra bestari yang telah berkenan memberikan catatan-catatan penting terhadap artikel Jurnal Hukum, dan kepada penulis yang telah berpartisipasi menyumbangkan pemikiran-pemikiran progesif dan konstruktif dalam menyikapi berbagai persoalan hukum yang muncul di tengah kehidupan masyarakat.
Semoga Jurnal Hukum ini memberikan manfaat dan menambah khasanah keilmuan mengenai perkembangan hukum di Indonesia.
Published: January 23, 2017
Vol. 18 No. 4 (2011)
Published: March 2, 2016
Vol. 18 No. 3 (2011)
Published: March 2, 2016
Vol.. 18, No. 2 (2011)
Vol 18, No 1 (2011)
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alikum Wr. Wb.
Jurnal Hukum edisi April 2011 menghadirkan artikel yang beragam, antara lain mengkaji tentang Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Pelanggaran HAM Berat. Peranan penting dan positif korporasi terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara seringkali diikuti oleh pelanggaran-pelanggaran yang mengarah pada hukum pidana. Tidak jarang korporasi melakukan unfair business yang tidak hanya merugikan suatu negara dan konsumen, tapi juga dapat dikategorikan sebagai tindak pidana. Ketika korporasi melakukan tindak pidana, maka ia dapat dipertanggungjawabkan atas tindak pidana yang dilakukan baik ditujukan kepada pengurusnya maupun langsung kepada korporasi. Pengakuan korporasi sebagai subjek delik dalam hukum pidana bukan merupakan hal baru dan tidak menimbulkan persoalan hukum yang berarti.Permasalahan baru muncul manakala korporasi melakukan tindak pidana yang dikategorikan sebagai pelanggaran HAM berat, Hal ini karena baik Statuta Roma maupun UU No 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM tidak mengakui korporasi sebagai subjek delik. Kedua instrumen hukum tersebut hanya mengenal pertanggungjawaban pidana individu (individual criminal responsibility) bukan pertanggungjawaban pidana korporasi (corporate criminal responsibility).
Artikel lainnya mengupas tentang asas tanggung jawab negara sebagai dasar pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Peran negara dalam pengaturan permasalahan lingkungan hidup dirasakan penting karena di Indonesia telah terjadi beberapa kasus terkait permasalahan lingkungan hidup antara lain kasus banjir lumpur yang terjadi di Sidoarjo, yang walaupun sudah terjadi selama beberapa tahun, namun hingga kini belum tuntas penanganannnya. Terlepas adanya perdebatan apakah tragedi semburan lumpur tersebut terjadi akibat adanya bencana alam atau ulah manusia, negara tetap harus melaksanakan tanggung jawabnya untuk mengelola dan melindungi kondisi lingkungan yang menjadi lokasi banjir lumpur. Pada pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, negara bekerja dengan berlandaskan pada beberapa asas, salah satunya adalah asas tanggung jawab negara, yang menjadikan negara sebagai titik sentral dan acuan. Negara mempunyai peran penting dan sentral.
Di samping kedua artikel tersebut, artikel lainnya adalah tentang penguatan peran komisi yudisial dalam penegakan hukum di Indonesia. Pembentukan Komisi Yudisial juga merupakan konsekuensi logis yang muncul dari penyatuan satu atap lembaga peradilan pada MA. Ternyata penyatuan satu atap berpotensi menimbulkan monopoli kekuasaan kehakiman oleh MA. Cita-cita mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka tidak mungkin tercapai hanya dengan membiarkan peradilan berjalan sendiri tanpa dukungan lembaga lain. Lembaga yang secara formal diberi tugas dan peran mewujudkan kekuasaan kehakiman yang bebas melalui pencalonan hakim agung dan pengawasan terhadap perilaku hakim adalah Komisi Yudisial.
Akhirnya, kami tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada mitra bestari yang telah berkenan memberikan catatan-catatan penting terhadap artikel Jurnal Hukum, dan kepada penulis yang telah berpartisipasi menyumbangkan pemikiran-pemikiran progesif dalam menyikapi berbagai persoalan hukum yang muncul di tengah kehidupan masyarakat. Semoga Jurnal Hukum ini memberikan manfaat dan menambah khasanah keilmuan mengenai perkembangan hukum di Indonesia.
Selamat membaca Wabillahittaufiq wal hidayah Wassalamu’alaikum Wr. Wb. RedaksiPublished: February 2, 2016