Vol.. 11, No. 25
Januari 2004

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Keberadaan pasarmodal disuatunegara berfungsi sebagai altematif pemblayaan bag! dunia usaha. Pasarmodal diharapkan dapat melengkapi lembaga keuangan lainnya, misalnya sistem perbankan, sebagai altematif pendanaan bag! dunia usaha,sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Ketika iembaga keuangan lainnya mengalami kelesuan, pasar modal diharapkan mampu mensuplal kebutuhan danabagi dunia usaha.Sebaliknya, ketika pasarmodal kurang bergairah, maka kebutuhan dana dapat disediakan dari lembaga keuangan lainnya.

Untuk dapat berperan iebih signifikan sebagai sumber pendanaan, ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi dipasarmodal, sehingga masyarakat (investor) bersedia berinvestasi dipasar modal. Pertama, diperlukan peraturan perundang-undangan yang jelas dan tegas, sehingga pasar modal di Indonesia sejalan dan dapat diterima tidaksaja olehinvestordaiamnegeri tetapi jugadaiampercaturan duniaintemasional. Standar perliaku dan reguiasi industri pasar modal harus menglkuti standar intemasional. Termasuk memperjelas eksistensi hukum dari lembaga-lembaga yang terkait daiam perdagangan efek dipasarmodal, dan memperjelas atau menghapuskan peraturan yangtidak jelas.Kedua, penegakan hukum termasuk pengenaan sanksibagi siapa saja yang meianggar ketentuan yang berlaku dipasarmodal. Padasisi lain, pemerintah harusmendorong terciptanya praktik bisnis yangsehat dan transparan. Misalnya, transparansi produk-produk yangdihasiikan perusahaansekuritas dan keglatan usahaemiten. Hal ini sangat penting, karenasejak Maret 2003telahdiperkenalkan pasar modal syariah, sehinggabagi umatIslam tidak ada keragu-raguan ketika akan memiiih pasarmodal sebagaialtematif berinvestasi.

Di samping itu pemerintah harus meningkatkan integritas pasar modal. Misalnya, meningkatkan penerapan goodcorporate governance untuk meiindungi parapemegang saham perusahaan gopublic, terutama pemegang saham minoritas. Fungsipengawasan di pasar modalhams iebih diperkuat, dan intervensi pemerintah hams direduksi seminimai mungkin. Pengembangan infrastruktur hams tems dit'ngkatkan, misalnya meningkatkan kualitas lembaga pemeringkat, sehingga pasarmodal yang iikuid dapat tercipta.

Edisi Jumal Hukum kail ini mencoba menav/arkan beberapa altematif pengembangan industri pasar modal di Indonesia, bentuk-bentuk peianggaran yangterjadi, jenisInvestasi yangbanyak diminati dipasar modal yaitu reksadanakontrak investasi kolektif, serta pasar modal syariah sebagai bentuk pasar modal altematif. Daiam artikei lepas,tema-tema yang disajikan diantaranya: persoaian poiitik hukum Hak Cipta di Indonesia yangsarat akantolak-tarik kepentingan nasional danglobal; makna reformasi hukum bagi pelaku bisnis diIndonesia: fenomena Golput pascapemilu caleg ataupun capres/cawapres 2004 ditinjau dari sudut hukum ketatanegaraan; pemilu dandemokrasi telaah terhadap prasyarat normatif pemliu; penegakan hukum daiam era reformasi; serta persoaian hukum Islam seputarwakafdan metodologi hukum islam. Akhir kata dari kami, tiada perubahan tanpa suatu dinamika, tiada kemajuan tanpa sportivitas, keterbukaan, dankerja keras. Maju bersamamembangun kultur intelektual yangkritis danmendinamisasikan hukum yangresponsif.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Redaksi

Published: June 7, 2016

Vol.. 10, No. 24
September 2003

Assalamu'alaikum wr wb.

Bismillahirrahmmaanirrahiim.

Jurnal Hukum Fakultas Hukum UII edisi kali ini menyajikan tema utama tentang hukum pidana. Beberapa artikel aktual di bidang hukum pidana yang akan hadir antara lain, kontroversi atas RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi (RUUAPP), kajian terhadap RUUAPP, dan penerapan Yurisdiksli Alien Tort Claim Act dalam Perspektif Hukum Pidana Intemasional.

 

Published: June 3, 2016

Vol.. 10, No. 23
Mei 2003

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Kehidupan ketatanegaraan dalam Orde Reformasi di bawah Pemerintahan Megawati (1999-2004) mengalami perubahan yang begitu pesat. Hal in! dipicu oleh beberapa hal, diantaranya adalah dilakukannya deregulasi kebijakan di bidang legislasi dan kelembagaan negara yang responsif terhadap tuntutan aspirasi masyarakat. Ini ditunjukkan dengan diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, dimana masyarakat daerah memliiki hak untuk mengembangkan potensi daerahnya melalui Perda sebagai perangkat hukumnya.

Di satu sisi, langkah deregulasi kebijakan di atas dinilai cukup-prestislus. Karena, dllihat dari bidang legisiasi, banyak perubahan-perubahan yang dilakukan baik melalui langkah amandemen DUD 1945 dan Undang-undang crganik lainnya maupun pembaharuan peraturan perundang-undangan itu sendiri. Sedangkan dari bidang kelembagaan negara, bermula dari perubahan konteks peraturan perundang-undangan yang ada, kemudian membawa impiikasi terhadap pembentukan kelembagaan negara baru dan tatanannya secara sistemik ketatanegaraan.

Sementara di slsi lain, kebijakan-kebijakan baru dalam konteks sebuah slstem terkadang diikuti pergeseran-pergeseran yang menimbulkan Implikasl'hukum tertentu. Seperti, pergeseran dalam sistem hubungan kekuasaan negara di mana sebelumnya (UUD 1945 Lama) menganut distributlon/devision of powerd antara ketlga cabang kekuasaan primer negara (legisiatif, eksekutif, dan yudikatlf), kini setelah amandemen UUD 1945 menganut separation of power dan bicameral system. Dalam sistem demikian, di Pariemen hanya ada dua badan yaknl DPR dan DPD sedangkan MPR sudah dihapus. Di daerah, otonomisasi membawa implikasi eksklusivitas dalam memproduksl Perda-perda utamanya sejenis pungutan. Perda-perda yang semula dimaksudkan sebagai sarana pendapatan pajak dan retribusi daerah diselewengkan menjadi alat pemeras terhadap kelompok dunia usaha. Permasalahan lain yang muncui dari deregulasi kebijakan di atas adalah terjadinya anomali sistem dan over lappinging dualisme baik di antara produk peraturan perundang-undangan yang ada maupun organ dan atau fungsi dl antara kelembagaan negara tersebut.

Dalam Jurnal Hukum dengan tema Problema Legislasi dan Kelembagaan Negara kali Ini mencoba menyajikan beberapa artikel utama yang mengupas permasalahan mendasar di atas.

Semoga pembaca yang budiman dapat menambah wacana dan cakrawala berpikir bagi perbaikan sistem hukum dan ketatanegaraan Indonesia.

Wassalamu'alalkum Wr. Wb.

Redaksi

Published: June 3, 2016

Vol.. 10, No. 22
Januari 2003

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Perkembangan hukum administrasi negara jika dibanding dengan bidang-bidang hukum lainnya tidak kalah menarik untuk dikaji. Setidaknya hal ini dapat terlihat pada topik bahasan jurnal hukum kali ini. Topik-topik itu, antara lain; menguji konfllk peraturan perundang-undangan pusat dan daerah, aspek pengawasan terhadap tindakan pejabat pubiik, masaiah di seputar pertanggung jawaban pubiik serta hak veto dalam hukum ketenagakerjaan.

Daiam perspektif pertanahaan, hukum administrasi negara sepertinya masih menyimpan sejumlah permasaiahan, terutama berkaitan dengan hak uiayatversus hak menguas'ai negara. Daiam konteks ini, nampak sekaii adanya perseteruan antara kepentingan masyarakat adat dengannegara.Alhasil, acapkaii kepentingan masyarakat diabaikan dan menjadikan masyarakat adat termarjinalisasi.

Dengan mencermati reailtas seperti Ini kebutuhan pembaharuan hukum administrasi negara mendapatkan relevansinya. Pembaharuan seharusnya tidak hanya meliputi pada aspek substansi hukum (legal substance), namun dapat menjangkau juga pada aspek struktur hukum (legal structure) dan budaya hukum (legal culture). Untuk aspek substansi dan struktur hukum harapan yang paling dominan terletak pada political will pemerintah, sedangkan untuk aspek ti^ya hukum, peranan dan kesadaran dari masyarakat menjadi penentu dalam proses pembentukan budaya hukum.

Apabila pembaharuan ini direalisasikan secara konsisten, maka tujuan pembaharuan sebagai upaya penyempurnaan dari hakekat dan tujuan dari hukum administrasi negara pada akhirnya benar-benar dapat dicapai. Tentu hakekat dan tujuan itu dapat direpresentasikan dengan adanya penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean governance).

Sebagai kata penutup, redaksi mengucapkan selamat membaca kepada para pembaca yang budiman.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Redaksi

Published: June 3, 2016

Vol.. 9, No. 21
September 2002

Bismiliahirrahmanirrahim

Assalmu'alikum Wr. Wb.

Mafia Peradilan merupakan istilah yang akhir-akhir ini marak diperbincangkan oleh kalangan pemerhati penegakan hukum. Perbincangan ini tidak terlepas dari buruknya konotasi atas istilah mafia peradiian ini. Bobroknya sistem peradilan saat ini saiah satu yang menjadi faktor penyebabnya karena praktik mafia pradilan yang dilakukan oleh kalangan aparat penegak hukum. Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan mafia peradilan itu sendiri? Banyak pengertian yang telah diberikan oleh para pakar, meskipun pada akhirnya tidak ada pengertian yang final tentang istilah inl. Namun demikian, untuk mempermudah pemahaman kepada kita dapat saja bahwa mafia peradilan diartikan sebagai bentuk-bentuk praktik koruptif yang dilakukan oleh aparat penegak hukum yang terkait dengan sistem peradilan yang diterapkannya.

Setelah dipahami arti dari mafia peradilan, maka tak pelak lagi proses peradilan yang seharusnya bertujuan memberikan rasa keadilan bagi yang berhak, akhirnya berubah wujud menjadi proses peradilan yang sifatnya transaksional. Hal ini lambatlaun apabila dibiarkan, maka cenderung akan meruntuhkan eksistensi hukum. Padahal perlu diketahui bangsa Indonesia sudah sepakat sejak awal kemerdekaan bahwa negara irii berdasarkan atas hukum bukan berdasar atas kekuasaan belaka. Singkatnya hukum menjadi supreme dibanding dengan bidang-bidang kehidupan lainnya.

Oleh karena itu, upaya-upaya membersihkan sistem peradilan dari praktik-praktik mafia peradilan harus senantiasa diupayakan. Diharapkan dengan upaya membersihkan mafia peradilan, sistem peradilan akan terpercaya, kredibel, dan bebas dari praktik-praktik amoralls. Konkritiasi dari keinginan ini redaksi jurnal hukum pada terbitan kali ini akan menyajikan tema tentang "Mafia Peradilan". Dalam sajian ini ada beberapa artikel yang mengkaji di seputar praktik mafia peradilan di Indonesia sekaligus memberikan tawaran-tawaran solusif untuk membersihkan praktik-praktik tak bermoral tersebut. Di samping Itu, sebagai pengayaan atas wacana hukum lainnya di sini disajikan juga beberapa artikel lepas yang masih ada sangkut pautnya dengan masalah-masalah hukum aktual.

Akhirnya mudah-mudahan dengan terbitnya jurnal hukum kali Ini sedikit tidaknya akan memberikan cakrawala baru bagi pembaca yang budiman.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Redaksi

Published: June 7, 2016

Vol.. 9, No. 20
Juni 2002

Bismillahirrahmanirrahim

Assalmu'alikum Wr. Wb.

Menurut beberapa ahli hukum diyakini bahwa keadilan hukum baru akan di dapat ketika aspek substantif dan prosedural dalam proses penegakan hukum senantiasa dikedepankan. Kini bangsa Indonesia dalam penegakan hukum sedang meniti ke arah pembangunan supremasi hukum {supremacy oflaw). Konsekuenslnya, banyak sekali masalah hukum yang dihadapi balk dari aspek substantif maupun prosedural, sehingga ha! ini acapkali mengakibatkan munculnya konflik hukum, terlebih apabila sudah dipengaruhi oleh faktor politik.

Oleh karena itu, signifikasi pembaharuan hukum harus terus diupayakan. Pembaharuan hukum yang dimaksudkan tentunya tidak hanya sebatas pada aspek-aspek substantif saja, tetapi harus menjangkau juga kepada aspek proseduralnya. Namun, apabila mencermati realitasnya, ternyata upaya pembaharuan hukum yang dilakukan di Indonesia {Indonesia legal reform] masih belum berimbang antara pembaharuan aspek hukum substantif (hukum materiil) dengan pembaharuan aspek hukum prosedural (hukum formil). Asumsi ini dibuktikan dengan banyaknya kasus yang memancing pro dan kontra di kalangan ahli hukum dan masyarakat luas akibat ketidakjelasan dari aspek prosedural hukumnya. Seperti, adanya pro kontra mengenai pilihan hukum (choice of law) dalam proses penyelesaian sengketa waris orang Islam antara Pengadilan Agama dan Pengadilan Negeri, munculnya asas pembuktlan terbalik dalam kasus korupsi, proses beracara pidana yang tidak berwawasan Hak Asas! Manusia.

Berdasarkan kepada keadaan ini, maka redaksi Jurnal Hukum merasa tertarik untuk mengungkap secara gamblang mengenai beberapa kebutuhan pembaharuan aspek prosedural. Konkritisasi dari ketertarikan ini diwujudkan dalam bentuk pengambiian tema besar dari Jurnal Hukum No. 20 Vol 20.9 Juni 2002 yang membicarakan Pembaharuan Hukum Acara di Indone sia. Tak lupa juga, dalam jurnal kali ini kami sertakan beberapa tulisan lepas dari tema yang ditampilkan. Harapan dari kami. mudah-mudahan dengan penyajian ini, para pembaca mendapatkan perspektif baru mengenai pembaharuan hukum di-Indonesia.

Akhirnya, kami mengucapkan selamat membaca kepada para pembaca yang budiman.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Redaksi

Published: June 8, 2016

Vol.. 9, No. 19
Februari 2002

Bismillahirahmanirrahim

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Implikasi globalisasi merambah semua aspek kehidupan manusia,' termasuk transaksi bisnis. Prinsip-prinsip dan mekanisme transaksi bisnis yang dikembangkan dan telah lama eksis di negara-negara maju berimbas pula terhadap negara berkembang. termasuk Indonesia. Sehingga, pengadopsian prinsip dan mekanisme transaksi bisnis, termasuk institusi bisnis, merupakan hal yang signifikan dan tidak dapat ditawar-tawar lagi untuk segera diaplikasikan di Indonesia. Alternatif pengeloiaan institusi bisnis yang ditawarkan dalam prinsip good corporate governance mulai banyak "dilirik" kalangan bisnis terutama sejak krisis moneter.1997 melanda Indonesia

Alasan utama pemilihan prinsip pengeloiaan perusahaan yang balk berkaitan erat dengan fenomena yang berkembang sebagai akibat krisis moneter. 18.000 perusahaan yang berada di Indonesia potensial untuk dinyatakan pailit, karena mengalami kesulitan untuk melakukan kewajiban pembayaran utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Penyebabnya antara lain mental hubris para pengusaha yang menggunakan pinjaman jangka pendek untuk pembiayaan jangka panjang, dan pengeloiaan perusahaan yang tidak profesional, sehingga berujung pada kredit.macet dan pernyataan pailit oleh pengadilan niaga. Upaya restrukturisasi yang marak dilakukan di Indonesia dapat mereduksi permohonan pernyataan pailit bagi perusahaan yang kesulitan menunaikan kewajibannya membayar utang.

Restrukturisasi dipandang sangat menguntungkan karena para pihak dapat menghasilkan kesepakatan berupa win-win solution. Hal ini berbeda dengan pernyataan pailit pengadiian niaga yang banyak mengundang kontroversi. Pertama, mated Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan belum memberikan keseimbangan hak antara debitor dan kreditor. Kedua, mekanisme pengadilan niaga yang berbeda dengan peradilan umum menimbuikan kendaia pada saat penegakannya. Ketiga, transaksi bisnis yang bkkembang sangat pesat dan kompleks tidak mudah dipahami para penegak hukum di pengadilan niga. Dengan demikian, peningkatan kemampuan aparat penegak hukum dan pembaruan Undang-Undang Kepailitan mendesak dilakukan dengan memperhatikan harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait.

Redaksi Jurnal Hukum pada edisi ini mencoba menawarkan ide-ide berkaitan dengan perubahan dan pembaruan yang terjadi dalam hukum perusahaan di Indonesia, disamping gagasan pemikiran lainnya, misalnya negara Islam sebagai sebuah model dl era modern ini. Seiamat membaca.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Redaksi

Published: June 8, 2016

Vol.. 8, No. 18
Oktober 2001

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Masaiah ketatanegaan di Indonesia merupakan fenomena yang senantiasa menarik untuk diamati maupun dikaji, balk dalam tataran teoritik maupun praktik. Dari segi praktik, banyak aturan ketatanegaraan Indonesia belum berjalan secara ideal sesuai dengan kaidah ketatanegaraan berdasarkan pada supremasi hukum. Dari segi teoritik banyak literatur yang dapat dijadikan rujukan bagi pembenahan sistem ketatanegaraan Indonesia. Fenomena yang berkembang adalah bahwa implementasi konsepsi ketatanegaraan yang ideal masih banyak kendalanya. Tolak tarik kepentingan merupakan hal yang sulit dikompromikan, dan sangat berpengaruh terhadap pengambilan kebijakan bagi pembenahan sistem ketatanegaraan nasional.

Namun demikian, gagasan-gagasan ideal berdasarkan pengalaman empirik di banyak negara harus menjadi prioritas untuk diakomodasi dalam pembenahan sistem hukum pada umumnya dan hukum tata negara khususnya. Kontribusi hukum yang hidup dalam masyarakat Indonesia seiama Ini, misainya hukum Islam, merupakan alternatif lain bagi pembenahansistem hukum nasional. Asas-asas Umum Penyelenggaraan Pemerintahan yang Layak merupakan hal urgen dalam upaya menjelmakan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih. DemokrasI dan upaya penyelesaian HAM merupakan dua hal yang harus dilakukan. Demikian pula demokrasi di tempat kerja harus diciptakan, melalui kebijakan pemerintah dalam bidang peraturan perundang-undangan yang mengatur hak dan kewajiban buruh dan majikan secara seimbang.

Redaksi Jurnal Hukum coba menyajikan berbagai gagasan di atas dalam edisi ini. Di samping itu tema-tema aktual yang berkembang dalam masyarakat coba pula diangkat dengan anallsis berdasarkan disiplin ilmu para penulisnya. Semoga pembaca yang budiman dapat menambah wacana dan cakrawala berpikir bagi perbaikan sistem hukum di Indonesia, n Selamat membaca.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Redaksi

Published: June 7, 2016

Vol.. 8, No. 17
Juni 2001

Bismillahirrahamnirrahim

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Jurnal hukum kali in! akan mengupas tema Refleksi Hukum Islam dl Indonesia. Tema in! muncul sebagai akibat adanya Perbedaan pendapat [khilafiah) antara pemikiran fikih klasik dengan kaum modernis. Fikih kiasik berpendapat bahwa al-Quran dan al-Hadist teiah menyediakan secara lengkap ketentuan-ketentuan yang tergolong baik dan yang tergoiong tidak baik, dan seianjutnya menjadi dasar segala tingkah iaku dan perbuatan manusia. Sebaliknya, kaum modernis dan fuqaha masa kin! cenderung memandang wahyu hanya sebagai batasan-batasan umum yang mengundang ajaran-ajaran prinsip dan standar-standar morai, sedangkan ketentuan rlnci menyangkut persoalan yang dihadapi umat justru banyak ditentukan oieh pertimbangan dan kesadaran rasional manusia bukan wahyu. (Akhmad Minhaji, 2000).

Pertentangan kedua kelompok in! mempunyai akibat yang riii terhadap cara pikir para fuqaha daiam mensikapi setiap fenomena-fenomena soslai kemasyarakatan yang makin hari semakin kompleks. Hal ini sangat dirasakan ketika dikontekskan dalam tataran implementasi hukum Islam di Indonesia. Hampir setiap sektor kehidupan, urgensi hukum islam sangat dibutuhkan oleh setiap umat Islam di Indonesia, tetapi tatkala dihadapkan kepada realita, hal ini sering mengundang adanya perbenturan-perbenturan pandangan dan kepentlngan. Benturan tersebut, selain disebabkan banyaknya pemikiran tentang hukum islam sendiri, juga tidak teriepas dari pemberlakuan sistem hukum yang beragam di Indonesia (pluralisme sistem hukum).

Untuk merefleksikan persoalan-persoalan hukum Islam di Indonesia secara detil, maka redaksi teiah menyajikan sejumlah artikel yang membahas masalah-masalah sosiai ditinjau dari perspektif hukum Islam. Perlu kami informasikan juga, pada terbitan jumal kali ini ada beberapa artikel lepas yang membahas persoalan-persoalan hukum secara umum. Maksud dan tujuan dari penyajlan artikel lepas diharapkan dapat memberikan wama Iain kepada kaum pembaca yang budiman.

Akhirnya, kami atas nama redaksi jumai hukum berharap, mudah-mudahan sajian jurnal ini dapat menambah informasi hukum kepada para pembaca sekailgus kami mengucapkan selamat membaca. Wallahu'alam bis Showab

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Redaksi

Published: February 15, 2018

Vol.. 8, No. 16 (2001)
Cyberlaw

Bismillahirrahmaanirrahiim

Assalamu'alaikum wr wb.

Peradaban manusia pada era milinium ketiga ditandai dengan perkembangan pesat di bidang teknologi informasi. Internet sebagai bagian dari teknologi informasi sekarang ini marak dimanfaatkan orang, kelompok, organisasi pemerintah, maupun swasta. Melalui internet komunikasi terasa kian cepat. Perkembangan Ini setidaknya ditandai dengan dua fenomena yang sangat kontradiktlf.

Dari sudut pandang ekonomi perkembangan Intemet telah memberikan addvalue dalam mendorong perekonomian suatunegara. TIngkat efisiensi dan efektifitas dalam bertransaksi di media internet (baca: maya) lebih murah ketimbang yang dilakukan di dunia nyata (real world).

Dalam perspektif hukum justru kehadiran internet, telah menimbulkan permasalahan- permasalahan hukum baru yang Ini sangatsulit dijangkau oleh hukum konvensional (existing law). Ada tiga pendapat yang berkembang berkaitan dengan penerapan hukum di dunia maya (virtualworld). Pertama, mereka berpendapat bahwasesungguhnya hukum konvensional masili dimungkinkan untuk diterapkan dalam aktivitas internet, di sini tidak diperlukan adanya pembentukan hukum baru.

Kedua, berpendapat bahwa untuk mengatur aktivitas di intemet diperlukan pembentukan hukum baru supaya segala sengketa yang terjadi di intemet dapat diselesaikan dan diberi kepastian hukum. Terakhir, berpendapat dalam penerapan hukum di intemet sebalknya dilakukan penggabungan dua metodedi atas. Melihat kepada kenyataan ini Jumal Hukum Fakultas Hukum Ull kali ini merasa tertarik untuk melakukan pengkajian secara khusus permasalahan-permasalahan hukum yang timbul dalam kegiatan internet dan juga melihat bagaimana hukum dalam mengantisipasi perkembangan ini.

Berdasarkan pada pemikiran ini pula, maka kami menyajikan edisi ini bertemakan Pengaturan dan Masalah CyberLaw di Indonesia. Demikian dari kami mudah-mudahan penyajian jurnal kali ini dapat memberikan tambahan informasi dan pengetahuan bagi pembaca budiman.

Selamat membaca.   

Published: June 7, 2016

Vol.. 7, No. 15
Desember 2000

Bismillahirrahmaanirrahiim

Assalamu'alaikum wr.wb.

Hukum internasional sebagai cabang dari ilmu hukum saat ini mengaiami perkembangan yang pesat disebabkan adanya pengaruh globalisasi yang membawa perubahan terhadap struktur nilai dan kebudayaan masyarakat diberbagai lingkup wilayah negara. Perubahan itu sangat terasa tatkala hukum internasional yang pada awalnya hanya dianggap mempunyai kekuatan moral, kini justru telah berubah, dl mana hukum internasional dapat mengikat dan punya daya paksa. Dinamika Ini padaakhimya menuntut kepada para ahli hukum untuk senantiasa menyeriusi perkembangan hukum internasional itu sendiri.

Dapatlah dikatakan bahwa untuk sekarang ini takada satu negara pun yang tidak terpengaruh dengan perkembangan hukum internasional. Oleh karena itu, ada sisi positif dari pengaruh ini yakni hukum internasional mampu memberikan konstribusi pemlkiran dalam upaya mendorong perkembangan hukum nasional. Di Iain pihak hukum internasional ini acapkali membawa ekses negatif. Misalkan hukum internasional hanya mempunyai daya paksa untuk negaranegara yang mempunyai posisi lemah sementara untuk negara yang kuat daya paksa dari hukun Internasional sangat lemah. Padahal secara konseptual biasanya hukum internasional senantiasa didasarkan pada prinsip universalitas dan equelity.

Atas dasar adanya tolak tarik dari dua implikasi ini selayaknya apabila ekses-ekses negatif mendapat penyempurnaan, sehingga upaya membangun hukum internasional yang mampu menciptakan harmonisasi, kesejahteraan dan perdamaian dapat segera terwujud. Untuk mengetahui kesemuanya itu dalam kesempatan ini redaksi Jurnal Hukum sengaja menyajikan tema utamanya dengan mengangkat masalah Dinamika Hukum Internasional Kontemporer. Selain menyajikan tema utama ini Redaksi Jurnal Hukum juga menyajikan sajian lainnya sebagai tambahan akan wacana ilmu hukum yang sekarang terus berkembang.

Harapan dari semua sajian ini bagi redaksi, semoga pembaca dapat menambah wawasan dan cakrawala berfikir serta keilmuannya di bidang hukum. Terakhir kami mengucapkan selamat membaca.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Redaksi

Published: June 7, 2016

Vol.. 7, No. 14
Agustus 2000

Sejak jatuhnya pemerintahan Orde Baru tahun 1998 melalui gerakan reformasi hingga munculnya pemerintahan K.H. Abdurrahman Wahid yang tampil melalui hasil Pemilu 1999, cita-cita reformasi yang diperjuangkan oleh berbagai elemen masyarakat dirasakan banyak kalangan sampal hari ini belum menampakkan hasil yang konkrit. Bahkan oleh sebagian kalangan Pemerintahan Abdurrahman Wahid dinilai "gagal" menjalankan cita-cita reformasi,
meskipun pada sisi lain harus diakui proses demokrasi semakin berkembang dalam masyarakat.
Momentum reformasi yang diliputi eforia politik dan demokrasi telah memasuki babak baru dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia. Langkah pertama yang dilakukan
oleh MPR adalah desakralisasi UUD 1945, yaitu merubah (amandemen) UUD 1945 yang bercorak executive heavy menuju perimbangan kekuasaan {(balance ofpower).

Di samping itu dapat pula disaksikan adanya peningkatan peran Dewan Penwakilan Rakyat dalam melaksanakan tugas, wewenang dan fungsinya sebagai wakil rakyat. Meskipun DPR sekarang belum juga secara optimal menjaiankan fungsinya yang lain, yakni fungsi legislasi dan fungsi anggaran.


Dinamika ketatanegaraan yang terus berkembang di era reformasi ini, baik di tingkat supra struktur atau pun infra struktur, ternyata belum dibarengi dengan aturan main (UUD maupun peraturan perundang-undangan) yang sesuai dengan semangat reformasi. Meskipun UUD 1945 sudah dua kali ternyata belum mencapai idealita sebuah konstitusi. Banyak hal belum tercover secara memadai dalam UUD 1945. Kebuntuan ketatanegaraan saat ini pun nampaknya
juga dilatarbelakangi oleh ketidakjelasan aturan main UUD 1945. Misalnya terjadi tarik menarik antara kekuasaan eksekutif dan legislatif akhir-akhir ini dan tidak jelas independensinya lembaga peradilan (yudikatif) dalam menjaiankan tugas dan wewenangnya.


Munculnya ketegangan hubungan antara eksekutif dan legislatif telah berimbas pada masyarakat luas, tidak hanya di Pusat tetapi di daerah-daerah. Berbagai macam bentuk pelanggaran HAM dan kekerasan politik muncul di mana-mana, bahkan sudah ada yang mengarah pada tindakan anarkis. Hal ini tentu menjadi keperihatinan semua. Tidaklah mudah menjadi pemimpin sebuah negara yang penuh dengan berbagai konflik dan persoalan berat (berbagai krisis) yang diwariskan rezim sebelumnya, manakala setiap dari warga negaranya tidak memiliki kesabaran, kesadaran dan kegigihan yang sama untuk keluar dari krisis yang sedang dialami oleh bangsanya.


Jurnal Hukum edisi kali ini mengangkat tema-tema aktual antara lain; Supremasi Hukum dan Demokrasi, Dialektika Hukum dan Kekuasaan, Mencari Relevansi Teori dalam Menganalisis Sikap MPR 1998-2000 terhadap Gagasan Negara Hukum yang Demokratis, Perlindungan HAM dalam Masyarakat Bemegara, Politik Hukum HAM, Otonomi Daerah, dan sebagainya. Tema-tema tersebut mencoba mengangkat berbagai persoalan di seputar dinamika
ketatanegaraan Indonesia dan memberikan solusi atas masalah yang ada. Akhlrnya kami dari redaksi Jumal Hukum mengucapkan selamat membaca !

Published: June 9, 2016

Vol.. 7, No. 13
April 2000

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Mencuatnya gejala disintegrasi bangsa kian hari kian menguaL Salah satu faktorpendorong sumber gejala tersebut, oleh karena hukum yang ditegakkan di negeri ini tidak menunjukan rasa keadiian kepada masyarakat. Bahkan secara ekstrim hukum yang dibangun baik di saat rejim Orde Baru atau pasca rejim Orde Baru lebih banyak dijadikan alat untuk tujuan kekuasaan. Konsekuensinya tidak jarang dengan model hukum seperti ini apabila terjadl sengketa bukan penyelesaian yang diperoleh, tetapi sikap anarkis yang lebih menonjol dan mengarah kepada perpecahan bangsa.

Dalam bidang keagrariaan pun gejala tersebutsangatlah domlnan dlrasakan pengaruhnya. Betapa tidak, hukum agraria dibuat pada masa rejim Orde Lama, yang dituangkan di dalam UU No. 5Tahun 1960 dengan semangat populisnya, ternyata telah banyak menimbulkan benih-benih penyimpangan. Benih-benih itu sangat kentara ketika hukum agraria yang diimplementasikan lebih banyak mengedepankan kepentingan penguasa dan pemilik modal (kapitalis), sementara kepentingan rakyat semua dilibas dengan dasar atas nama pembangunan dan Ini sebenamya telah membawa petaka terhadap persatuan bangsa (baca;disintegrasi bangsa).

Fakta yang diuraikan di atas sebenarnya tidak lepas dari sistim politlk yang dibangun, sekaligus secara substansi pengaturan agraria di dalam UU No. 5 Tahun 1960 memberikan peluang bagi pihak-pihak yang berkepentingan (inferesfedparties) untuk melakukan penafsiran-penafsiran. Contohnya dalam hal menafsirkan Hak Meguasai Negara, temyata penguasa dalam hal ini atas nama Negara tidak saja sifatnya menguasai yang dimaksudkan untuk melakukan pengaturan, pembinaan dan pengawasan. Leblh dari itu penguasa sudah menafsirikan Hak Menguasai Negara Ini dengan sangat luas. Wujud luasnya penafslran dapat dilihat pada dataran empirik di mana penguasa tidak saja melakukan pengaturan, pembinaan dan pengawasan kaitannya dengan agraria, tetapi penguasa sudah memiliki atas kepemilikan tanah dan ini seringkali berbenturan dengan kepentinganmasyarakat setempat.

Dengan demikian, maka upaya pembaharuan hukum agraria hendaknya menjadi salah satu prioritas dalam upaya mereformasi hukum secara total, sekaligus menjadi sarana untuk menjaga persatuan bangsa. Atas dasar pemikiran ini, maka tim redaksi Jumal Hukum Fakultas Hukum UII merasa tergerak untuk memberikan kontribusi pemikiran di seputar hukum agraria dengan menuangkannya dalam satu grend tema yakni; Pembaharuan Hukum Agraria. Mudah-mudahan dengan penyajian ini akan membentuk dalam memberikan wawasan mengenal hukum agraria dan juga mendorong terhadap proses pembaharuan hukum agraria itu sendiri.

Sebagal informasi tambahan, kami sampaikan pula bahwa untuk Jumal Hukum edisi yang akan datang akan menyajikan topik tentang Pembaharuan Hukum Tata Negara Pasca Reformasi (No. 14Vol. 7 Tahun 2000) dan Hukum lntemasional(Ho. 15 Vol. 7 Tahun 2000).

Akhir kata kami ucapkan selamat membaca!

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Redaksi

Published: June 7, 2016

Vol.. 6, No. 12 (1999)
H A K I

Era HAKl (Hak Atas Kekayaan Intelektual) yang akan berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2000. Tentunya hal ini membutuhkan persiapan bagi setiap negara dalam menyongsong era tesebut, tak terkecuali bagi negara Indonesia. Teriebih Indonesia telah meratifikasi persetujuan Trade Related Aspectsof Intellectual Propeny RightsIncluding Tradein Counterfeit Goodsatau TRiPs Agreement dengan mengeluarkan UU No.7 Tahun 1994t entang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization. TRIPs merupakan bagian dari Putaran Uruguay dan pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization atau WTO) yang telah disetujui pada tanggai 15 April 1994 di Maroko. Dalam konteks inilah maka Jurnal Hukum pada terbitan No. 12 Volume 6 Tahun 1999 mencoba menyajikan artikel yang mengangkat tema tentang Hak Kekayaan Intelektual dalam Perkembangan sebagai wujud peran serta dalam memberikan kontribusi pemikiran di seputar permasalahan HAKI. Sajian awal jurnal akan mengupas masalah penerapan UU Paten No. 6 Tahun1999 hingga UU Paten No. 13 Tahun 1997.

Uraian mengenai penerapan paten ini diilhami dari suatu penomena menarik bahwa tenyata di Indonesia jumlah penerimaan permintaan Paten sangatlah besar. Akan tetapi permintaan Paten dari dalam negeri sendiri sangatlah sedikit, diperkirakan jumlahnya hanya tiga persen dari jumlah keseluruhan. Lalu, kendala apa yang menyebabkan terjadinya hai demlkian? Lewat jurnal Inilah Insan Budi Mauiana mencoba menjelaskan tentang kondlsi-kondisi tersebut. Tema ini juga dilengkapi dengan artikel yang dibuat oleh Peter Mahmud Marzuki yang membahas masaiah Luasnya Perlindungan Paten. Gagasan yang ingin disampaikan adalah bahwa masalah tersebut muncul oleh karena adanya penafsiran terhadap perlindungan atas klaim dan ini disinyalir akan menghambat terjadinya modifiksi atau pengembangan teknologi oleh pihak lain. Selain permasalahan Paten, disini juga disinggung masaiah Hak Cipta dan Merek yang hakekatnya bagian dan Hak Kekayaan Intelektual. Persoalan Hak Cipta yakni, dari sisi implementasi persetujuan TRIPs dalam UU Hak Cipta sertaTindak Pidana Hak Cipta dan Problematika Penegakan Hukumnya Uraian masalah HAKl ditutup dengan penyajian masalah Merek yang diangkat dalam terbitan kali ini adalah mengenal aspek Perlindungan Hukum Merek Terkenal. Seperti diketahui UU Merek Indonesia yang bekaitan dengan perlindungan yang bersifat represif membatasi dirinya bagi perlindungan hukum bagi barang atau jasa yang sejenis saja. Padahal di dalam kenyataannya beredar banyak barang yang menggunakan merek terkenal yang sudah terdaftar secara tan pahak. Saat ini perlindungan hukum merek mengalami perluasan, yakni tidak hanya terbatas pada barang sejenis saja tapi juga barang yang tidak sejenis. Tak lupa pula dalam terbitan kali ini juga diangkat tema yang sifatnya diluar tema besar yang dimasukan dalam rubrik artikel dan Resensi. Akhirnya. harapan kami mudah-mudahan terbitan kali ini tetap selalu memberikan cakrawala dan wawasan baruyang lebih luas tentang perkembangan di bidang ilmu hukum kepada para pembaca yang budiman.

Published: June 8, 2016

Vol.. 6, No. 11 (1999)
Vol. 6 No. 11 Tahun 1999

Kami yakin sebuah kerinduan teramat mendalam ketika pembaca menunggu kehadiran Jurnal Hukum. Perlu kami sampaikan di sini sebuah kabar gembira bahwa saat ini Jurnal Hukum yang diterbitkan FH UII sudah terakreditasi dengan Nomor Akreditasi 53/Dikti/Kep/1999 sehingga hal ini mendorong kami untuk berkarya lebih baik lagi melalui sajian Jurnal yang lebih berkualitas.

Jurnal Hukum edisi kali ini menyajikan sebuah topik tentang “Reformasi di Bidang Hukum Pidanaâ€. Topik khusus ini sengaja diangkat agar kajian tentang reformasi hukum itu sendiri lebih tajam dan mendalam. Ada beberapa ide dan gagasan yang dikemukakan seputar reformasi hukum pidana, diantaranya mengenai Reformasi Hukum Pidana Politik. Hal yang utama dalam proses reformasi hukum pidana politik ini adalah bagaimana mereformasi kembali peraturan-peraturan yang kaitannya dengan tindak pidana bidang politk dengan cara menghapuskan term-term politik dan menggantikannya dengan term-term hukum, sehingga nilai-nilai keadilan yang nampak bukan lagi keadilan yang formalistik akan tetapi keadilan yang substantif, mengutip pendapatnya Mulyana W. Kusumah bahwa reformasui hukum hakekatnya merubah nilai-nilai hukum itu sendiri yang tadinya diskriminatif menjadi tidak diskriminatif dan ini sejalan dengan bidang hukum pidana yakni tentang reformasi sistem permasyarakatan, reformasi sistem pertanggungjawaban pidana, dan lain sebagainya.

Tak kalah pentingnya juga dikemeukakan mengenai perkembangan Mahkamah Pidana Internasional sebagai instrumen hukum baru dalam rangka mencegah terjadinya kejahatan internasional yang sekarang ini marak terjadi. Walaupun hal ini \disambut dengan sedikit sikap pesimistik, karena diakui lemhanya hukum internasional dalam dataran implementasinya yang diakibatkan oleh barbagai faktor.

Akhirnya kami mengucapkan selamat menikmati sajian kami kali ini.

Published: December 1, 2016

Vol.. 5, No. 10 (1998)
Vol. 5 No. 10 Tahun 1998

Alhamdulillah, Jurnal Hukum Edisi ke-10 meskipun terlambat, dapat hadir di hadapan para pembaca. Keterlambatan iniantara lain karena terjadi pergantian kepengurusan dan di lain pihak adanya persiapan menghadapi akreditasi jurnal ilmiah pada bulan Juli 1998, sehingga perlu menyesuaikan dan penertiban dengan ketentuan yang berlaku. Edisi kali ini mengangkat tema “Reformasi Hukum Ketatanegaraanâ€. Tema ini sengaja diangkat untuk merespon perubahan-perubahan mendasar yang terjadii di bidang politik dan hukum ketatanegaraan RI yang terjadi pada tanggal 21 Mei 1998.

Perubahan itu ditandai dengan runtuhnya rrejim Orde Baru oleh gerakan kaum reformis yang dipelopori oleh mahasiswa yang didukung oleh kaum cendekiawan dan rakyat. Ini merupakan tragedi politik dan ketatanegaraan Indonesia yang kedua. Tragedi pertama terjadi pada tahun 1966 ketika Soekarno dipaksa menyerahkan kekuasaan kepresidenan secara konstitusisonal kepada Soeharto melalui Supersemar atas tuntutan rakyat, yang kemudian melahirkan Orde Baru. Ordee baru lahir untuk mengoreksi penyelewengan-penyelewengan yang dilakukamn Orde Lama terhadap Pancasila dan UUD 1945. Namun akhirnya Orde Baru dikoreksi pula oleh sejarah (kaum reformasi) karena menjalankan roda pemerintahan dengan praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Praktik-praktik negatif yang terakumulasi pada zaman Orde Baru telah menjerumuskan bangsa ke titik kemerosotan terendah baik di bidang politik, ekonomi, moral, dan hukum. Akumulasi praktik negatif itu akhirnya meledak seiring dengan terjadinya krisi moneter di Indonesia.

Ada sekitar 30 produk perundang-undangan di bidang politik yang perlu segera direformasi, namun untuk jangka pendek sekiranya cukup 3 (tiga) UU yang perlu diprioritaskan yaitu UU Partai Politik, UU Pemilu dan UU Susduk MPR, DPR dan DPRD.

Tulisan-tulisan pada edisi kali ini menfokuskan diri pada kajian perlunya mereformasi produk-produk hukum tersebut, dan perlunya memberikan amandemen terhadap UUD 1945. Artinya pendukung juga ditampilkan antara lain mebahas Fiqh Pemilu dan HAM serta rumusan sumbangan pikiran UII terhadap 3 (tiga) RUU bidang politik kepada DPR RI.

Published: December 2, 2016

Vol.. 6, No. 9 (1997)
Vol. 6 No. 9 Tahun 1997

Suatu hari ada orang yang ditahan tanpa diberitahu apa salahnya. Tak seorangpun petugas hukum merasa berhak menjelaskan,kenapa ia matl. Kalau ditanya semua menunjuk pada orag bernama; atasan. Sapakah atasan? Sering kita tak pemah tahu sosoknya. Pokoknya Atasan yang mengharuskan  lwik dihadapkan ke muka pengadilan dengan tuduhan membunuh wartawan. Di mata atasan hukum memang tak segan-segan untuk menjatuhkan vonis pada siapa saja. Malah mereka yang barusan mencicipi kue keadilan Keadilan tak bisa terlalu lama menikmati. Ada yang harus dikalahkan, tak peduli ia warga Kedung Ombo, PDI Mega atau majalah Tempo sekalipun. Atasan ltu tampil lewal Jubah seorang hakim atau lembaga yang namanya Peradilan. Prof Asikin Kusurnah-mantan ketua muda MA- berkata bahwa ada 50% hakim dewasa ini yang tidak jujur dan cenderung menggunakan posisinya untuk kepentingan pribadi. Hal sarupa pemah dikatakan oleh Hakim Agung Andi Andojo Soetjipto. lstilah semacam mafia Peradilan atau kolusi peradilan bukanlah sesuatu yang baru. Agaknya Lembaga Peradilan wajahnya sudah terlalu tua untuk mengemban misi besar. Yang jelas memang tak semuanya begitu namun angka 50% tetap punya arti serius.

Mungkinkah soalnya karena Hakim terlaluterbebgani oleh peran besar? Atau jangan-jangan kekuasaan menghendakinya demikian. Malah bisa jadi karena pendidikan hukum yang sengaja membuat hakim seperti sekrang. Kecurigaan dan dugaan gukan dosa. Dikatakan pendidikan karena hakim yang kini bertugas bukanlah lulusan Fakultas Hukum? Kita menganggap kekuasaan karena semua pasti  tahu bahwa tabiat atau watak kekuasaan sudah keterlaluan. Ia seoalh-olah memberi tahu bahwa posisinya ada dan mengatakan  kadang-kadang sifatnya harus lalim. Siapapun paham bila peradilan sudah tak bisa dipercaya sebagai tempat untuk menemukan keadilan maka rakyat pasti akan membuat peradilan jalanan.

Yang menakjubkan peradilan jalanan kini muncul di mana-mana. Seolah-olah jadi mode yang menyebar kemanapun. Sebab berdirinya bisa bermacam-macam, tapi bila diingat-ingat itu semua adalah akumulasi dari penderiaan yang berkepanjangan. Kita tahu bahwa kekecewaan adalah sesuatu yang menyakitkan dan kadang kita-pun harus mengerti, tak semua orang punya kesabaran menanti datangnya keadilan. Umumnya tiap peristiwa harus ditemukan hikmahnya dan manfaatkanlah bila peradilan jalanan itu muncul berulang-ulang, karena nyatanya kita terlalu “bebal†untuk bisa memetik perjalanan. Kadang kita harus sadar, bahwa rakyat tak sebodoh yang kita duga.

Published: December 2, 2016

Vol.. 5, No. 8 (1997)
Vol. 5 No. 8 Tahun 1997

Published: December 2, 2016

Vol.. 4, No. 7 (1997)
Vol. 4 No. 7 Tahun 1997

Di dasar nurani kita selama ini ada keprihatian yang mendalam tentang nasib keadilan. Barangkali sudah menjadi tabiat masyarakat yang menyejarah, tiap kali kenyataan pecah sama sekali pertautannya dengan bingkai hukum, ketika kelalilam terlampau menekan, kita mendambakan hadirnya aturan dan aparat yang adil. Tak selaluia sosok nabi; bisa saja seorang pemberani, aparat yang suka mengkritik atau penguasa yang melawan-asal kedatangannya membawa kosmologi baru yang menjadi dasar bagi tertibnya masyarakat.

Kini sebagai masyarakatseolah tersekap dalam ruang kekuasaan yang sarat oleh kepentingan, dan kengerian mulai tampak ujungnya. Warta mengenai kerusuhan yang beruntun dan sikap aparat yang kian terlempar dari keharusan hukum, mencetuskan berbagai gugatan. Hukum, dianggap oleh sebagian pihak kini tidak lagi berada pada langit suci yang mampu mengantarai manusia untuk memeperoleh keadilan. Pergolakan sosial seringkali terdengar karena kesenjangan dan diimbuhi oleh kepentingan pragmatis semata. Hukum-tanpa mengurangi rasa hormat kita pada pada kaidahnya-kini telah dinodai oleh kepentingan sesaat.

Tapi-sebagian masih percaya bahwa hukum harus tetap berjuang menoreh beberapa nilai hakiki. Sedang, masyarakat terus mengalami perubahan dan perkembangan, acapkali timbul soal: bagaaimana hukum dapat menjadi historis dan konkrit tanpa melepaskan nilai hakiki yang harus disampaikan? Hukum, apakah ia sesuatu yang kalangan, tumbuh jawaban, bahwa hukum seperti kaidah agama selalu mempunyai sesuatu yang menetap, yang bertahan dan tak hilang dari dirinya. Namun identitas yang ada hanya mungkin terwujud dalama perubahan, atau sebagai sesuatu yang tetap dia hanya akan nampak dalam gejala yang selalu berganti-ganti.

Dengan lukisan yang singkat ini hendak dikatakan bahwa hukum selalu merupakan suatu hakikat yang historis, yang berjuang bersama perjuangan dan kefanaan, dan bukanlah suatu hakikat mengandung. Untuk kembali pada kekuatan nilai yang hakiki, maka ditengah bisingnya perbedaan kepentingan dan rasa asing masyarakat pada keadilan, hukum dituntut menjadi bagian dari kesadaran kekuasaan. Kegagalan kekuasaan dalam bersanding dengan hukum akan melahirkan kekuasaan yang tak punya wibawa dan getar sosial pada rakyat.

Hasil adalah ledakan sosial yang beruntun dimana penguasaan akan keletihan dalam memberikan reaksi. Kekuasaan yang terlanjur dominan wajib mendengar rintihan masyarakat tentang hukum, sebab kalau hukum terus-terusan ditidurkan maka justru ia menjadi beban yang terlalu menekan.

Published: November 30, 2016

Vol. 3 No. 6 (1996)

Tarik menarik antara Hukum dan Kekuasaan, adalah sebuah dialektika dalam sejarah politik kenegaraan, dan idealita yang dikehendaki, adalah bahwa keduanya merupakan unsur panting dalam sebuah negara yang harus selalu berinteraksi secara harmonis. Namun haimonltas yang dicita-citakan Itu ternyata tidak semudah yang diangankan, dan itu adalah sebuah perjalanan panjang dalam hidup bemegara yang harus dibayar mahal dan menyita pengorbanan yang tidak sedikit.

TIga puluh tigatahun yang lalli, tepatnya 11 Maret 1966,-sebuah peristiwa besardan bersejarah telah terjadi dalam republik ini, lalah lahlrnya apa yang dikenal dengan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Itulah moment dimana Orde Lama tumbang dan Orde Baru muncul menggantikannya. Dan ini adalah bukti nyata bahwa sangat mungkin "harmoni" antara hukum dan kekuasaan terusik dalam perjalanan sebuah negara. Melihat konteks sejarah yang seperti itu, maka persoaian diseputar hukum dan kekuasaaii mendapatkan urgensinya, dan karenanya perbincangan tentang semakin menguatnya kekuasaan negara adalah sebuah persoaian yang krusial dan implikatif, dilihat dari prespektif negara hukum dan kepentingan demokratisasi. Dikatakan Krusial, karena kekuasaan negara menjadi suatu variabel yang bisa dijadikan indikasi akan harmonisdan tidaknyahubungan antar elemen-elemen dasar pembentuk sebuah negara. Dan dikatakan Implikatif, adalah karena fenomena itulah yang dianggap sebagai pemicu opressifitas dan otoritarianitas dalam bernegara (memerintah).

Maka, pembahasan mengenai hal ini memang penting dan mendesak. Hal ini juga dikarenakan, bahwa banyak pemlkiran yang berkesimpulan bahwa hukum tanpa kekuasaan adalah lumpuh, sedangkan kekuasaan tanpa hukum adalah kesewenangwenangan. Dalam praktik, sangat sering kekuasaan dan hukum tidak berada pada dua sisi yang seimbang, dimana kekuasaan menguat sementara hukum tersubordinasi. Padahal, kekuasaan haruslah senantlasa berlandaskan hukum. Hanya persoalannya, sejauh manakah hukum mampu mengontrol kekuasaan jika hukum itu sendin merupakan produk dari kekuasaan. Tentu harus ada penyelesaian yang ideal, tentang bagaimana seharusnya sebuah hukiim itu tetap bisa mengontrol kekuasaan walaupun hukum itu sendiri lahir dari kekuasaan.

Untuk itulah Jumal Hukum edisi kali inimencoba untuk mendiskusikan permasalahan ini secara detail dengan sudut pandang .yang multhprespektif. Dimaksudkan agar bisa memberikan konstribusi bagi proses demokratisasi dan harmonisast hukum dan kekuasaan dl Indonesia.

Redaksi

Published: June 8, 2016

Vol.. 3, No. 5 (1996)
Hukum dan Ekonomi

Dari Redaksi

Akses Indonesia menuju perekonomian intemasional makin besar. Era globalisasi dan adanya berbagai policy Internasional telah menjadikan banyak negara
berkembang termasuk Indonesia harus menghadapi proses internasionalisasi. Adanya liberalisasi perdagangan telah mengharuskan dilakukannya
secepat dan semampu mungkin penyesuaian-penyesuaian untuk menghindari "shock" pada saat
pasar bebas dimulal. Suatu hal yang harus direnungkan adalah, bahwa masalah perdagangan internasional dan liberalisme perdagangan bukanlah masalah ekonomi ansikh. Dia adalah pertautan banyak sektor yang perlu antisipasi multisektoral. Dan aspek hukum, adalah salah satu sektor yang menghadapi banyak masalah. " Karena, bagaimanapun juga, sebuah ratifikasi atas kesepakatan internasional harus diikuti dengan
penyesuaian perangkat hukum dalam tingkat nasional.

Maka sinyalemen di seputar perlunya penyertaan para ahli hukum dalam masalah yang bekaitan dengan hal di atas, masalah modal asing misalnya,
sangat penting. Bukan itu saja, bahkan dalam hal sering terjadinya distorsi ekonomi, di mana banyak
praktek ekonomi yang sudah keluar dari tujuan perekonomian nasional sebagai tercantum dalam pasal 33 UUD 1945, itupun memerlukan solusi yang interdisipliner. Juga, dalam masalah alih teknologi,
hingga saat ini masih terjadi perjanjian (dalam lisensi) dengan klausul-klausul yang sangat
merugikan banyak negara pemakai teknologi dari negara maju. Di sinilah sektor hukum mendapatkan
Urgensinya.

Maka, pada edisi yang ke-5 ini. Jurnal Hukum menjadikan permasalahan yang berkaitan
dengan perdagangan internasional sebagai sorotan utamanya. Di samping beberapa artikel tema, untuk edisi saat ini dan insya Allah juga untuk edisi mendatang kami akan menyajikan pokok pikiran dari
beberapa thesis ( tentu dalam bentuk artikel ) yang berhasil disusun oleh beberapa dosen Fakultas Hukum UN. Dan untuk menjaga keragaman isi,
sebagaimana biasa, kami memuat artikel lepas yang memang dipandang layak untuk dimuat.

 

Published: June 9, 2016

Vol.. 2, No. 4
September 1995

Assalamu'allaikum wr. wb.

Punishment, atau hukuman, diadakan dan dijaga eksistensinya dalam kehidupan ini, dengan berangkat dari asumsi. bahwa tindak pelanggaran hukum dapat dicegah atau diminimalisir dengan lembaga hukuman/sanksi itu. Diefektifkan keberadaannya untuk memberikan pembinaan dan pendidikan bbgi, khususnya, para pelaku tindak pelanggaran hukum, dan umumnya bagi orang lainnya agar bisa mengambil pelajaran dari hal itu. Dengan kaia lain, bahwa hukumam diodakan untuk menjerakan pelaku tindak kejahatan.

Dari asumsi yang demikian inilah konsep penjara sebagai suatu bentuk hukuman terlahir. Hingga dijaman modern sekarang ini, sulit dijumpai sebuah negara yang tanpa memiliki penjara. Namun bukan berarti bahwa keberadadn penjara sebagai suatu lembaga pemidanaan sudah sempurna. Keberadaan penjara dengan segala kekurangan dan kelebihannyo ternyata telah memicu berbagai kritik keras. Di Amerika sendiri —sebuah negara yang dari padanya negara-negara berkembang mengadopsi konsep-konsep kehidupan — timbul pemeo bahwa penjara di negeri ini memiliki pintu berputar (revolving door), dimana para pembunuh, perampok, pemerkosa, dan rasit masyarakat lainnya hanya singgah sebentar ke dalam penjara untuk kemudian keluar lagi dan bebas melakukan kejahatan baru. Lebih dari itu, Paul Reiwald juga menyatakan bahwa hukuman penjara tidaklah menjadi alat untuk membasmi kejahatan, tetapi sebenarnya justru menyuburkanhya. Tidak kurqng dari itu. Van List juga mengungkapkan bahwa penjara itu menambah kuatnya dorongan untuk melakukan kejahatan. Sedangkan Hemdi menyatakan, bahwa 6 bulan dalan penjara lebih berhasil untuk membentuk seorang penjahat profesional dari pada pekerjaan berlahuntahun di alam bebas.

Maka, merupakan suatu keharusan, apabila konsep pemenjaraan senantiasa disempurnakan. Demikian halnya di Indonesia, penjara sudah diganti dengan Lembaga Pemasyarakatan — suatu bentuk pemidanaan yang diharapkan lebih baik dari penjara. Dan saat ini, baru ramai diperbincangkan tentang RUV Pemasya rakatan, yang dinilai banyak orang lebih "memanusiakan" manusia. Siap dan belumnya Indonesia untuk mengaplikasikannya nanti, itupun merupakan perdebatan panjang yang belum usai. Untuk itu, pada edisi kali ini Jurnal Hukum mengangkat masalah pemasya rakatan sebagai issue utama, walaupun, untuk menjaga keragaman penyajian kami juga memuat beberapa artikel lepas.

Wassalamu'allaikum wr. wb.

Redaksl

Published: June 13, 2016

Vol. 1 No. 3 (1995)

Assalamu'alaikum wr. wb.

Eksistensi majikan/pengusaha dan buruh adalah' sebuah dialektika sejarah kehidupan, yang mau tidak mau harus ada. Dalam artian, bahwa industrialisasi adalah sebuah fenomena yang harus diterima, dan menerima industrialisasi, sama halnya dengan kesediaan untuk menerima lahimya para pengusaha, yang dibawah mereka itu bernaung para pekerja, yang biasa Juga disebut dengan buruh; sebuah istilah yang kurang apresiatif.

Sekurangnya, pada paruh kedua dekade terakhir ini, di Indonesia bermunculan masalah-masalah perburuhan dengan frekuensi yang relatif intens. Masalahnya memang amat kompleks. Secara jujur, dapat dikatakan bahwa terlalu banyak dimensi yang ikut melecut lahimya masalah-masalah tersebut. Namun dari pengamatan kita, ada beberapa catatan penting untuk senantiasa "dicurigai" sebagai variabel pemicu utama timbulnya perselisihan perburuhan; sistem pengupahan, eksploitasi tenaga kerja, perampasan hak azasi pekerja, PHK (rasionalisasi) yang kurang berperikemanusiaan, adalah beberapa contoh faktor pelecut tadi.

Permasalahan ini bukan suatu hal yang ringan dan bisa dianggap remeh. Secara sistemik, permasalahan ini akan berdampak juga terhadap produktivitas JumalHulann No.3 Vol.Im 1995 kerja, timbulnya image negatif terhadap sistem ekonomi politik, dan yang lebih riskan adalah, timbulnya kecemburuan sosial yang tidak mustahil membawa pada rasialisme.

Sehingga, sudah saatnya kalau pemerintah harus semakin bersungguhsungguh menuntaskan permasalahn ini. Dan kesungguhan itu akan nampak antara lain pada bagaimana upaya mengefektijkan ketentuan-ketentuan yuridis yang telah ada. Kalaulah dengan lahimya UU No.5 tahun J986 telah ditegaskan tentang kpmpetensi PTUN untuk menyelesaikan perselisihan perburuhan, maka yang menjadi permasalahannya adalah bagaimana untuk penegakannya. Dan kalaulah dikenal penyelesaian dengan secara bipartite, tripartite yang dilakukan oleh arbitrator, mediator, P4D atau P4P, adalah merupakan penyelesaian yang dijiwai semangat kekeluargaan, maka sudah optimalkah itu semua dalam mengakomodasi semua masalah yang timbul 7 Lebih dari itu, HIP (Hubungan Industrial Pancasila) pun masih terseok-seok dalam perjalanannya.

Maka, membaca problema per buruhan di Indonesia, mau tidak mau juga harus membaca bagaimana konstelasi yuridis yang melingkupinya. Dan diharapkan, edisi kali ini akan mampu menambah perspektif kita dalam membaca masalah perburuhan yang timbul.

Wassalamu'alaikum wr. wb.

Redaksi

Published: June 8, 2016

Vol.. 1, No. 2 (1994)
KEJAHATAN KERAH PUTIH

"White Collar Crime" (WCC) atau Kejahatan Kerah Putih, adalah isu sentral yang diketengahkan oleh Jumal Hukum edisi kali ini. Sebagai suatu bentuk kejahatan yang semakin menjadi "trend" (mengglobal), maka mutlak bagi para teoritisi maupun praktisi hukum untuk mendiskusikannya, bahkan sampai pada pemikiran bahwa orang-orang di luar spesifikasi itu pun harus merasa berkepentingan dengan masalah ini, karena kehidupan modem yang serba global dan polar ini banyak bersinggungan dengan kejahatan ini, sehingga sikap antisipatif perlu dimiliki oleh semua pihak.

Walaupun secara akademis dan ilmiah pembahasan tentang WCC ini bam diintrodusir oleh Edwin H. Sutherland pada tahun 1939, atau bahkan sebelumnya Edwar A. Ross dalam perspektif sosiologis telah menyinggungya, namun pada hakikatnya sebagaimana nanti terungkap dalam artikel edisi ini —model kejahatan ini telah ada jauh sebelum para akademisi mengungkapkannya (belum terbahas secara disipliner), tentu saja kinerja ("performance") WCC ketika itu masih sangat sederhana, klasik, dan terkesan puritanis. Dalam bentuknya yang sudah tersophistikasi, kejahatan ini senantiasa menarik untuk didiskusikan; gerakannya yang sulit terdeteksidan teridentifikasi, para "actor intellectualis"-nya yang rata-rata berposisi kuat (bukan saja mapan, tapi terkadang menekan)  karena inilah pembahasan ini banyak diidentikkan dengan Corporate Crime (Kejahatan Korporasi) serta implikasinya yang selalu menyebabkan kemgjan tingkattin, kesemuanya itu terakumulasi pada suatu kenyataan bahwa kejahatan ini benar- benar kejahatan yang serius, kruial, serta pelik.

Edisi kali ini berambisi untuk mengakomodir sisi-sisi permasalahan tersebut di atas. Dimulai dengan pembahasan yang relatif umum tentang WCC, perbandingannya dengan Kejahatan Kor porasi, kompsi sebagai suatu bentuk jamak dari WCC, politik kriminal terhadap WCC, penegakan hukum oleh Kepolisian terhadap Kejahatan Korporasi, serta sorotan Hukum Islam terhadap WCC. Tujuannya tidak lain adalah agarperma salahan yang kami kedepankan bisa ditangkap dan direspon dengan wawasan yang, meskipun multidimensional, namun tetap mempakan sesuatu yang padu (integral).

Barangkali, dalam penyajiannya kami belum bisa menampung selumh ambisi tadi secara baik, maklum, edisi kali ini mempakan edisi ke- dua, dalam mana kami masih hams mencari bentuk dan berbenah diri. Di antara manifestasi dari pembenahan ini adalah bahwa perwajahan jumal kali ini sedikit diubah, editing juga lebih kami perketat untuk menghindari kesalahan cetak, serta ide-ide yang tertuang lebih kami pertegas. Diharapkan ini semua akan bisa menambahkan bobot jumal kita ini.

Published: June 9, 2016

Vol.. 1, No. 1 (1994)
Era PJPT II

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Dengan tanpa bermaksud untuk berbasi-basi, kami redaksi mengucapkan syukur alhamdulillah kehadirat Allah SWT, karena berkat ridho-Nyalah edisi perdana Jumal Hukum ini dapat terbit.

kemudian, barangkali perlu kami jelaskan mengapa tiba-tiba hadir sebuah Jumal Hukum ini. jurnal ini hadir sebagai produk Pusat Studi Hukum (PSH) sebuah lembaga baru dilingkungan FH-UII. Diharapkan jurnal ini dapat menjadi media komunikasi ilmiah untuk mengembangkan ilmu khususnya ilmu hukum. Juga sekaligus untuk mengacu potensi besar yang ada pada tenaga edukatif FH UII yang selama ini seolah tanpa media untuk menyalurkan ide-idenya. Seperti disinggung Bapak Zainal Abidin selaku dekan saat mengesahkan pendirian PSH beberapa waktu lalu, adanya media ini diharapkan akan menepis "kesepian" karya tulis yang selama ini dirasakanh.

Di edisi perdana ini, kami mengangkat tema utama sekitar peran hukum-ekonomi di era PJPT II mendatang. Alasan kami, di era ini adalah momentum penting dalam penentuan nasib bangsa terutama dalam mengoptimalkan peran hukum. prospektif yang kami bahas tentu dari berbagai sudut pandang sekaligus menawarkan beberapa alternatif yang perlu ditempu.

Pembaca yang budiman, penilaian atas terbitnya jurnal ini sepenuhnya kami serahkan kepada anda. yang jelas, kamin mengibaratkan terbitan perdana ini sebagai sekuntum bunga yang sedang prakondisi untuk mekar. karena itukesuburan dan intensitas pemeliharaannya tetap terjaga.

Satu harapan kami semoga jurnal ini mampu memberi nuansa tersendiri dalam membahas persoalan-persoalan hukum. dan jangan lupa kamipun mengundang anda untuk mewarnai "wawasan" jurnal ini. Terima kasih.

 Wassalamu'alaikum Wr.Wb.

Published: June 8, 2016